Sisi lain Ara

22 3 0
                                    

Senja menjelma di langit Surakarta. Lampu kota mulai menerangi jalan raya. Kendaraan yang berlalu lalang kian berwarna. Mengingat ini malamnya anak muda. Suasana kota begitu kentara.

Angin berhembus cukup kencang, namun tak menyurutkan niat Aksa untuk pergi ke sana. Ke tempat gadis yang belakangan ini mendampingi Asa di benaknya. Iya dia adalah Ara.

Gadis yang ia kenal lewat poetry series itu. Ia bertekad mengenal Ara lebih dekat lagi. Sebagai teman apa salahnya, pikirnya.

Ia ingin menemaninya mengusir kesendiriannya. Ia ingin bersamanya memahami rasa yang menjadi misteri di hatinya.

Aksa melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Pelan asal sampai toh rumahnya juga tetap di sana tidak kemana-mana.

Konsentrasinya terpecah oleh getaran di sakunya. Ia lalu menepi dan mengecek ponselnya.

Gue tunggu di taman kompleks, pop-up pesan Asa terpampang di sana.

Kenapa waktunya nggak tepat sih sa, gumamnya.

Dengan malas ia melajukan motornya ke taman kompleks. Ia harus mengambil jalan memutar untuk sampai ke sana.

Sepuluh menit berlalu ia sampai di taman kompleks tempat Asa menunggu. Ia dapat menemukan dua orang gadis yang tengah bersendau gurau. Khas Asa yang tidak dapat diam dimana pun tempatnya.

Tawa menggema dari mulut Asa, membuat hati Aksa berdesir. Lama mengaguminya tapi baru sebentar mengenalnya. Desiran itu semakin bertambah tatkala Asa datang menghampirinya.

"Kok udah sampai sih? Bukannya jarak rumah lo lumayan jauh ya dari sini?"

"Ehm, tadi gue..." Aska tergagap, "Gue...."

"Lo mau pergi? Terus gara-gara pesan gue jadi kesini dulu?" Tebaknya. Aksa mengangguk.

"Mau kemana?"

"Ke tempat Ara." Jawabnya singkat.

Entah mengapa ada perasaan aneh dihati Asa. Asa tersenyum samar. "Gue ikut."

Belum sempat Aksa menjawab Asa sudah menarik tangannya. Ia menyeret Aksa. "Mega gue pergi duluan!" Serunya sambil melambaikan tangan pada Mega. Mega hanya membalasnya dengan mengacungkan jempolnya.

Ada rasa tak terima didiri Asa begitu tahu Aksa ingin ke rumah Ara. Namun disisi lain ia juga bahagia. Ia ingin tahu untuk apa Aksa menemui Ara. Jadilah dengan cepat ia memutuskan ikut dengan Aksa.

Hening tercipta diantara keduanya. Tak ada yang berniat memecahnya. Suara motor Aksa menjadi back song mereka kali ini.

Tibalah mereka di rumah Ara. Panti Asuhan Mutiara, begitu tulisan yang tertulis disana. "Nggak usah kaget," kata Aksa.

Asa hanya diam mematung. Ia memang tidak kaget Aksa membawanya ke sini. Ia hanya gugup. Ia menarik nafas pelan.

"Lo duluan deh Ak, gue ada perlu bentar."

"Apaan? Ak?"

"Iyalah, orang panggilan kita sama. Ntar kalo gue bilang sa juga sama aja manggil diri sendiri."

Aksa hanya ber oh ria menanggapinya. Lalu ia meninggalkan Asa. Ia sejujurnya bingung ingin melakukan apa. Ada perasaan ragu ketika Asa ikut dengannya.

Ia mengetuk pintu. "Assalamualaikum." Serunya. Namun tak ada sahutan. Ia mencobanya lagi. Tetap sama hasilnya. Ia memutuskan untuk menunggu. Mungkin sedang pada sibuk.

Tak berselang lama pintu terbuka. Menampilkan sosok yang Aksa fikirkan. Seorang gadis dengan terusan toska, rambut kucir kuda dan berkaca mata yang menjadi khasnya.

Aksara Dalam AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang