Perasaan Aneh

28 2 0
                                    

Perpustakaan adalah surga bagi Ara di sekolah. Tempat yang sunyi, suasana yang tenang, dan aroma khas dari buku yang menjadi sumber kehidupan baginya.

Dipandanginya ruangan itu, sepi seperti tak berpenghuni. Sudah menjadi ciri khasnya bukan. Tiba-tiba timbul dibenaknya, apa yang salah dengan perpustakaan, kenapa tempat edukasi ini begitu sunyi. Bukankah segala ilmu bisa diperoleh disini.

Ara menyimpan kembali pertanyaan itu dihatinya. Diraihnya salah satu buku di rak sastra. Lalu ia duduk di dekat jendela. Membaca sekilas buku itu, namun ia teringat sesuatu hingga  ia malah mengambil kertas dan pena.

Tangannya dengan lincah menari di atas kertas. Terkadang ia mencoret kata yang ia rasa kurang pas. Lima menit berlalu, ia menyelesaikan tulisannya dan menyalinnya di kertas biru kesukaannya.

Fajar di ujung pagi mulai menepi
Semburat jingga menambah keelokan pagi
Bersama perasaan asing yang merasuk di hati
Tumbuh bersama rasa yang membuncah di hati
Perasaan apa ini?
Mengapa selalu mengusik diri
Mengambil alih semua perhatian diri
Mengapa menimbulkan kegelisahan hati
Tolong bantu aku fahami
Agar ini tak menjadi misteri

Z.H.M

Senyum terpancar di bibir Ara tiap kali mengingatnya. Masih tergambar jelas dibenaknya sepenggal kenangan yang mereka ciptakan tempo hari. Masih pula terngiang di telinganya percakapan mereka beberapa hari yang lalu ketika pulang dari festival lampion. Semua terasa begitu berkesan. Susah untuk ia lupakan.

"Psstt!!" seseorang menepuk bahunya. Membuat Ara menghentikan imajinasinya.

"Lho kok kesini al?" tanyanya, "Bukannya tadi masih mimpi di kelas?"

"Mana tega sih gue ngebiarin lo sendirian."

Ara tersenyum dan meminta Alya duduk. Namun ia menolak, ia mengajak Ara keluar. Perpustakaan begitu pengap baginya. Apalagi melihat begitu banyak buku yang tersusun itu membuatnya pusing tujuh keliling. Ia malah mengajaknya ke kantin.

Iya, begitulah Alya. Berbeda dengan Ara yang gemar dengan buku. Ara yang pendiam jika didepan semua orang sedangkan Alya yang cerewet tak ketulungan. Ara yang suka makan nanas dan Alya yang suka makan mangga. Ara yang jadi kesayangan guru dan Alya yang jadi biang omelan guru.

Itu hanyalah segelintir perbedaan mereka. Namun tak menghalangi persahabatan mereka. Bagi mereka sahabat itu saling melengkapi, saling membantu satu sama lain. Begitu bukan?

Mereka berjalan santai menuju kantin. Yang satu berjalan menunduk, yang satu berjalan dengan mengangkat dagu. Alya tiba-tiba mengerutkan keningnya.

"Ra ikut gue pulang sekolah mau nggak?"

"Kemana al?"

"Ke rumah sakit jiwa."

"Hah! Siapa yang punya gangguan mental?" Ara kebingungan

"Siapa lagi kalau bukan teman abadi gue." Sumpah demi kepala botak Upin Ipin ingin rasanya Ara menikam Alya saat ini juga. Bisa-bisanya ia berkata demikian.

"Maksud lo gue gila?"

"Iyalah gila. Orang dari tadi senyum-senyum sendiri."

"Eh masak sih al? Perasaan biasa saja."

Alya menepuk jidatnya. "Hmmm ra ada dua kemungkinan kenapa orang bisa senyum-senyum sendiri. Pertama karena itu tadi orang itu udah nggak waras. Kedua karena orang itu lagi jatuh cinta. Dan lo? Lo termasuk yang mana? Lo lagi jatuh cinta? Nggak mungkin deh kayaknya ra."

Aksara Dalam AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang