6. PERTUKARAN

256 36 4
                                    

Chapter 6

Seorang manusia berjubah berdiri di tepi hutan pinus, di seberang telaga.   Sebuah rakit yang ia gunakan kemarin, tampak mengambang di atas air, tak jauh darinya.  Di sebelah rakit tersebut, terdapat sebuah kano berisi sesosok manusia mungil yang tampak sedang tertidur pulas. 

Tepat di seberangnya, Nhaxa dan Guaryl berdiri, saling menggenggam tangan di dermaga. 

"Kalian terlambat"

"Tentu kami tidak terlambat, ini belum senja.  Cepat kemarikan Amarizc, putriku!" Nhaxa menimpali dengan ketus.

Sosok berjubah itu tak berbicara, ia menggerakkan tongkatnya mengarahkan pada rakit kecil.  Sedikit hentakan tongkatnya membuat rakit bergerak perlahan menuju dermaga di sisi lain telaga, ke tempat Guaryl dan Nhaxa menunggu.

"Naiklah!!!" perintah sosok berjubah coklat dengan lantang, ketika rakit menyentuh dermaga.

Guaryl menoleh ke arah Nhaxa.  Sebuah pelukan untuk sang istri yang matanya mulai berkaca-kaca.  Nhaxa pun balas memeluk suaminya sangat erat, seakan tak ingin melepaskan.  Namun, ingatan Guaryl tertuju pada Amarizc, dan segera melepaskan pelukan itu bersamaan dengan setetes air mata jatuh di pipi Nhaxa.  Nhaxa yang penuh amarah berubah diselimuti nestapa yang tak terucap.  Sebuah ciuman perpisahan yang singkat ia berikan pada suaminya.

"Berhati-hatilah tanpa aku.  Jaga dirimu, dan Amarizc selama aku tak ada.  Aku janji, kita akan bersama lagi, secepatnya." Guaryl berpesan sambil mengusap air mata istrinya.

"Jangan berjanji, Guaryl.  Lakukanlah yang terbaik menurutmu.  Aku dan Amarizc akan menunggumu.  Kami akan baik-baik saja" Nhaxa tampak berusaha menguatkan diri.

"Aku pergi ..." Guaryl melepaskan pelukannya pada tubuh Nhaxa.  Ia melangkah menuju rakit kecil itu dengan mantap tanpa menoleh ke belakang.  Sesaat sebelum menginjakkan kaki di atas rakit, ia memandang ke arah air telaga yang masih diam.

"I love you with all my life." Nhaxa berucap lirih saat Guaryl menoleh ke arahnya ketika rakit mulai bergerak. 

Di seberang telaga, kano tempat Amarizc terlelap mulai bergerak.  Kano dan rakit berjalan pelan, berselisih dengan sangat dekat.  Guaryl merendahkan badannya berusaha menyentuh putrinya. 

"Amarizc, jadilah wanita pemberani, dan penyayang"  Guaryl hanya dapat sedikit menyentuhkan jarinya pada tangan Amarizc.  Tubuh perempuan mungil itu terbaring tenang, matanya terpejam dan kedua tangan bersedekap di dada.  Sementara kano dan rakit itu terus bergerak.  Guaryl dapat melihat, ternyata kano itu mengambang,  tidak sama sekali menyentuh air.  Sedangkan rakit yang di tumpangi Guaryl menyentuh air.  Bahkan air itu juga menyentuh kakinya.  Dan telaga tetap bergeming seakan tak pernah ada amukan yang pernah dilakukannya, kemarin.
...

Tak berapa lama, kano dan rakit berhenti pada tempat yang di tujunya masing-masing.  Rakit dan Guaryl di seberang dermaga, lalu Amarizc dan kano tiba di konstrusi kayu tempat kano itu bersandar.  Nhaxa sibuk meraih kano, mengikatnya pada dermaga dan mencoba membangunkan Amarizc.  Perlahan ia mengangkat Amarizc keluar dari kano.  Guaryl memperhatikan istrinya yang sibuk  dan sedikit kepayahan menangani Amarizc.  Namun, sang istri mampu mengatasi kesulitannya. 

Nhaxa menoleh ke seberang dermaga, ia baru menyadari kabut kelabu perlahan menutup jarak pandang di seberang danau.  Guaryl tak lagi dapat dilihatnya, ia telah menghilang di balik kabut dan hutan pinus.

"Ibu". Amarizc terjaga saat ibunya dengan susah payah mendudukkan badannya di dermaga.

"Ayo bangunlah, kita pergi dari sini.  Sebentar lagi gelap.  Hutan ini berbahaya."

"Mengapa kita disini, Bu?" Amarizc memandang sekeliling dengan keheranan.  Udara mulai dingin dan mulai dipenuhi kabut kelabu.

"Nanti ibu ceritakan.  Ayo kita pulang"

Dengan dibantu ibunya, Amarizc perlahan dan hati-hati berjalan menuju kereta kuda yang sebelumnya digunakan oleh Guaryl dan Nhaxa untuk mendatangi tempat itu.  Sesaat Nhaxa mencium dan memeluk erat sang putri setelah tiba di atas kereta.  Lalu Nhaxa bergegas memacu keretanya dan meninggalkan tempat itu.

Kano pun bergerak kembali menuju seberang telaga.  Menembus kabut yang menyelimuti hutan pinus, perlahan asap kelabu itu pun menutupi jarak pandang, hampir separuh telaga.  Matahari mulai tergelincir, senja mulai turun, dingin telaga sunyi mulai membangkitkan kembali suasana mencekam di sekitar telaga.

RAVENSKA, The Epic of Fairy Tale [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang