Sisi lain Asa

29 4 0
                                    

Ia menghampiri mereka dan berkata, "Ra, gue mau nyanyi disini, bolehkan?"

"Bolehlah! Duet sama Alya sana, dia juga sering nyanyi kalau gue habis cerita."

Mereka saling melempar senyum. Aksa melihat pemandangan ini dengan jantung berdentum. Ternyata mereka memiliki persamaan garis senyum.

"Alya, sini deh!" Teriakan Asa membuyarkan lamunan Aksa.

"Iya, kenapa?" Alya pura-pura tak tahu untuk apa Asa memanggilnya.

"Al lo bisa main gitar kan?"

"Bisa, kenapa?"

"Nyanyi yuk!!"

"Oke!"

Alya mengambil gitarnya. Mereka sejenak berlatih, menentukan nada. Cukup lima menit persiapan mereka. Mereka menuju panggung.

Aku bernyanyi untuk sahabat
Aku berbagi untuk sahabat
Kita bisa jika bersama

Lagu untuk sahabat mengalun dari bibir Asa. Taman panti kembali riuh dengan tepuk tangan begitu Asa menyelesaikan lagu itu.

Dari sisi taman Aksa melihat penampilan Asa tampak kagum. Ia kembali dibuat terpana dengan Asa. Ara yang berdiri disamping Aksa menyadari hal itu. Helaan nafas terdengar dari mulutnya.Waktu berlalu Aksa dan Asa pamit pulang.

***

Rumah bercat putih dua lantai itu tampak asri. Tanaman hias tumbuh di sekitarnya begitu terawat. Halamannya terlihat luas dan bersih. Di sisi kanan rumah itu terdapat taman mini yang berisi ayunan. Tanahnya berhiaskan kerikil kecil, dan ada kolam ikan kecil di sana.

Disana juga ada gazebo dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Sangat cocok digunakan untuk bersantai di sore hari. Atau saat cuaca cerah di malam hari.

Disisi kiri rumah itu terdapat lapangan basket. Disana tampak seorang gadis yang memakai celana kodok berwarna navy, berkaos putih, dan sepatu yang senada dengan kaosnya tengah memantul-mantulkan bola. Dari kejauhan tampak seorang gadis lain dengan badan agak berisi tengah menatapnya jengah.

"Ninda Asa Nurani, berhenti main nggak lo! Lama-lama gue kempesin deh tuh bola. Lo tuh kebiasaan kalau kesal kayak gitu tahu nggak. Nggak bisa bedain mana yang bahaya buat lo mana yang enggak! Lo mau penya.... Aduh!!!!" belum sempat Mega menyelesaikan kalimatnya sebuah bola mendarat di kepalanya. Ia meringis kesakitan.

"Berisik!!!! Kalau mau ceramah ntar aja kalau gue udah selesai kesalnya!"

Dari pintu pagar tampak sebuah mobil masuk. Didalamnya tampak seorang lelaki paruh baya di balik kemudi dan seorang wanita di sampingnya.

Mampus gue!

Asa panik, ia seperti maling yang tengah tertangkap basah. Ia berusaha berlari pergi dari tempat itu. Tapi seseorang menahan lengannya. Ingin rasanya ia mengumpat begitu tahu siapa yang menahan lengannya itu. Sementara Mega hanya tersenyum jail melihat ekspresi panik Asa.

"Lepasin nggak!"

"Nggak! Pawang lo mesti tahu kelakuan piaraannya." Ia tersenyum puas.

Peluh membanjiri dahi Asa. Diliriknya mobil itu, para penumpang tadi sudah keluar. Yang lelaki menaruh kedua tangannya di depan dada. Sedangkan yang wanita menatapnya sembari menutup mulutnya. Tanpa menunggu waktu sang wanita itu berlari menghampiri mereka.

Aksara Dalam AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang