Ninda Asa Nurani

24 4 0
                                    

"Hai kenalin Ninda Asa Nurani kelas 11 IPS 2." Gadis itu menjulurkan tangannya sambil tersenyum.

Aksa hanya melongo menatap Asa. Tanpa memperkenalkan diri, ia sudah tahu bahkan kelewat tahu siapa gadis yang ada di depannya. Gadis manis berlesung pipit yang selalu memenuhi benaknya.

Aksa masih terpaku tak percaya. Bahkan ia tak menyambut tangan Asa. Melihat ekspresi Aksa, Asa melambaikan tangannya di depan muka Aksa.

"Lo beneran Aksa kan? Kok lo malah bengong sih, ada yang salah?"

"Eh maaf kaget saja tiba-tiba disamperin gadis manis," Aksa berusaha menyembunyikan kegugupannya.

"Nama lo Dimas Aksa Priangga anak kelas 11 IPS 1 kan?"

Aksa mengangguk, "kenapa?"

"Maaf lancang biasanya gue liat lo ngabisin waktu di sini bareng teman lo tapi hari ini lo sendiri jadi lo nggak keberatan kan kalo gue nemenin lo?"

Iya memang Asa sering melihat Aksa bersama temannya menghabiskan waktu di taman. Ia tahu tentang hobi fotografinya. Ia tahu Aksa sering memperhatikannya. Ia juga tahu kalau Aksa suka mengambil gambarnya ketika ia sedang bercengkrama dengan temannya.

"Makasih udah mau nemenin. By the way lo tahu nama gue darimana?"

"Dari mading hehe."

Aksa mengangkat satu alisnya, "lo suka baca mading?"

"Suka apalagi poetry series, edisi favorit itu. Gue lihat foto lo juga, ya... nggak jelek jelek amat sih."

"Bisa aja lo."

"Ya bisa lah, apa sih yang gue nggak bisa," Asa tertawa, "kenapa lo sering ngabisin waktu di sini ketimbang di kantin?"

Karena ada lo, katanya dalam hati.

"Di sini enak bisa nyegerin mata gue yang kusut gara-gara liat angka atau kata. Atau bisa ngademin hati yang panas."

"Namanya juga sekolah yang dilihat ya angka sama kata. Kalo yang lo liat benang sama jarum itu namanya jahit."

"Gue tuh senangnya liat objek buat di foto."

"Contohnya gue?"

Deg, hati Aksa mencelos ketika mendengar itu. Semoga Asa tidak tahu kalu ia suka mengambil gambarnya.

"Nggaklah, yang ada mendidih gue ngambil foto lo."

"Tinggal di masukin mienya, tunggu 5 menit terus di angkat."

"Jadilah puisi yang indah."

"Hahahaha!!!" Mereka menertawakan kekonyolan mereka.

"Aksa hari minggu ada acara nggak?" Tanya Asa

"Enggak kayaknya kenapa?"

"Mau minta tolong fotoin gue. Foto lo kan lumayan bagus. Ya 80 lah kalau dinilai."

Jangankan besok sekarang pun ia mau melakukannya. "Ok! Dimana?"

"Di daerah Karanganyar. Nanti gue kabarin lagi."

"Siap bos!"

Percakapan mereka berlanjut sampai bel istirahat berakhir. Percakapan pertama yang mengawali penantian panjang Aksa. Percakapan pertama yang terlalu biasa bagi Asa. Dan percakapan yang membuat sosok lain di ujung taman meremas kertas dalam genggamannya.

***

Semilir angin masuk melalui jendela di sebuah kamar bernuansa biru. Hawa sejuk begitu terasa di sana ditambah aroma lemon yang menyegarkan.

Berbagai bentuk doraemon memenuhi kamar itu. Ada pula beberapa goresan pensil dengan berbagai bentuk menghiasi dindingnya. Lagu ever enough dari A Rocket to the Moon terdengar nyaring di kamar itu.

"I will always be yours for ever and more," terdengar seorang gadis menyanyi lagu itu di balik kamar mandi. Saat tengah asyik bernyanyi tiba-tiba musiknya berhenti.

"Sayang cepetan mandinya." Ucap seorang lelaki di kamar itu.

"Iya pa sebentar lagi." Sahut gadis itu.

Beberapa menit kemudian seorang gadis berlesung pipit keluar dari kamar mandi. Ia langsung berganti pakaian lalu mengambil notenya. Lantas ia menuju lantai bawah.

Di sana sudah menunggu seorang lelaki setengah baya yang begitu berwibawa. Pak Andre, begitu ia disapa.

"Hari ini mau papa anterin kemana sa?"

"Ke Ungaran ya pa tapi ke rumah Mega dulu."

"Siap nona manis!"

Mereka lalu menuju rumah Mega, sahabat Asa di sekolah. Rumahnya tidak terlalu jauh. Sehingga tidak terlalu lama untuk sampai di sana.

Sampailah mereka di sebuah rumah sederhana namun tampak asri. Di sana berdiri seorang gadis dengan badan agak berisi yang terlihat sibuk dengan berbagai cemilan di tangannya.

Begitu melihat kehadiran sebuah mobil hitam yang sangat dikenalinya ia langsung bergegas masuk.

"Pagi Om Andre, pagi Ninda Asa." Sapanya.

"Pagi juga, hari ini kita ke Ungaran kamu nggak lupa kan?"

"Lupa hehe, note gue hilang."

"Aduh kok hilang sih itu kan daftar travelling kita Mega!"

"Tenang aja deh gue inget kok. Hari ini kita ke Dieng kan. Minggu depan kita ke Kragilan. Minggu depannya ke Sarangan. Minggu depannya lagi ke Pantai Klayar."

"Iya kalau nggak gue cancel."

"Kenapa? Lo nggak kehabisan duit kan?"

Pertanyaan konyol, bagaimana mungkin seorang Ninda Asa Nurani kehabisan uang. Papanya seorang pengusaha dibidang perhotelan yang cukup diperhitungkan di Indonesia. Mamanya seorang ilustrator yang handal.

"Enggaklah!"

Sepanjang perjalanan mereka asyik bercengkrama. Banyak hal yang mereka bicarakan.  Dari hal penting sampai hal yang sangat tidak penting. Hingga tak terasa mereka pun tiba di daerah Ungaran. Candi Gedung songo begitu nama untuk tempat wisata itu.

Candi Gedung Songo, candi yang terletak di pegunungan Ungaran. Menawarkan pesona alam yang memanjakan mata pengunjung.

Hawa pegunungan yang sejuk menambah pengunjung betah berlama-lama disini. Asa dan Mega sangat menikmati suasana di sini. Rasanya mereka ingin pindah tinggal disini.

Kompleks candi yang cukup luas tak membuat mereka gentar untuk melihat setiap sudutnya. Hingga suara panggilan dari ponsel Asa menghentikan langkah mereka.

Dimas Aksa is calling

***

Hai hai...
makasih udah mau mampir di ceritaku yang gaje ini
Jangan lupa follow ig ku ya @poetrysanty

Salam
Santy

Aksara Dalam AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang