Bag. 22.Pulang Kampung

505 28 0
                                    


Suasana cukup panas, namun mata ini tak pernah bosan untuk menatap hirup pikuk jalanan yang terlihat ramai oleh orang-orang yang juga mudik kekampung halaman masing-masing. Tak ayal sejenak fikiranku melayang.

Terbawa oleh kenangan dimasa-masa perjuangan awal lulus sekolah hingga bisa mendapatkan pekerjaan, melewati masa demi masa, tahap demi tahap. Hingga tak terasa mata ini berbinar, butir bening tiba-tiba menetes.

Haru, ketika mengingat dimana awal mula Aku bisa mendapatkan gelar sarjana. Bahagia bisa mengangkat derajat kedua orang tuaku tanpa disangka-sangka, yang  tak pernah terbanyangkan sebelumnya, bakal memiliki sebuah gelar dinama belakangku. Pencapaian prestasi yang menggembirakan bagi kami sekeluarga.

Hanya anak seorang pedagang sayuran kecil-kecilan yang mandiri, tak memiliki sawah dan hanya memiliki ternak sapi 2 ekor, dengan keadaan yang serba kekurangan tak serta merta membuat Aku malas untuk melanjutkan pendidikanku. Perjuangan dan tekad yang kuat mampu menghantarkanku menjadi seorang wanita karir yang sukses menurut pandanganku. Terlebih bisa membantu memperbaiki kondisi rumah kami yang sudah reot betul-betul sebuah anugerah dan keberkahan dari Allah Subhanawata'ala.

*

**

"Mbak... Mbak... Wes nyampe" 

Pak Sopir menepuk bangku dimana Aku masih asik dengan kenanganku. 

Ëh! Iya pak, maaf bengong efek puasa... Hehe."Khilahku menutupi malu kepada penumpang lainnya.

Setelah menurunkan barang-barangku pas dipinggir jalan, Pak Sopir kembali melajukan kendaraannya, mengantarkan penumpang lain kemasing-masing tujuan.

Dengan sedikit tertatih, Aku berjalan menuju rumah, dimana kita sibungsu sudah berlari bersiap menyambut barang tentenganku.

"Üdah pulang Yuk" Sapa sibungsu yang disambut uluran tangannya untuk cium tangan kepada kakaknya, adab dari kecil yang kami ajarkan untuk saling menghormati orang yang lebih tua.

"Alhamdulillah udah dek" Sembari mengulurkan tas yang Aku bawa karena lumayan cukup berat namun ternyata yang Dia ambil justru bungkusan kardus yang tentu saja berisi thr dan makanan lainnya.

"Dasar sibungsu." Bathinku sembari tersenyum kecil melihat tingkat Dia, yang sebenarnya bukan lagi dikatakan anak kecil melainkan sudah gadis, tapi cukup membuat hati ini bahagia. Bukankah kebahagiaan menuju lebaran ketika bekerja yang diharapkan adalah thr, hehe.

Ässalamuálaikum"Sapaku ketika memasuki pintu rumah.

"Wa'alaikumussalam... Heee!Udah pulang"Jawab Ibu dan Mbakku yang nomor dua.

Senyum sumringah serta wajah bahagia terpancar dari wajah keluargaku. Mereka tak menyangka Aku pulang secepat ini. 

"Weh nggowo thr akeh temen Rat."Seru Mamak yang melihat bawaanku ditengah sibuknya Mamak sedang mengoven kue yang baru saja selesai dicetak oleh Yuk Lusi.

"Ïyo Mak, Alhamdulillah ada rezeki lebih dan dapat bonus tambahan dari pengawasku jadi yo tak bawa pulang sekalian kan bisa bagi-bagi karo sedulur ben rasan."Jawabku yang tengah melepaskan sepatu lalu berlanjut menaruh barang-barang bawaanku keruang tengah, dimana Adikku yang cowok masih tertidur dengan lelapnya.

Tak ingin mengganggu tidurnya, Aku menaruh tasku pelan-pelan. Kemudian berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. 

Alhamdulillah suasana lebaran sudah sangat terasa padahal lebaran masih seminggu lagi, tapi nuansa dikampung benar-benar berbeda.

Didaerah kami setiap keluarga yang dituakan pasti akan memberikan punjungan berupa nasi, rendang daging dan sayur kentang. Dan itu biasanya, keluarga kami lakukan ketika menjelang dua hari menuju hari raya, tapi sore ini sudah banyak orang-orang berlalu lalang membawa rantang pertanda mereka habis mengantarkan punjungan kesalah satu kerabat tertua mereka. Biasanya jika masih memiliki orang tua atau nenek mereka akan memberikan punjungan, tetapi berhubung keluarga kami sudah tak memiliki kakek maupun nenek baik dari pihak Bapak maupun Mamak jadi Mamak memilih untuk memberikan punjungan ke Kakak laki-laki dan Ayuk perempuannya dan biasanya yang suka mengantarkan kesana adalah sibungsu, entah kenapa. Padahal hanya mengantarkan punjungan tapi senangnya bukan main.

8 Tahun...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang