Chapter 8

157K 7.9K 241
                                        

Sudah seminggu sejak kejadian Raveno kecelakaan dan Vanesa masih dikurung di kamar. Bahkan hanya sekadar keluar untuk makan pun Vanesa tidak diizinkan. Selama seminggu itu pula Bi Sari yang bertugas mengantar makanan dan minumam ke kamar Vanesa.

Pintu kamar Vanesa terbuka, kali ini bukan Bi Sari melainkan saudara kembarnya yang datang dengan membawa nampan berisi makan malamnya dan segelas air putih. "Lo tuh selalu nyusahin, kenapa dulu enggak lo aja sih yang tenggelam terus mati!"

Vanesa tak menggubris perkataan Angel. Pandangannya masih mengarah ke lansekap langit malam yang terpampang dari balkon kamar. Namun, saat Angel mengatakan bahwa besok ia bisa kembali ke sekolah, tercetak sebuah senyuman tipis di bibirnya.

"Lo tuh budek ya?" Angel pun keluar dengan muka merah menahan amarah, kesal karena sedari tadi diabaikan.

Sekembalinya Vanesa ke sekolah, keadaan kelas masih ramai seperti biasa, terutama oleh jeritan meminta contekan. Untungnya Vanesa sudah mengerjakan tugasnya semalam.

Bagaimana Venesa bisa tahu jika ada tugas? Sejak gadis itu absen dari sekolah, ia mengirimi Diva pesan untuk bantu meminta izin kepada guru dengan alasan sakit. Diva juga selalu memfoto dan mengirim catatan-catatan pelajaran lewat WhatsApp untuk Vanesa pelajari di rumah.

Teman sekelasnya pun terlihat seperti tak peduli, mau Vanesa masuk ke kelas ataupun tidak. Bahkan seminggu belakangan ini kelas nampak tenang, tidak ada keributan seperti sebelumnya yang berasal dari Bella yang selalu mencari gara-gara ke Vanesa.

Bella yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya menatap Vanesa dan menyunggingkan senyum mengejek andalannya. "Lo sampah," kata Bella tanpa suara.

Vanesa tak menanggapi. Dia terus berjalan ke tempat duduknya dan mendapati Diva yang sudah ada di sana dan tengah memainkan ponsel.

Diva meletakan benda pipih itu ke laci meja dan menatap Vanesa dengan pandangan menyelisik. "Gimana kedaan lo sekarang?"

"Udah sehat kok." Senyum tipis tersungging di bibir Vanesa.

"Syukurlah. Maaf gue enggak bisa jenguk. Lo aja enggak mau ngasih alamat rumah lo," gerutu Diva kesal.

Pasalnya, semenjak Vanesa memberitahu kalau dirinya sakit, seketika itu juga Diva sangat khawatir dan tidak tenang. Keluarga Vanesa sendiri pasti tidak akan peduli. Seketika Vanesa juga jadi susah dihubungi.

Tiga hari kemudian, barulah Vanesa menjawab lagi, tapi gadis itu enggan memberitahu alamatnya. Bertanya ke teman sekelas yang lain pun juga percuma, melihat Vanesa saja mereka enggan, apalagi sampai mengetahui alamat rumah gadis tersebut.

Vanesa beralasan bahwa dirinya sudah baik-baik saja dan cuma butuh banyak istirahat ketika Diva menanyakan perihal alamat rumah. Namun, alasan yang sesungghnya adalah Vanesa tidak mau jika Diva mendapat masalah atau dimarahi papanya ketika berkunjung nanti.

"Keadaan Kak Veno gimana sekarang?" tanya Vanesa harap-harap cemas.

"Udah baikan kok. Cuma kakinya aja yang belum pulih total, harus rutin check up ke dokter."

Vanesa sedikit lega, itu artinya luka lelaki yang paling dikasihinya itu tidak terlalu parah. Dia bisa sedikit tenang sekarang karena selama ini kepalanya selalu dibayang-bayangi oleh kemungkinan terburuk yang mungkin akan terjadi pada Raveno.

"Hari ini dia juga udah mulai masuk kayaknya."

Kelas yang semula ricuh seketika kembali tenang saat Pak Darus masuk dan memulai pembelajaran.

***

Keadaan kelas-kelas kini sungguh gaduh. Bahkan koridor pun nampak penuh dikarenakan banyak yang duduk-duduk di depan kelas, atau berbondong-bondong menuju kantin, atau malah memanfaatkan fasilitas lapangan. Sedangkan untuk para kutu buku lebih memilih perpustakaan sebagai tempat yang paling aman karena jauh dari kata bising.

Fake Nerd ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang