Masalah

13 2 0
                                    

Mendung menghiasi langit Surakarta pagi ini. Dingin menusuk tulang membuat siapapun enggan bangun dari peraduan. Ditambah hari ini hari Minggu, hari kemerdekaan seluruh umat. Dimana mereka yang biasannya sekolah maupun bekerja bisa menghabiskan waktu sepuasnya dengan orang tercinta.

Asa duduk di balkon kamarnya ditemani secangkir teh. Sudah dua hari ia keluar dari rumah sakit. Dan dua hari juga hatinya kosong. Ia mengecek ponselnya berharap seseorang mengirimkan pesan sekedar bertanya kabar padanya.

Namun ia harus kecewa,karena pesan yang masuk hanya dari Alya dan Mega. Itu pun pesan kemarin yang mengabarkan kalau mereka akan menginap dirumahnya. Ia meneguk tehnya, manis tapi tak semanis kisah hidupnya.

Dimana ia harus berjuang melawan penyakitnya dan bersiap sebentar lagi akan pergi meninggalkan orang-orang terkasihnya. Ia butuh penyemangat, dan ia itu ingin dia dapat dari Aksa.

Perlahan gerimis jatuh, seperti semangat hidupnya yang kian turun. Ia teringat ucapan dokter tempo lalu yang tak sengaja ia tangkap. Yang mengatakan bahwa kondisinya tidak sebaik kelihatannya.

Rasanya ia ingin protes kepada Tuhan. Mengapa Tuhan menanamkan penyakit ini padanya? Ia ingin marah kepada almarhum ibunya. Kenapa harus ia yang mewarisi penyakit ini?
Ia termenung untuk kesekian kali. Menimbang sesuatu yang akan dilakukannya.

"Huamm ngapain lo sa?" suara Alya membuyarkan lamunannya.

"Eh Alya, ngagetin aja. Lagi lihatin langit mendung ditambah gerimis pula." Sangkalnya.

Alya melihat sorot mata terluka Asa. Ia jadi teringat akan tugas yang diberikan oleh Om Andre kepadanya. Tugas yang membuatnya bimbang.
"Al kemarin bokap gue ngomong apa sama lo?"

"Emm Om Andre minta gue buat..."

"....."

"Eh buat jagain lo kok."

Alya berbohong pada Asa. Ia tidak ingin apa yang diperintahkan Om Andre diketahui oleh Asa. Ia takut Asa akan marah karena merasa kasih sayang ayahnya terbagi. Dan ia juga tidak ingin hubungannya dengan Om Andre bertambah buruk.

Tak lama Mega datang dengan rambut yang masih basah. Menatap kedua temannya dengan perasaan heran.

"Kalian ngapain sih disini? Nggak dingin apa?" Tanya Mega.

"Lo juga pagi-pagi udah keramas aja, nggak dingin?" balas Alya.

" Ya enggak dong, kan pake air hangat," Mega menatap Asa, "Asa turun yuk sarapan, lapar nih gue."

Asa mengangguk dan mereka menuju ruang makan. Disana tampak orang tua Asa yang tengah menikmati nasi goreng.

"Pagi Om kelihatan muda banget sih." Sapa Mega.

Om Andre hanya tersenyum menanggapinya. Lalu menyilahkan mereka duduk.

"Pagi tante tambah cerah aja wajahnya, keriputnya juga udah nggak kelihatan bagi resep dong." kali ini Alya yang bersuara.

"Eh rombongan jomblo udah bangun, kirain masih pada males-malesan sama bantal."

"Ih tante jangan gitu lah, bentar lagi Mega udah nggak jomblo kok."

"Oh ya, memang lagi ada yang deketin kamu ga?"

"Ada tan, yang deketin Mega itu teman dekatnya Aksa. Tante bisa tanya sama Aksa tuh kayak gimana absurbnya orangyag deketin Mega."

"Oke nanti tante tanya sama Aksa. Kalau orangnya baik dan bertanggungjawab kayak Aksa bakal tante restuin, tapi kalau enggak ya.. jangan harap bisa dapatin anak tante yang satu ini."

Srett....

Terdengar kursi bergeser membuat sang sumber suara menjadi pusat perhatian. Tak lama berselang derap kaki terdengar. Semua yang ada disana lantas diam, menyaksikan seseorang yang baru saja pergi.

Aksara Dalam AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang