29. Dzo

187 22 6
                                    

Chapter 29

Jembatan apung yang dibuat oleh prajurit Madhappa tampak rusak parah.  Beberapa prajurit yang terlempar ke telaga dari hutan pinus yang mengamuk, membuat telaga itu juga bereaksi.  Air berputar sangat cepat.  Jembatan-jembatan apung rusak parah.  Telaga itu menjadi sangat kotor dengan banyak patahan kayu, sampah dedaunan, darah juga jasad prajurit Madhappa yang gugur karena amukan hutan pinus.

Udara jadi tampak kelam dan berdebu.  Angin bertiup kencang.  Di kedalaman hutan pinus, Dzo merasa ketakutan.  Ravenska pingsan.  Ia mengangkatnya dengan tongkat Father Gimra.  Amarizc mengikutinya.  Gadis itu terisak lemah. 

"Ayo Amarizc, jangan melihat kebelakang.   Kita harus segera tiba di istana.  Kita harus mengobati Ravenska." ucap Dzo.

"Ayah ..." Amarizc berbisik lirih.  Dzo terus melangkah dengan tongkat do genggaman, bersama tubuh Ravenska yang terbang mengikuti gerak tongkat.

"Ayahmu ksatria hebat.   Dia akan menang.  Di luar hutan ini akan ada kuda yang bisa kita tunggangi.  Sebaiknya kita bergegas.  Ayo gadis kecil." Dzo seperti berbicara sendiri, tak ada yang menimpali.  Setelah beberapa langkah ia tersadar, ternyata Amarizc tak mengikuti langkahnya. 

Dzo berhenti, lalu menoleh kebelakang.  Ia melihat Amarizc melangkah pelan menuju telaga. Tampak dari kejauhan angin menderu, pohon bergoyang hebat di sana.  Amarizc menyongsong bahaya.

Dzo menurunkan tubuh Ravenska dengan hati-hati.  Dihentikannya kekuatan sihir dari tongkat yang dipegangnya.  Kemudian ia segera berlari ke arah Amarizc.

"Amarizc, berhenti, kita harus segera ke Istana."

"Ayah ..." Air mata Amarizc berlinang membasahi matanya.

"Amarizc, ayo kita ke istana."

"Ayahku dingin."

"Apa?"

Dzo merendahkan tubuhnya dengan bersimpuh.  Wanita itu mensejajarkan wajahnya pada wajah Amarizc.  Mereka saling menatap.  Perlahan mata Amarizc mulai berembun, lalu jatuh setetes air dari kelopak bawah matanya.  Dzo mengerti tatapan mata itu, ia pun tak kuasa menahan kesedihan.  Air matanya mengalir deras.  Didekapnya sekali lagi tubuh mungil Amarizc, erat.  Air mata mereka sama-sama tumpah.   Mata Dzo mengarah pada Ravenska yang masih terkulai tak bergerak.  Air matanya kembali mengalir deras.

Dzo dalam posisinya bersimpuh melepas pelukannya pada Amarizc.  Ia sejenak menoleh kebelakang, melihat Ravenska yang tak sadarkan diri tergeletak di tanah.  Lalu, ia menatap lekat mata Amarizc yang sendu mersimbah air mata.

"Amarizc, bisa aku meminta bantuanmu untuk menjaga Ravenska.  Aku akan pergi sebentar." pinta Dzo pada Amarizc dalam tatapan dan kepercayaan yang dalam.

Amarizc berdiri tegap.  Ia mengangguk pasti.  Lalu pergi meninggalkan Dzo dalam langkah pasti menuju tubuh Ravenska yang terkulai lemah.  Dzo mengamati langkahnya hingga tiba di dekat Ravenska.  Gadis kecil itu memgusap kepala Ravenska, dan menciumnya.  Ia kembali mengalihkan pandangan pada Dzo lalu memberikan tanda sebuah anggukan.  Dzo pun membalas dengan anggukan yang sama.

Cepat Dzo berbalik.  Ia berlari kencang dengan tongkat Father Gimra di tangannya.  Ia mencoba mengingat semua mantra dan cara yang diajarkan Flyege saat latihan.

Tiba dalam jarak dekat dengan pasukan yang sibuk menebang hutan pinus ia berhenti.  Satu pasukan melihatnya.  Ia melesatkan satu buah anak panah pada Dzo.  Dengan sigap, Dzo menangkisnya dengan mantra dan tongkatnya.  Anak panah itu berbalik arah, menyerang seorang pasukan yang tadi menembakkan anak panah tersebut.

Dzo maju lagi beberapa langkah.  Tekadnya bulat.  Ia tak memedulikan keselamatam dirinya. Ia berdiri tegap, dan tegak.  Memegang tongkat dengan kedua tangan.  Mantra-mantra ia lafazkan dengan jelas.  Ia melihat dengan jelas, beberapa prajurit Madhappa bersiap meluncurkan anak panah ke arahnya.  Tetapi ia tak peduli.  Ia hanya berpikir bahwa mantranya adalah satu-satunya harapan menyelamatkan hutan pinus, Ravenska, Amarizc dan istana Adthera.  Airmatanya terus mengalir deras, bersama harapan yang besar, mantra tak henti terucap dari bibirnya.

Udara sekelilingnya mulai bergerak.  Hutan pinus di tempatnya berdiri yang tadinya tadinya bergolak, kini mulai mengeluarkan angin-angin kencang bagai topan yang kuat.  Daun-daun kering di tanah mulai terangkat.  Kerudung jubah coklat yang dikenakan Dzo jatuh ke bahunya, ikat konde rambutnya terlepas.  Rambutnya yang sudah beruban ikut beterbangan.  Matanya nanar menatap ke arah para pasukan Madhappa yang sedang sigap menebang hutan pinus.

Tiba-tiba kayu-kayu hutan pinus yang telah ditebang, terangkat mengambang.  Dzo mengayunkan tongkatnya, kayu-kayu itu pun ikut bergerak dalam arahan tongkat kayu Father Gimra yang ada dalam genggaman Dzo itu.  Kayu-kayu itu segera mengarah pada semua pasukan penebang Madhappa.  Satu persatu mereka terpelanting, dihantam tebangan pohon pinus.  Satu persatu mereka terlempar masuk ke dalam telaga.  Potongan pohon pinus itu pun ikut terbang masuk ke dalam telaga. Lalu air telaga yang masih bergolak, ikut melemparkan tubuh-tubuh pasukan pemanah itu, juga bersama potongan kayu-kayu dan pohon-pohon pinis.

Telaga bergolak hebat.  Sepertinya ia berusaha memuntabkan semua yang masuk ke dalamnya.  Telaga itu seperti berusaha menciptakan ketenangannya sendiri dengan melemparkan semua yang masuk ke dalamnya terlebih manusia-manusia yang tidak ingin ia terima.

Pasukan Madhappa yang belum berhasil menyebrangi telaga tampak kocar-kacir.  Mereka seperti mendapat serangan dari belakang.  Serangan yang cepat, singkat dan efektif.  Pasukan pemanah dan pedang yang dipimpin Rweda telah tiba.  Mereka bergerak cepat dan efektif.  Sebagian besar pasukan Madhappa lari ke arah timur,  mereka mulai meninggalkan telaga.  Sedangkan yang kembali ke hutan mapple di tepi dermaga telah terhadang pasukan Rweda.  Pasukan Madhappa terdesak.

Rweda tiba di dermaga.  Dilihatnya Dzo berdiri terengah dan kelelahan dengan tongkat dalam genggan kedua tangannya.  Ia takjub dengan apa yang telah dilakukannya.  Sekilas ia melihat ke arah Rweda.  Ia terperanjat tak percaya.  Rweda mengirimkan senyuman padanya.

"Kau baik-baik saja?" teriak Rweda bertanya pada Dzo.  Karena jarak mereka yang terbilang sangat jauh.

Dzo mengangguk dan tersenyum.

"Bisakah kau mengeluarkan Flyege dari telaga ini?  Dia tak boleh lebih lama lagi di sana."

"A-aku tak yakin bisa.  Di mana letak tubuh Flyege, aku tak tahu." ucap Dzo.

"Kau pasti bisa.  Angkat tubuhnya dari telaga itu dan arahkan tubuhnya padaku, kau pasti bisa!" seru Rweda.

Tiba-tiba Amaricz muncul di belakang Dzo. 

"Bibi Dzo." Amarizc mengarahkan tongkat Dzo pada satu titik di telaga.

"Amarizc, cucu Gimra, akan mengarakan kekuatan tongkat itu pada ayahnya.  Penglihatan batinnya tajam.  Kau keluarkan kemampuanmu.  Kalian menggerakkan tongkat itu bersama-sama," teriak Rweda.

Dzo dan Amarizc saling pandang.  Lalu mereka melakukan apa yang diinstruksikan oleh Rweda.

Mantra terucap jelas dari mulut Dzo.  Tongkat itu mengeluarkan kekuatannya, Dzo dan Amarizk sempat terhuyung hampir terjatuh.

Tiba-tiba tubuh flyege keluar dari air telaga.  Tubuh kesatria yang sekarat itu terbang melayang.  Rweda dengan gesit dalam lompatan menyambarnya.  Lalu kakinya sempat menyentug air telaga.  Keahlian meringankan tubuhnya membuat pijakan singkat di air telaga bisa mengembalikan kekuatannya untuk melompat.  Rweda dan Flyege kembali ke dermaga.

Rweda melakukan beberapa aksi penyelamatan pada tubuh Flyege.  Ia berusaha mengembalikan kesadaran Flyege.  Mengeluatkan air yang menghambat jalan napasnya.

Beberapa hentakan, Flyege berhasil siuman dari pingsannya.  Ia terbatuk hebat.  Rweda membantunya membungkukkan badan.

"P-paman Rweda?" ucapnya lemah.

"Syukurlah kau kembali, Flyege." Rweda menyambut kesadaran Flyege.

"Nhaxa, Rweda.  Ia ..." Flyege meratap sedih.

"Tenangkan dirimu.  Kau harus segera pulih, kita menang, Flyege.  Lihatlah sekelilingmu.  Pasukan Madhappa lari ke timur.  Mereka semua takluk."

Flyege menghela napas lega.  Lalu tiba-tiba ia tersentak.

"Ravenska?" Flyege bersiap berdiri untuk menyebrang telaga.  Rweda menahannya.

...

Bersambung ...




RAVENSKA, The Epic of Fairy Tale [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang