Jika kalian bertanya kelas mana yang paling ramai di SMA Bhakti Mulia, maka dengan segera para guru akan menjawab 11 IPS 1. Mengapa demikian? Jawabannya sederhana. Cukup dengan melihat suasana kelas saat pergantian jam pelajaran seperti sekarang ini.
Yang perempuan ada yang sibuk mengecat kuku di pojokan kelas. Ada yang ngrumpi soal oppa oppa korea di bagian tengah kelas. Ada pula yang menyatok rambut tak jelas. Hanya sedikit yang membuka buku. Itupun karena dijadikan penutup wajah karena tertidur.
Itu baru kelakuan siswa perempuan, belum siswa lelakinya. Lihat saja, ada yang bermain ABCD macam anak SD, ada yang sibuk PDKT, ada yang main monopoli, dan tak sedikit yang bernyanyi tak jelas diiringi gitar.
Percaya aku takkan kemana mana
Aku kan selalu ada
Temani sampai hari tua
Percaya aku takkan kemana-mana
Setia akan ku jaga
Kita teman bahagiaTerdengar lagu teman bahagia mengalun asal dari mulut Aksa, sedangkan disampingnya Dayat tak kalah awut-awutan memainkan gitarnya. Lalu yang lainnya ikut nimbrung tak karuan.
Itulah yang mereka lakukan di pergantian jam, jadi bayangkan jika ada jam pelajaran yang kosong, bisa lebih ramai kelas itu melebihi pasar klewer.
Saat tengah bernyanyi tak jelas itu ponsel Aksa bergetar menandakan pesan masuk. Ia ingin membukanya tapi Bu Tuti sudah keburu masuk kelas, sehingga ia mengurungkan niatnya.
Waktu berputar sangat lama bagi Aksa, terlebih yang dihadapinya matematika dan suara diperutnya menggema bagai bedug di mushola.
Diliriknya Dayat tampak tak jauh berbeda dengan dirinya. Ia bahkan terlihat lebih tersiksa karena peluh membanjiri dahinya menahan rasa laparnya.
Gawat nih anak kalau pingsan, batinnya.
Akhirnya bunyi kemenangan itu berdering mesra di telinga Aksa. Ingin ia melonjak dan berlari menuju surga sekolah. Tapi guru angka dikelasnya tak juga pergi. Ia pun nekat pergi melesat, di ikuti Dayat yang sudah hampir sekarat.
"Soto dua sama es teh manis buntin!" Seru Dayat mendahului Aksa. Aksa hanya menggeleng melihat itu. Tak lama para siswa berdatangan meramaikan surga sekolah itu.
Ditangkapnya sosok yang baru saja masuk ke sana. Siswa dengan badan agak berisi itu, pasti keributan akan tecipta disitu. Aksa sudah memasang kuda-kuda. Tapi begitu siswa itu sampai ditempatnya, ia hanya diam seolah tak bernyawa.
Aksa dan Dayat saling bertukar pandang. Lalu sama-sama menghendikkan bahu. Dan melanjutkan upacara penebusan lapar mereka.
Tak lama dua siswa bergabung lagi dengan mereka. Yang satu sibuk makan cemilan, yang satu asyik dengan buku di tangan.
Aksa dan dayat bertukar pandang lagi. Lalu sama-sama tersenyum. Mereka merasa heran namun juga tidak peduli dengan keadaan.
"Huaakkk!!" Sendawa Dayat mengakhiri keheningan. Hal itu sukses membuat Dayat mendapat dua toyoran di kepalnya.
"Jorok lo!" Ucap Alya setengah berteriak.
"Nggak sopan level kabupaten itu mah al!" Tambah Mega.
"Lah kalian berdua kenal? Sejak kapan dah?" Tanya Aksa.
Keduanya tampak salah tingkah. Bingung ingin menjawab apa. "Ehm... Itu... Gue tahu Alya pas di ruang OSIS. Waktu itu dia tanya soal poetry series." Kilah Mega yang diikuti anggukan Alya.
Sementara Ara hanya menjadi pendengar setia. Sekilas ia melirik Aksa sambil tersenyum tipis. Sangat tipis bahkan semut di samping sikunya tak melihatnya.
"Kenapa jadi macem Ara lo ga, temen lo yang manis itu mana?"
"Dia nggak masuk nih, sumpah gabut gue nggak ada temen ngoceh."
"Kenapa nggak masuk?" Giliran Aksa yang bertanya.
"Dia sa.... Eh ada urusan sama keluarganya di Bandung."
"Berapa hari dia di Bandung? Lama nggak?"
"Belum tahu, emang kenapa?"
"Bilang sama dia jangan lama-lama bikin kangen dan gundah gulana Aksa." Jawabnya yang diiringi tawa mereka.
Ara menunduk mendengar jawaban itu. Entah itu candaan atau kenyataan nyatanya itu sukses membuat Ara berkecil hati. Ia langsung bangkit meninggalkan kantin.
Mungkin ini yang dinamakan cemburu. Gemuruh memburu yang mendera kalbu. Rasa kalut dalam hati yang membelenggu. Yang tanpa menunggu mampu menjadikan sosok lain dirimu.
Sementara Alya, Aksa, Dayat, dan Mega tampak bingung dengan sikap Ara. Tiba-tiba Alya melempar Aksa dengan bekas sedotan.
"Apaan?"
"Poetry series minggu ini belum kalian bikin!"
Aksa menepuk jidatnya. "Mampus, gue! Bisa kena semprot anak OSIS nih." Aksa lantas bangkit menyusul Ara.
Aksa berjalan menyusuri koridor. Langkahnya terburu, mencari sosok itu. Sosok yang membuatnya ragu. Dipandanginya satu-satu siswa yang melintas di sisinya. Atau pun di sudut sekolah, tapi nihil.
"Bisa mampus nih kalau telat, mana sih tuh anak? Lari cepet banget. Kalau nggak inget ini bisa bikin nilai bahasa dan seni gue naik nggak bakal gue ambil pusing."
Nilai seni yang tinggi memang menjadi prioritasnya saat ini. Lama mencari, ia berhenti tepat di depan kelas 11 IPS 2.
Lah jadi keinget nona manis.
Ia melirik kelas itu sejenak. Kepalanya menyembul di depan pintu. Berharap Ara ada di sana.
Kali aja tuh anak ngumpet di sini. Ehh tapi mustahil deh.
Akhirnya ia berjalan menuju kelasnya. Bodo amatlah, itu akan ia fikirkan nanti. Sekarang ia ingin melanjutkan konsernya di kelas.
Sementara itu, Ara di balik pintu kelas 11 IPS 2 masih menahan nafas. Dari tempat persembunyiannya itu, ia dapat melihat Aksa yang tengah kebingungan mencarinya.
Sebenarnya ia tadi ke kantin ingin menbicarakan poetry series dengan Aksa. Tetapi mendengar ucapan Aksa tadi, yang entah candaan atau keseriusan cukup membangkitkan perasaan asing di dadanya. Rasa asing yang membuat nafasnya naik turun.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Dalam Asa
General FictionTentang Ara dalam diamnya. Tentang Asa dengan segala keceriaannya. Dan tentang Aksa diantara keduanya. Tentang 3 orang berbeda pribadi yang berada dalam satu rasa. Apa yang akan terjadi pada mereka? Mari kita simak sama sama kisahnya.