Cinta dan luka memang selalu beriringan, jangan lupa untuk sematkan kata sabar diantaranya.
-Fake Nerd-
***
Bel istirahat kedua sudah berbunyi sejak lima menit lalu. Sekarang Vanesa sudah berada di perpustakaan. Sebenarnya tadi Diva mengajaknya ke kantin, tapi Vanesa menolak karena lebih memilih pergi ke sini.
Suasana perpustakaan yang sepi dan tentram membuat Vanesa nyaman. Gadis itu berjalan ke arah rak khusus novel. Setelah mendapatkan buku pilihannya, Vanesa bergerak menuju ruang baca.
Vanesa yang larut dalam bacaannya tidak menyadari bahwa ada seseorang yang duduk di sebelahnya dan memperhatikannya dengan seksama.
"Serius banget," lirih orang itu.
Nesa terlonjak kaget dan menoleh ke samping, menemukan seorang cowok yang sejak tadi memenuhi isi kepalanya. "Kak Veno ngapain?"
Raveno terkekeh dan mengangkat tangan, menyelipkan anak rambut Vanesa yang menghalangi ke belakang telinga. Perlakuan itu sontak membuat wajah Vanesa berubah merah padam.
"Cie blushing," goda Raveno yang membuat Vanesa makin malu. Sepertinya menjahili Vanesa adalah hobi barunya sekarang.
Vanesa berusaha menutupi pipinya yang sepenuhnya memerah. Namun, hal itu justru membuat Veno makin gemas.
"Maaf," desis Raveno penuh penyesalan.
Vanesa menatap Raveno polos. "Buat?"
"Tadi pagi aku nyuekin kamu."
Seketika wajah Vanesa berubah murung mengingat kejadian pagi tadi.
"Aku sengaja cuek supaya kamu aman," lanjut Raveno.
Vanesa mengernyitkan dahi, tidak paham dengan ucapan Raveno. "Aku gak ngerti maksudnya."
Raveno menghela napas. "Supaya kamu gak di-bully sama mereka. Aku takut jika mereka tahu kamu pacar aku, mereka pasti akan bully kamu."
Sekarang Vanesa paham mengenai perubahan sikap Raveno tadi pagi. Ternyata itu alasannya. Gadis itu segera menyunggingkan senyum termanis. "Makasih," ucap Vanesa semringah. "Makasih karena kamu udah nglindungin aku walaupun secara tidak langsung," lanjutnya.
Vanesa berusaha memaklumi. Raveno adalah seorang most wanted boy yang diinginkan hampir semua perempuan di sekolah. Kalau tiba-tiba dia mendeklarasikan diri sebagai pacar Raveno, bisa ruwet jadinya. Vanesa harus sabar sedikit lebih lama.
Raveno mengusap puncak kepala Vanesa dengan lembut sembari tersenyum. "Sekarang ayo makan," titah Raveno mengambil siomay yang sempat ia beli di kantin tadi. "Buka mulut," ujar Raveno sambil menyendok satu suapan dan mengarahkannya ke mulut Vanesa.
Vanesa membuka mulut patuh.
***
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak setengah jam lalu, tapi Vanesa masih betah berlama-lama di kelas.
Vanesa kini hanya sendirian. Diva pamit pulang duluan karena ingin mengantar mamanya ke mall. Sedangkan Raveno juga sudah pergi. Cowok itu tidak mungkin mengantarkan atau menemani Vanesa untuk merahasiakan hubungan mereka.
Vanesa masih bimbang antara ingin pulang ataukah tidak. Dia masih belum siap jika melihat pergelaran pesta ulang tahun Angel yang harmonis ketika sampai di rumah.
Dengan hati yang mantap, akhirnya Vanesa memutuskan untuk melangkahkan kakinya dan bergegas pulang.
Saat melewati tempat parkir, secara tidak sengaja mata Vanesa menangkap sosok Raveno yang sedang bersandar di mobilnya dan berbicara dengan seseorang. Ketika makin dekat, Vanesa akhirnya bisa mengenalinya. Raveno tengah berbincang dengan Mamat.
"Selamat, Bro, semoga langgeng. Hahaha." Nada penuh ejekan terlontar dari mulut Mathew alias Mamat. "Meskipun cuma taruhan, jangan sampe baper lah, kasian si Nesa." Mamat ketawa lagi.
Seketika hati Vanesa seperti dihantam palu, sesak dan sangat sakit rasanya. Pantas saja dia merasa ada yang janggal dengan semua sikap Raveno kemarin, rupanya itu benar-benar rekayasa, parahnya dirinya dijadikan bahan taruhan.
Vanesa ingin marah, tapi tak bisa. Dia sangat mencintai Raveno. Bahkan ketika mendengar ini, gadis itu hanya bisa diam dan menahan tangis. Katakanlah Vanesa adalah gadis bodoh yang rela menukar rasa sakit ini dengan janji—yang entah palsu atau tulus—dari Raveno. Vanesa tidak tahu lagi.
Yang bisa dilakukan Vanesa saat ini adalah berlari menuju gerbang, berusaha melampiaskan semuanya. Teriakan Raveno yang memanggil-manggil namanya tidak dia hiraukan.
Langkah gadis itu terus berpacu dan membawanya dari pelataran gerbang sekolah hingga ke kafe miliknya.Vanesa tidak ingin ke rumah dan menambah beban pikiran. Menyaksikan pembicaraan keluarga Caronez soal persiapan pesta ulang tahun Angel yang akan diadakan beberapa hari lagi itu bisa membuat hatinya makin sakit. Vanesa sangat yakin dia takkan diundang ke acara penting itu.
"Bangsat," umpat Raveno dan memukul sudut bibir Mamat keras.
Mamat hanya terkekeh sembari menyentak tangan Raveno dari kerah bajunya, menaiki motor sport-nya, lalu melaju keluar dari sekolah.
Raveno mengacak rambut frustasi, menendang apa saja yang bisa ditendang. Suara deringan ponsel yang tiba-tiba membuatnya berteriak lagi karena marah sekaligus kaget.
Telepon itu dari papa Raveno. Sang papa juga mengirimi Raveno pesan yang isinya membuat laki-laki itu muak dan malas untuk pulang.
Dengan kesal, Raveno memasuki mobil dan segera melaju membelah jalanan. Tangannya meraih ponsel dan selalu berusaha menghubungi Vanesa. Namun, yang menjawab justru selalu layanan operator.
Raveno melempar ponsel ke kursi penumpang dengan cukup keras, berusaha melampiaskan amarah. Tangannya mencengkeram setir kemudi, sedangkan kakinya menginjak pedal gas makin dalam untuk menambah kecepatan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Nerd ✔
Novela JuvenilJika kamu berkomitmen mencintai orang yang tak peduli terhadap rasamu, maka konsekuensi yang akan kamu dapatkan adalah sakit hati berkali kali -Anisarumw8- #2 dalam Teenfiction (13/11/2018) #3 dalam Fiksi Remaja (21/10/2018) #1 dalam Fake Nerd (30...