Coretan Kecil

40 4 0
                                    

Sore ini langit tampak berseri. Aksa berjalan kaki di sepanjang Jalan Slamet Riyadi. Sesekali berhenti mengabadikan beberapa objek melalui lensanya.

Itulah yang ia lakukan setiap sore. Berjalan menyalurkan hobi. Dan berhenti di taman dekat rumahnya. Sesampainya di taman ia mengamati anak anak yang sedang bermain. Mereka tertawa lepas. Tanpa beban dihidupnya.

Tanpa sadar ia tersenyum. Anak anak itu mengingatkannya pada seseorang. Yang entah mengapa orang itu sudah lupa padanya.

Aksa duduk di salah satu bangku kosong. Ia mulai sibuk dengan kameranya. Ditengah kesibukannya seorang anak perempuan menghampirinya.

"Abang ganteng sendirian?" Tanyanya polos

"Iya adek manis, kenapa?"

"Kirain abang temannya kakak yang di sana itu. Soalnya kakak itu juga sendiri."

"Bukan dek, abang nggak tahu siapa yang kamu maksud."

"Kakak itu lagi nangis, abang nggak mau menghibur dia? Tiap hari datang ke sini terus nangis."

Lah terus gue peduli, gumamnya dalam hati.

"Oh ya ayo kita lihat."

Aksa dan anak itu pergi ke tempat gadis itu. Namun mereka sudah tidak menemukan siapapun. Yang mereka dapati hanya sebuah lipatan kertas. Aksa membuka kertas itu. Terdapat tulisan di sana.

Langit mengapa kau secerah ini
Apa kau tak mengerti
Ada satu hati di bumi
Yang tak pernah berseri
Gundah selalu meliputi
Resah selalu menyelimuti
Gelisah selalu dihati
Tidakkah kau mengerti?
Aku di sini sendiri
Hanya berteman pena dan imajinasi
Hanya merasakan ilusi
Tentang hadirnya pendamping diri

Z.H.M

***

Hari ini Ara datang lebih pagi ke sekolah. Ia berharap bisa bertemu dengan seseorang yang mungkin bisa menjadi teman barunya. Walau mustahil tapi ia ingin.

Baru mau masuk ke kelas seseorang dengan suara klasik memanggil.
"Ara!!! Tungguin!"
Ara dapat dengan mudah mengenali suara itu. Toh hanya dia teman satu satunya di sekolah.

Ara berhenti dan menunggu. "Cepetan dong kalau suruh nungguin!"

"Yaelah Ra, baru juga pagi udah lari lari. Tumben lo udah datang? Berangkat bareng bokap? Eh gimana puisi lo? Udah lo buat? Udah ketemu Aksa? Ra kok diam aja? Jawab dong!"

"Lo nanya apa pidato? Nggak tau lah! Mau ke kelas."

"Jadi gimana sama poetry series? Lo udah ketemu Aksa?" Tanya Alya

"Kenapa harus ketemu Aksa?"

"Lo pikun ra? Kemaren kan udah gue kasih tahu. Lo mesti bikin puisi tentang suatu objek. Nah objek itu adalah sebuah foto. Nah yang ambil fotonya itu si Aksa. Lo mesti rundingan sama dia. Kayak gimana enaknya. Gimana sih ra masak lupa?" Jelasnya.

"Gue nggak tau orangnya. Nggak berani juga."

" Please deh ra. Lo tuh ya kapan sih berani ngomong sama orang? Pantes aja cuma gue yang jadi teman lo dari dulu."

"Nggak tahu ah pusing gue."

"Gini aja lo gue anterin ke kelasnya. Tapi lo mesti ngomong sendiri ya."

"Emt, iya deh."

Mereka pun melanjutkan perbincangan mereka. Hingga sampailah ia di kelas Aksa. Dari jendela Alya menunjukkan orang yang bernama Aksa.

Ara memperhatikan orang itu. Ia tampak sedang membaca sebuah kertas berwarna biru.

Ara merasa tidak asing dengan kertas itu. Ia menggigit bibir bawahnya. Dan berlari meninggalkan Alya.

Nafas Ara terengah karena berlari. Ia mencoba mencari sesuatu di tasnya. Ia mencarinya di setiap sudut tasnya. Namun tidak menemukan kertas itu.

"Sorry lo yang namanya Ara?"

Glodak!!! Seketika tas yang di pegang Ara jatuh karena kaget.

"Iiiyy..iyyaa.. Kenapa?"

"Gue Aksa dan lo gue tunggu di taman nanti pulang sekolah."

Aksa langsung pergi meninggalkan Ara. Sedangkan Ara masih tidak berkedip menatap kepergian Aksa

***

Hai hai....
Makasih udah mau mampir
Minta krisar dong

Salam
Santy

Aksara Dalam AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang