24. FLYEGE vs RAVENSKA

181 20 0
                                    

Chapter 24

"Dengar Flyege.  Kau tak perlu merasa bersalah dengan apapun.  Sebagai seorang teman, aku hanya berharap seorang putra Gimra-lah yang nantinya akan mengembalikan kebahagiaan rakyat, Adthera.  Tak ada yang lain."

"Putri Raya Muayz, Aku ...."

"Tenanglah, Flyege.  Aku baik-baik saja.  Kita pernah berguru bersama di tanah ksatria, Kwahdi.  Kau tentu tahu, seorang ksatria harus mampu melepaskan keinginan pribadinya untuk kepentingan rakyat dan bangsa.  Rakyat Adthera menunggu semangat para Ksatria.  Aku yakin, mereka, semua ksatria yang masih berada diluar, menunggu komando darimu, Flyege.  Kau bukan Adthera saat ini.  Tapi tenanglah, aku masih mempercayaimu seperti seorang sahabat."  Suara Ravenska terkesan berat penuh kewibawaan.

"Sebagai ksatria dan sebagai putra Gimra, aku rela mengorbankan apapun demi Adthera.  Menikah adalah yang tersulit. Aku mencintai istri dan anakku, karena itu kehormatanku sebagai laki-laki.  Namun, satu hal yang tak bisa dipungkiri dari diriku sebagai seorang pria," tatapan mata Flyege sejurus pada mata Ravenska, "a-aku pun menyayangimu.  Ini perasaanku sejak dulu ...."

Ravenska merapatkan mata.  Kepalanya menggeleng, seakan ingin menepis sesuatu melekat di benaknya.

"Tinggalkan aku, Flyege.  Sekarang!"

Flyege bergeming.

"Aku mohon!"

"Maafkan aku, Ravenska."

Ravenska melepaskan tangannya dari genggaman Flyege yang mulai melemah.  Ia berjalan menjauhi Flyege dan membuka pintu kamar selebar mungkin, lalu mempersilakan Flyege untuk keluar.

"Selamat tinggal, Flyege."

Flyege terdiam, matanya mengecil dan keningnya berkerut.  Beberapa saat ia menatap perempuan gagak itu dengan sendu sebelum beranjak pergi.  Langkahnya lemah melewati sahabat masa lalunya.  Raveska merapatkan pintu pasca kepergian pria itu, dan segera menguncinya.

Ravenska merunduk dan merapatkan keningnya di daun pintu. Matanya terpejam.  Kaki tak mampu lagi  menahan tubuhnya yang kehilangan harapan.  Perlahan tubuhnya merayap ke bawah hingga ia terduduk di lantai.  Perih merayapi hidung dan mata hitamnya.  Air mata jatuh tak terbendung mengalir menelusuri paruh. 

"Aku gagak, hingga akhir hidupku?  Ayah... Izinkan aku tetap menjaga kehormatanku."

Sementara itu, Flyege masih terdiam di luar kamar.   Flyege bersandar di samping pintu kamar Ravenska.  Ia menatap sekeliling ruang tempat ia berdiri.  Ruangan tempat berkumpulnya keluarga.  Sejak kecil Flyege memiliki akses pada hampir seluruh di istana karena kedekatan Father Gimra dan Raja Muays.  Flyege kecil dan Ravenska kecil terbiasa bermain bersama di ruang ini.  Sekarang semua berbeda.  Istana Adthera banyak ruang-ruang sepi.  Sama seperti rasa sunyi hatinya saat ini.

Merapatkan mata, dan menyenyitkan dahi, ia merasakan sesak di dada dan ulu hatinya.  Ia mencoba mengatur napas yang terasa begitu berat.  Pangkal hidungnya nyeri, mendesak bola mata.  Ia menengadah menatap kosong ke arah langit-langit, mencegah air yang akan tumpah.  Flyege menahan kesedihannya,  ia menahan tangis.

...

Pagi itu, di sekitar istana udara tampak cerah.  Ravenska baru saja selesai melakukan perawatan pada kebun mawarnya.  Beberapa tangkai mawar ia petik untuk mengganti bunga-bunga di jambangan pada beberapa ruang di istana.  Ia terbang rendah melewati Flyege yang sedang berlatih beberapa jurus duelnya. 

Flyege menghentikan latihannya sejenak, untuk penghormatan.  Ravenska mengabaikannya.  Ia terbang mengitari istana memantau keadaan sekitar di pagi hari, lalu berhenti dan bertengger di menara tempat ia bisa memberi makan gagak-gagak kecilnya.  Dzo telah menunggu di sana dengan memeluk wadah berisi ikan-ikan kecil.

"Dzo, kau sudah di sini?"

"Ya, Yang Mulia.  Saya ingin menyampaikan pada Anda, sesudah memberi makan gagak-gagak ini, kita akan berkumpul di ruang utama."

"Oh, untuk apa?"
Ravenska mengambil beberapa ikan dari wadah dalam pelukan Dzo.

"Flyege akan melaporkan strategi perang yang akan dijalankan Rweda dan Pierce."

"Kau saja yang menerima laporan itu, Dzo."

"Tidak bisa, Ravenska.  Ini menyangkut Adthera.  Banyak hal penting yang ...."

"Baik, Dzo. Aku akan datang."  Ravenska memotong kata-kata Dzo yang siap menceramahinya.  Ratu Adthera itu terbang menjauh.  Ia meninggalkan pekerjaannya --memberi makan gagak-gagak kecil--yang belum selesai ia kerjakan.

Beberapa saat kemudian, Flyege dan Dzo sedang berbincang di ruang utama istana Adthera.

"Kau mengenal Paman Rweda, Dzo?"
"Ya aku memgenalnya.  Sulit untuk tidak mengenal ksatria-ksatria yang hebat di sekitar ayahmu, Gimra."

"Kau tahu, Dzo.  Saat aku menyebut namamu, kulihat bahasa tubuhnya sedikit berbeda."

"Oh, ya? Berbeda seperti apa?"

"Aku rasa ada sesuatu di antara kalian.  Apa dia menyukaimu, Nyonya Dzo?"

"Hahaha, mengapa kau menyimpulkan seperti itu?"

"Karena dia menyembunyikan senyumnya saat aku menggodanya."

"Oh, ya? Hah Rweda.  Semoga dia baik-baik saja."

"Aku penasaran Nyonya Dzo.  Apa apa di antara kalian?"

"Jika kau ingin tahu? Tanyakan padanya."

"Kalian berdua sama saja Nyonya, Dzo."

Flyege dan Dzo tertawa bersama.  Saat itu pula Ravenska terbang masuk melalui jendela, lalu duduk di singgasananya.

Ravenska kali ini tampak gugup berada di depan Flyege.   Begitu pula pria itu.  Namun, ketika Flyege sudah mulai melaporkan strategi mereka, keduanya tampak sangat serius.

"Kau yakin pasukan Madhappa akan keluar begitu saja menuju hutan ini tanpa melakukan sesuatu pada tahanan yang sedang bekerja di tambang.  Lalu, bukankah Madhappa memiliki penyihir-penyihir kejam.  Aku masih terlindungi di sini karena kutukan Father Gimra melindungiku dari hal-hal semacam itu."

Kening Flyege mengkerut.  Berfikir keras, bahwa pertimbangan ini memang terlewat dari perkiraan Rweda dan dirinya.

"Kau benar.  Kenyataannya kita Adthera tidak memiliki kekuatan sihir sekuat Madhappa.  Kami bangsa elf sejak melepaskan diri dari ras peri, tak lagi memiliki kekuatan itu.  Kecuali ayahku dan tongkatnya."

"Tongkat Father Gimra ada padaku.  Tapi kemampuanku menggunakannya sangat ..., Yah kalian tahu." Dzo menyela.

"Bagus.  Aku akan mengajarkannya padamu.  Pasti ada buku cara menggunakan tongkat itu di ruang Ayahmu, atau di perpustakaan istana ini.  Dulu waktu kecil aku pernah melihatnya.  Aku ingin membaca buku itu dan ayahku melarang."

"Kau, akan mencarinya bersama Ravenska, Flyege.  Kalian bisa sambil mengenang saat masa kecil bersama, bukan?"

"Dzo! Memahami tongkat Father Gimra, menjadi urusanmu dan Flyege.  Aku menunggu hasilnya." Ravenska berucap tegas.

"Ravenska benar, Dzo. Kita akan mencarinya bersama.  Dan Kau, Ravenska ..."

Ravenska menoleh.
"Aku akan melatihmu beberapa jurus baru yang terakhir diajarkan ayahku padaku ketika di hutan.  Kau juga perlu berlatih kecepatan gerak."

"Berikan aku buku jurus baru itu, lalu, aku akan belajar sendiri."

"Tidak bisa Ravenska.  Belajar sendiri tidak membawa peningkatan yang baik untukmu.  Besok pagi kita berlatih di lapangan eksekusi."

Ravenska mengalihkan pandangannya dengan malas menghindar dari Flyege.  Ksatria itu hanya mampu menelan saliva, merasa tak enak hati ia hanya menunduk.

Bersambung...

Terima kasih sudah membaca sampai sejauh ini.

Ingin rasanya kasi hadiah. 😍

RAVENSKA, The Epic of Fairy Tale [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang