Chapter 21

156K 7.3K 277
                                    

Jam di dinding sudah menunjukan pukul 22.45. Vanesa kini sudah berada di ruangan pribadi kafenya, lagi, merenungi kejadian yang baru saja dia alami. Gadis itu bertekad untuk tidak kembali lagi ke rumah.

Vanesa sudah muak dengan semua perlakuan keluarganya. Harapan akan kasih sayang orangtua yang sejak dulu dia dambakan kini telah dia buang jauh-jauh. Vanesa merasa semua penderitaan ini sudah cukup.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Vanesa. Gadis itu segera berdiri dan bergegas membukakan pintu. "Kak Veronika kok belum pulang?" tanya Vanesa begitu mendapati siapa yang berada di balik pintu. Pasalnya, semua pegawai sudah pulang sejak jam sembilan tadi.

Vanesa mempersilakan Veronika untuk masuk dan duduk di sofa.

"Iya tadi nyelesaiin laporan keuangannya dulu," jawab Veronika. "Terus gue liat lampu ruangan lo nyala, jadi gue kesini deh. Em ... lo gak pulang?" tambah Veronika.

Vanesa tersenyum kecut. "Gue udah gak mau pulang ke rumah itu lagi, Kak."

Veronika menatap Vanesa iba. Menurutnya, seharusnya seorang gadis remaja seperti Vanesa masihlah harus mendapat perhatian dan kasih sayang dari orangtua, bukan dikucilkan dang diasingkan seperti in. "Lo yang sabar ya. Lo mau ke rumah gue? Lo bisa kok tinggal bareng gue," tawar Veronika.

Vanesa tersenyum. "Gak usah, Kak, makasih. Gue bisa tinggal di sini atau di apartemen."

"Ya udah. Kalo lo butuh sesuatu, hubungin gue aja." Karena merasa tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, Veronika pun izin undur diri. "Kalau gitu gue pamit dulu ya."

"Siap, Kak. Kakak dianter Pak Ujang aja."

Pak Ujang adalah supir pribadi yang mengantar Vanesa bila ingin pergi ke pemotretan. Pria itu sudah bekerja kepadanya sejak ia memulai karir sebagai model.

"Gak usah. Gue bawa mobil kok," tolak Veronika halus.

"Ya udah. Hati-hati, Kak."

Vanesa memutuskan untuk tidur karena waktu sudah makin larut. Dia tidak mau besok terlambat sekolah lagi.

Vanesa mematikan seluruh sumber cahaya dan menyisakan lampu tidur saja.

Vanesa belum sepenuhnya terlelap ketika mendengar suara gaduh dari bawah.

Vanesa yang sebenarnya takut mencoba turun dan mengecek ke bawah dengan tubuh bergetar dan sebuah tongkat baseball di tangan untuk berjaga-jaga.

Dengan berhati-hati, Vanesa menuruni tangga hingga sampai di lanti satu. Jujur, Vanesa merasa sangat takut. Namun, ia mencoba untuk menenangkan diri.

Dengan keberanian tersisa, dia menekan tombol saklar.

Klik

Munculah sesosok laki-laki di hadapan Vanesa dengan posisi memunggunginya. Dengan setengah terkejut dan setengah takut, Vanesa mengambil ancang-ancang untuk memukulkan tongkat baseball yang dia pegang.

Namun, sebelum ujung tongkat itu sampai, si lelaki sudah berbalik dan menghadap Vanesa.

"Surprise."

Vanesa melongo menatap orang tersebut yang ternyata adalah kakak sepupunya yang sangat dia rindukan.

Vanesa langsung memeluk Rio—sang kakak sepupu—dengan erat sampai-sampai si lelaki hampir jatuh. "Nesa kangen," ucap Vanesa dengan suara sedikit serak.

Rio membalas pelukan Vanesa tak kalah eratnya. "Gue juga kangen." Rio melepas pelukan dan berkata penuh semangat. "Oh ya gue punya sesuatu. Bentar, bentar." Laki-laki itu merogoh tasnya dan mengambil sesuatu. "Ini kado buat lo. Happy brithday, my little princess." Rio menyerahkan sebuah bingkisan kepada Vanesa.

Fake Nerd ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang