Chapter 2
NHAXA, GUARYL DAN AMARIZC"Semua ini karena Kau, Guaryl. Jika Kau tak pernah mengajak Kami ke tempat itu ..." Nhaxa terisak sambil menutup wajah.
Guaryl tak menimpali kata-kata Nhaxa. Ia tak bicara sambil melangkah pelan ke arah ruang tidur Amarizc. Banyak sekali gambar-gambar tertempel di dinding kamar itu.
Amarizc, gadis berusia lima tahun ini sangat gemar berenang dan menggambar. Hasil karya gambarnya di atas kulit kayu, yang ia tempelkan di dinding, selalu berhubungan dengan air. Ada gambar sungai tempat ia sering berenang, ikan, rakit, air hujan, air terjun, air tumpah, semangkuk sup, segelas teh, dan sebagainya. Namun sebelum mereka berangkat berlibur kemarin, Amarizc justru menggambar seekor burung. Berkepala tak begitu besar namun didominasi dengan paruh yang besar, badan yang pendek, dan ekor yang kecil seperti pita menjuntai tak terlalu panjang. Ia mengatakan itu burung Phoenix. Walau itu tak sama sekali mirip Phoenix.
***
"Ayah, apakah kau mengijinkan jika aku menjadi Phoenix?" Amarizc menunjukkan gambar burung oranye itu pada ayahnya.
"Mengapa kau ingin menjadi Phoenix?" Pertanyaan Amarizc dijawab dengan kalimat tanya oleh ayahnya.
"Aku ingin dapat terbang tinggi, melesat cepat seperti Phoenix, dan aku juga ingin air mataku jadi ... air mata ... AJAIIIBBB" Gadis kecil itu mengakhiri kalimatnya sambil berlarian di seluruh penjuru kamar, dengan kedua tangannya mengepak seperti burung, lalu berputar mengelilingi ayahnya. Dan secepat kilat Guaryl menangkapnya, meletakkan di pangkuan lalu duduk di tepi dipan kayu milik Amarizc. Tawa mereka berderai, bersahutan.
"Bukankah air matamu saat ini sudah sangat ajaib?" Amarizc terkesima dengan pertanyaan ayahnya. Ia langsung menyimak kata-kata yang keluar dari mulut ayahnya, dengan tatapan antusias. "Benarkah, Ayah?".
"Kau bisa mendapatkan apa pun yang kau minta dari ibu, dengan air matamu. Kau menangis, maka ibumu akan memenuhinya. Begitu bukan?". Sebuah kecupan hangat mendarat di kening perempuan mungil, berambut ikal sebahu yang ia biarkan terurai. Guaryl memberi tatapan penuh cinta.
"Ayaaahhh" Amarizc merasa tertipu, ia menyembunyikan wajah yang bersemu malu di dada ayahnya. Guaryl pun memeluknya dengan erat.
***
Guaryl tak dapat menahan air mata yang mengalir hangat di pipi saat lintasan ingatan itu singgah di benaknya. Lukisan terakhir Amarizc itu masih tergeletak begitu saja di meja kayu usang, disudut kamar.
"Guaryl bersihkan dirimu. Aku belum menyetujui, kau yang akan menggantikan Amarizc." Nhaxa tiba-tiba muncul dari pintu kamar berjalan mendekat dan ikut berdiri di dekat meja tua milik amarizc. Ditatapnya wajah Guaryl yang berdiri disampingnya. Tergambar raut lelah, payah dan kesedihan yang amat sangat.
"Maafkan kata-kataku tadi, sayang." Nhaxa menggenggam tangan Guaryl yang sejak tadi hanya berdiri diam menatap lukisan phoenix putrinya.
Guaryl menolehkan pandang ke arah Nhaxa. "Maafkan aku."
"Tidak Guaryl, kau tak bersalah. Ini bukan sepenuhnya tanggungjawabmu. Ini sebuah musibah yang harus kita pecahkan bersama-sama.". Jemari lentik Nhaxa mengusap air mata Guaryl.
"Mandilah, bersihkan dirimu. Aku akan masak sup untuk menghangatkan tubuh kita. Lalu kita bahas apa rencana kita selanjutnya.". Nhaxa berbicara dengan senyum yang hangat. Ini sedikit memberi rasa lapang pada gundah yang dirasa Guaryl.
Guaryl mengangguk membalas senyumnya seraya membelai pipi Nhaxa dengan punggung jarinya. Kemudian ia pun berlalu meninggalkan istrinya.
___________
NHAXA DAN GUARYL
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVENSKA, The Epic of Fairy Tale [TAMAT]
FantasyPutri tunggal Raja Adthera, Ravenska, menghilang. Dia, satu-satunya yang bisa diharapkan menjadi pembebas bagi rakyat Adthera. Ternyata Ravenska mendapat kutukan. Menjadi manusia bertubuh burung gagak, yang tersembunyi dalam hutan pinus terkutuk...