#51

76.1K 5.5K 240
                                    

Dara menggenggam kuat kertas pemberian dari Keylan. Sedari tadi perempuan itu cemas. Entah apa yang sudah direncanakan Keylan kali ini, Dara sama sekali tak mengerti.

Davon melirik Dara sekilas. Lelaki itu diam-diam memperhatikan Dara. Terselip rasa rindu yang amat berat kala melihat perempuan itu. Ingin sekali Davon mendekap Dara dalam pelukannya dan mengelus rambutnya yang halus. Tapi ia harus sadar diri. Ia tak mungkin melakukannya ketika Dara dalam keadaan berduka seperti ini. Mencari kesempatan dalam kesempitan. Davon paham ia tak boleh egois.

Davon hanya bisa bersyukur. Bersyukur melihat Dara bangun dari koma nya yang terbilang cukup lama. Selama koma, Davon selalu menemani perempuan itu. Membacakannya berbagai materi pelajaran, membacakan doa untuknya, bahkan bercerita semua hal selama Dara tak ada. Tak pernah sekalipun Davon mengeluh ketika merawat Dara. Ia melakukan semuanya dengan tulus. Bahkan ia sudah tau tak akan ada imbalan yang berarti untuk dirinya.

Davon hanya dianggap sebagai sahabat. Tak lebih. Namun perasaan dan juga logikanya selalu tak berjalan seimbang. Logikanya berkata bahwa mereka hanyalah sahabat belaka. Namun perasaan Davon ingin sekali menjadikan Dara pasangan hidupnya dan tentu saja itu sangatlah mustahil. Mengingat betapa cintanya Dara kepada Keylan. Dan betapa benyak pengorbanan Keylan untuk Dara.

"Ra lo gak papa?" tanya Davon yang akhirnya buka suara setelah diam beberapa saat.

Dara menoleh lalu mengangguk.

"Gugup?" tanya Davon lagi.

Lagi-lagi Dara mengangguk.

Pikiran perempuan itu berkecamuk. Rasa penasaran menjulang tinggi hingga ke angkasa. Apa yang Keylan siapkan untuk dirinya?

Bolehkah Dara berharap jika alamat yang Keylan berikan adalah tempat dimana Keylan sekarang berada?

Bolehkan Dara berharap jika Keylan berada disana?

Mobil silver Davon berhenti di sebuah rumah yang amat mewah. Di depan rumah tersebut terdapat gerbang berwarna hitam yang menjulang tinggi.

Dara mengecek sekali lagi alamat yang tertera di kertas dengan nomer yang sengaja dipasang di luar gerbang. Setelah cocok, Davon mengetuk pintu gerbang.

"Permisi."

Seorang satpam membuka pintu gerbang. "Mas cari siapa ya?"

"Bisa bertemu dengan pemilik rumah? Ada urusan penting, Pak."

Pria berkumis itu mengangguk lalu berpamitan pergi untuk menelpon sang majikan, meminta ijin. Tak lama kemudian gerbang hitam itu terbuka, menampilkan rumah mewah bergaya minimalis dengan taman bunga yang luas seolah mengucapkan selamat datang kepada para tamu. Pohon-pohon yang rindang tumbuh di area taman membuat suasan kian sejuk nan asri.

Rumah itu berwarna abu-abu dan putih bergaya khas Eropa. Sedari tadi Dara tak pernah berhenti kagum dengan arsitektur rumah yang begitu indah dipandang.

Dara keluar dari mobil digendong oleh Davon lalu meletakkannya di kursi roda. Lelaki itu memencet bel yang ada di samping pintu.

Seorang wanita tua dengan lap disampirkan di pundak menghampiri mereka berdua. Dara tersenyum. Ia jadi teringat dengan bibi yang selalu tersenyum menanti dirinya ketika berkunjung di rumah Keylan.

Aish! Dara meruntuk karena lagi-lagi ia memikirkan Keylan. Hatinya sedih bahkan bola matanya berlinang kala mengingat semua hal tentang lelaki itu.

"Silahkan masuk." sapa perempuan itu.

Davon masuk sambil mendorong kursi roda milik Dara.

Wanita dengan dress berwarna maroon turun dengan sangat antusias. Mata Dara membelalak kala melihat wanita itu. Ia mengenal betul siapa dia.

KeylanDara [SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang