Bagian 7. Egois!

767 40 0
                                    

Setelah lelah, hampir seharian penuh mendorong katrol yang berisi kalengan-kalengan nanas, Aku beristirahat sejenak disamping tumpukan kardus yang berisi produk-produk hasil dari pabrik kami.

"Rehat Rat?"

Tanya salah seorang pengawas yang baru saja melintas didepanku, 

"he'um." Jawabku singkat sembari mengibas-ngibaskan topi yang baru saja kulepas, agar sedikit mendapatkan udara segar.

Sebentar lagi waktu jam kerjaku habis, namun rasa enggan untuk kembali ke camp (mes) membuatku malas beranjak.

Entah ada apa dengan hatiku, yang jelas, saat ini yang tengah kurasakan adalah kegundahan yang mendalam. 

Semenjak kembali  dari kampung halaman, Aku lebih memilih tinggal disini daripada pulang, selain menjauhi perdebatan, dengan Aku berada disini maka hijrahku tak akan terganggu oleh mereka, keluargaku. 

Jika dikatakan egois, mungkin memang kedengaran egois, tapi tak apalah daripada harus mengorbankan hijrahku yang baru seumur jagung dan masih haus akan semua ilmu terutama agama. Tak ada salahnya sedikit egois kepada mereka yang terpenting uang untuk kebutuhan bulanan selalu Aku kirimkan, meski tak banyak tapi Insya Allah itu bisa membantu membeli, maupun setengah memenuhi kebutuhan keluarga kami.

"Hayooo... Melamun!!!!" 

Kejut seseorang yang berhasil membuat jantungku hampir copot. 

"Tak perhatiin dari tadi kamu kerjanya nggak fokus gitu Rat! Kamu kenapa?" 

Kalau ada masalah itu ya mbok cerita, jangan dipendem sendiri." Lanjutnya yang kini ikut nyender disampingku.

Kak Sisil, Dia teman kerja sekaligus senior yang sudah bekerja dipabrik ini kurang lebih 5 tahun, sudah bekeluarga dan memiliki dua orang anak, tak membuatnya patah semangat dalam mengais rezeki. 

"Nggak papa mbak, cuma lagi capek aja." Jawabku sekenanya. 

"Yuk pulang," ajak kak Sisil, yang mulai bangkit dan menarik tanganku untuk diajak pulang bareng. Yah, mau nggak mau harus mau. 

Dengan langkah malas, Aku mengikuti langkah kak Sisil, berjalan saling beriringan hingga tanpa terasa kami sudah sampai di gang mes, tempat dimana kami berdua harus berpisah, mengingat kak Sisil yang harus pulang kembali kekeluarganya sedang Aku harus kembali ke mes penuh kehampaan. 

"Brukkk..."

Aku menjatuhkan tubuhku diatas kasur yang lumayan empuk, memandangi langit-langit mes dengan fikiran yang entah kemana, hingga tanpa disadari Aku tertidur. 

"Mbak-mbak bangun...

Mbak...  Mbak e bangun atuh... Udah mau maghrib ini..!!" 

Nilam berusaha membangunkan Aku dari tidur tak sengajaku, mataku mengerjap, masih terlihat samar-samar Aku melihat Nilam yang berdiri didepanku.

"Mandi lo Mbak e, udah mau maghrib lo, nggak baik gadis mandi maghrib-maghrib, mbakkan tau kalau maghrib itu adalah waktunya syaitan pada keluar, ntar Mbak mandi diintip setan lo..."

Fix... 

Perkataan Nilam mampu membuatku loncat lari langsung ke kamar mandi. Apa yang dikatakan Nilam memang ada benarnya, teringat sebuah hadist dari Rosulullah Shalallah Alaihi Wasallam. 

Di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah radhiallahu anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنْ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ ، وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا ، وَأَوْكُوا قِرَبَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ ، وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا ، وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ

8 Tahun...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang