Alya sampai di kamar dengan hati was-was. Apa yang ada di fikirannya tadi tiba-tiba menghilang begitu sampai di kamar. Ia bingung ingin mulai mencari dari mana.
Ia melirik jam di dindingnya. Tiba-tiba perutnya mulas. Ah.. Ia benar-benar kacau.
Ia menggelengkan kepalanya. Ia tak boleh menghabiskan banyak waktu. Ia mulai mencari buku biru itu.
Biasanya ia melihat buku itu di tas sekolah Ara. Maka tempat pertama yang ia cari adalah tas sekolah Ara. Namun dia tidak menemukan.
Ia beralih ke meja belajar Ara. Ia mulai membuka tumpukan buku yang kebanyakan berisi buku sekolah.
Tak ada, buku itu tak ditemukan di sana. Ia mulai membuka rak demi rak di meja belajar Ara.
Lagi-lagi nihil. Alya mulai kewalahan mencari buku itu. Ia duduk di meja belajar Ara. Berfikir dimana Ara menyimpan buku itu.
Tumpukan novel.
Alya teringat akan kumpulan novel yang Ara koleksi. Letaknya ada di rak meja belajarnya sendiri. Karena buku Alya tak sebanyak buku Ara.
Alya bergegas kesana. Ia membuka rak meja. Mulai mencari lagi. Dan hasilnya...
Tetap zonk. Alya merasakan perutnya semakin mulas. Rasanya ada yang melilit di perutnya. Jika orang awam mungkin mengira Alya sakit maag.
Tetapi bagi orang terdekatnya, ada dua kemungkinan. Pertama ia terkena penyakit itu. Kedua ia sedang gugup dan kacau.
Alya mulai tak tahan dengan rasa sakit diperutnya. Ia menggeliat di lantai. Mencoba meredam rasa sakit itu.
Tak lama ia mendengar langkah kaki. Bukan langkah orang berjalan, tapi seperti orang berlari.
Ara pulang, batinnya.
Alya bertambah panik. Ia lantas menutup rak tersebut. Perutnya benar-benar tak dapat diajak kompromi. Ia terjungkal ke lantai, bersamaan dengan pintu kamarnya yang terbuka.
"Alya lo..."
Ara tak jadi melanjutkan kata-katanya. Ia langsung membantu Alya berdiri. Dan membawanya ke kasur.
"Kok bisa gini sih al. Kenapa bisa?"
"Perut gue sakit ra. Banget."
"Emang habis makan apa sih? Atau lo lagi banyak fikiran?"
Alya berdehem sebentar,"Gue belum makan."
"Aelah bikin panik aja. Ya udah gue ambilin obat dulu. Habis itu makan, terus istirahat."
Ara lantas pergi, sementara Alya bernafas lega. Kepergian Ara mengingatkannya pada satu hal.
Ara selalu membawa buku biru kemanapun ia pergi. Alya menepuk jidatnya, merasa begitu bodoh.
Ia melirik tas jinjing Ara. Menengokkan kepalanya ke depan pintu. Ara belum ada tanda-tanda akan datang.
Ia meraih tas itu dan benar saja buku itu ada. Ia lalu mengambil dan menyembunyikannya di balik bantal.
"Maafin Alya ya Ara."
Tak lama Ara datang dengan obat dan makanan. "Ibu pergi al?"
"Iya, nggak tahu kemana. Nggak bilang soalnya. Cuma tadi bilang suruh jagain adek-adek."
"Ya udah nih obatnya. Terus makan dan istirahat."
"Siap bosku!"
Ara duduk di meja belajarnya. Meraih buku secara asal dan membacanya. Ia senyum-senyum sendiri. Melihat Ara yang bersikap aneh Alya keheranan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Dalam Asa
General FictionTentang Ara dalam diamnya. Tentang Asa dengan segala keceriaannya. Dan tentang Aksa diantara keduanya. Tentang 3 orang berbeda pribadi yang berada dalam satu rasa. Apa yang akan terjadi pada mereka? Mari kita simak sama sama kisahnya.