Kencan 2

11 0 0
                                    

Ara tak henti-hentinya mengerucutkan bibir. Setidaknya 5 gelas cappuccino cincau sudah ia habiskan untuk mengusir kejengkelan hatinya. Dan 7 porsi jamur crispy pun lenyap di mulutnya karena kejengkelan hatinya.

Sementara di depannya, Aksa hanya menghela napas. Menatap gadis di depannya yang tak henti mengunyah dan menenggak minumannya. Hal baru bagi Aksa, karena ini untuk kesekian kalinya ia melihat sisi lain Ara. Menurutnya itu sangat lucu.

Tak ada percakapan di antara mereka. Lagi Aksa mengambil ponselnya dan mengarahkan kameranya pada Ara. Masih dalam diam, ia mengambil gambar Ara, yang hasilnya sudah tidak diragukan lagi.

Sepertinya Aksa harus bersiap-siap menebalkan telinganya sebentar lagi. Karena kemungkinan besar, ia akan melihat sifat tersembunyi Ara yang lain.

"Sumpah demi kepala botak Upin dan Ipin gue merasakan kemaluan yang hakiki sa. Baru juga sekali jalan ama cowok dan gue ngalamin hal yang memalukan."

Tuh kan benar apa firasatnya.

Memang akhir-akhir ini insting Aksa tentang cewek banyak benarnya.
"Jadi gue yang pertama jalan sama lo nih. Sebuah kehormatan bagi seorang Dimas Aksa Priangga mendapatkan kesempatan ini dari nona pena."

Ara terkekeh geli. Memang benar ini kali pertama baginya jalan bersama cowok. Biasanya ia hanya pergi dengan Alya. Itu pun ia harus bersusah payah menabung dulu agar bisa pergi. Dan tentu dengan ijin dari ibu panti.

"Lebay lo! Dasar tubiker!"

Aksa terbahak tiap kali Ara memanggilnya dengan sebutan itu. Baginya itu unik, karena ia belum pernah mendengar istilah itu di berbagai sosial media.

"Gue emang suka bikin baper cewek-cewek di sekolah sih. Tapi kalau gue pilih-pilih juga kali. Ya kali semua gue baperin. Ntar yang ada mereka pada neror gue. Ngeri deh!"

"Namanya juga hidup Aksa. Ada sebab ada akibat. Yang lo buat ya itu yang lo dapat. Yang lo perjuangin dengan gigih itu yang bakal lo dapatin."

Aksa menaikkan alisnya,"Kalau gue perjuangin lo, gue bakal dapatin lo nggak?"

Deg! Deg! Deg!

Jantung Ara tiba-tiba terasa berdetak lebih kencang mendengar penuturan Aksa. Pipinya tiba-tiba menghangat. Ara tersenyum samar menaggapi penuturan Aksa. Menutupi kegugupan yang tiba-tiba melandanya.

Aksa menangkap perubahan mimik wajah Ara setelah apa yang baru saja ia ucapkan. Ia ingin tahu apakah Ara akan menaggapi atau menghindari kode keras yang baru saja ia berikan.

Dan Ara mengacuhkannya.

Aksa tersenyum getir dalam hati.
"Maaf ya, udah bikin lo malu. Bikin kencan pertama kita jadi jelek."

Aksa berkata lembut. Tulus dari hatinya. Karena ia merasa telah merusak kencan pertamanya dengan Ara. Ara kembali tersenyum, dan tampaklah gigi gingsulnya.

"Kencan?"

Ara berkata lirih sambil menunduk. Iya lantas mendongak ketika mendengar penuturan Aksa berikutnya.

"Iya, namanya apa kalau bukan kencan?"

Aksa tersenyum setelah mengucapkan itu. Sesuatu yang hangat menjalar di dada Ara. Wajahnya terasa panas, ia berusaha menyembunyikannya dengan memilin jarinya.

"Pulang yuk, udah waktunya pulang."

Aksa berdiri sambil mengulurkan tangannya. Ia menaikkan alisnya sambil melayangkan senyumnya yang lagi-lagi membuat wajah Ara memanas.

"Ayo Ara, nanti kalau telat pulang bisa bahaya."

***

Semilir angin menembus indera peraba seorang gadis di taman belakang sebuah panti. Ia tampak gusar, sesekali ia menarik rambutnya dan mengeram. Anak-anak yang tengah bermain di sampingnya tak ada yang berani mengganggunya.

Aksara Dalam AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang