PrologSebuah tembakan pedang api, terbang melesat menyentuh ladang-ladang padi yang hampir panen. Lahan pertanian itu merupakan lumbung penghasil padi, penyedia kebutuhan pangan seluruh rakyat Kerajaan Adthera. Daun-daun padi yang telah kering menguning, seketika terbakar hebat. Father Gimra sibuk berusaha memadamkan api. Namun api begitu cepat menyebar. Percikan-percikan bara api dari daun padi yang terbakar, membuat api terus menjalar. Lidah api menari gesit, merayapi senti demi senti, merubah hamparan kuning kecoklatan menjadi hitam berhias kelabu pekatnya kepulan asap.
"Ayah...". Seorang pemuda yang diam tak bergerak, menampakkan raut pucat pasi. Ia memandang tajam ke arah kepulan asap itu.
"Apa yang kau lakukan Flyege? Ini ladang milik seluruh rakyat Kerajaan Adthera. Jurus pedang apimu bukan untuk dipakai di sembarang tempat". Seseorang yang disebut ayah oleh Flyege muncul dihadapannya. Bola mata Father Gimra membesar. Kedua tangannya mencengkeram keras kedua lengan atas milik Flyege.
"Maaf Ayah, Aku terlambat mengontrolnya." Keringat mengucur diantara poni rambut lidi yang hitam.
"Bantu ayahmu memadamkan Flyege, supaya apinya tak menyebar ke pemukiman warga." Ravenska ikut memerintahkan sahabat seperguruannya untuk membantu sang guru memadamkan api yang terus menjalar-jalar.
"Ayah..." Raut wajah Flyege makin memerah akibat kecamuk rasa marah, takut dan rasa bersalah.
"Flyege... Flyege... Kemana kau...?!". Ravenska berteriak. Flyege berlari lintang pukang, menjauh membawa suasana kepanikan yang baru saja muncul akibat kecerobohan yang terjadi saat latihan mereka bersama Father Gimra.
"Kemana Dia? Tak bisa diharapkan! Bantu aku Ravenska!". Amarah terselip di antara kesibukan dan konsentrasi Father Gimra memadamkan api.
"Baik Father Gimra" jawab Ravenska dengan sigap.
Father Gimra dan Ravenska bersama-sama, silih berganti mengeluarkan "Snowden wind". Sebuah jurus yang mampu memuntahkan semburan angin dan salju, keluar dari tangan-tangan mereka.
"Basah kan lahan yang masih kering itu Ravenska, agar api ini tak terus membakar. Buat blokade...!".
"Baik, Father Gimra" Ravenska segera melompat dan terbang menggunakan keahlian yang diajarkan ayahnya, jurus "Swing Raven". Kemudian melepaskan hembusan angin sedingin salju dengan "Snowden wind" yang diajarkan Father Gimra.
Tak kalah dengan itu, Father Gimra pun mengeluarkan beberapa jurus andalan. Ia melesat, terbang, melompat , bergerak dengan gesit sambil menggunakan jurus angin sedingin salju itu.
***
Butuh waktu yang tak sebentar sampai api berhasil dipadamkan. Hampir dua pertiga lahan yang menguning, kini telah menjadi hitam. Asap-asap sisa pembakaran masih mengepul, hampir memenuhi seluruh pandangan. Ladang menguning yang sebelumnya adalah hamparan pemandangan indah yang menyejukkan mata, kini telah berganti menjadi panorama bencana yang mengerikan. Father Gimra terdiam ditepian. Ia menyadari, ada tanggung jawab berat dipundaknya akan kejadian ini.
***
"Ravenska, dimana Kau?" Seru Father Gimra.
"Aku disini, Father Gimra". Ravenska muncul di depan Father Gimra dari balik asap yang mengepul. Wajahnya yang manis, tetap terlihat menawan walaupun penuh noda hitam yang berasal dari abu dan asap sisa pembakaran. Rambut hitam pekat yang terurai tertiup angin, sewarna dengan bola matanya yang tajam, menambah keanggunan gadis belia itu saat melangkah. Ia tak seperti gadis remaja seusianya. Ia sangat menawan.
"Terima kasih, Ravenska. Ayahmu telah mengajarimu dengan baik. Aku bangga padanya. Ia memang pantas menjadi Raja dengan segala kebijaksanaannya pada seluruh wilayah Kerajaan Adthera". Father Gimra berbicara pada Ravenska, tanpa menatapnya. Pandanganya hanya tertuju pada hamparan ladang yang hitam, dan kepulan asap yang belum juga berhenti.
"Ayahku juga bangga padamu, Father Gimra. Dengan segala kelembutanmu dan ketajaman pikiranmu menjaga pertahanan dan keamanan negeri ini. Beliau mengatakan, 'adalah kebijaksanaan yang indah menegakkan keamanan dengan kelembutan, dan itu milik pimpinan suku Kwahdi'. Engkau, Father Gimra. Aku selalu bangga menjadi muridmu." Ravenska yang sudah berdiri disebelah lelaki paruh baya itu menolehkan kepada kearahnya.
"Ravenska, anakku..." Father Gimra merunduk, terlintas di pikirannya tentang Flyege, putranya yang lari dari pertempuran. Pertempuran bukan melawan pasukan, melainkan melawan kobaran api, melawan akibat kecerobohan, dan melawan harga diri. Putranya telah gagal pada babak pertama. Memalukan.
"Tak usah terlalu gusar pada Flyege, Father Gimra. Nanti aku akan bicara dengannya". Ravenska berusaha menenangkan.
"Ya, kecerdasannya dengan cepat mempelajari ilmu tembakan pedang api, namun tidak diikuti dengan kemampuan mengendalikannya. Untung tembakan tadi, tidak menghantammu, Ravenska".
"Yaa... Kalau tidak aku sudah menjadi barbeque bersama padi-padi itu"
Father Gimra tersenyum menyeringai. Mereka berdua memandangi kepulan asap yang terus memanjat naik ke udara. Meliuk-liuk, susul menyusul, saling berlomba antara satu kepulan asap dan kepulan lainnya.
"Aku akan menghadap ayahmu, untuk mempertanggung jawabkan semua ini. Rakyat Adthera, Ayahmu Raja Muayz, pasti akan gusar dengan keadaan ini". Father Gimra berbicara tanpa berkedip.
"Aku akan bersamamu, Father Gimra"
...Terima kasih sudah membaca, jangan lupa tanda bintangnya yaa...😍
Sumber foto :
sampankalimantan.org
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVENSKA, The Epic of Fairy Tale [TAMAT]
FantasyPutri tunggal Raja Adthera, Ravenska, menghilang. Dia, satu-satunya yang bisa diharapkan menjadi pembebas bagi rakyat Adthera. Ternyata Ravenska mendapat kutukan. Menjadi manusia bertubuh burung gagak, yang tersembunyi dalam hutan pinus terkutuk...