Bab. 24. Keputusan

559 33 1
                                    

Masih dengan memandangi langit-langit dikamar mes

Fikiranku masih melayang jauh entah kemana, acapkali teringat percakapan ketika Hari Raya kemarin, jantungku seketika berdegup, tak pernah terbayang maupun terlintas sedikitpun dibenakku.

"Heahhh"

Aku kembali menghela nafas panjang, entah yang keberapa kali, namun tetap saja perkataan itu benar-benar membuat otak, hati serta fikiranku jadi tak karuan.

Mata ini kembali berkaca-kaca, mengingat segala kisah, proses, penantian, ketakpastian dari hubungan yang sudah lama Aku pertahankan ini.

Sakit,sedih,kecewa rasa itu masih ada dan seringkali membuat mata ini meneteskan bulir beningnya. Namun apa daya, mungkin ini adalah takdir, kisah dan cerita dari setiap perjalanan hidup yang harus Aku terima, hadapi dan jalani.

Hanya sabar dan ikhlas yang selama ini Aku tanamkan dalam hati.

"Mengeluh?"

Aku tak pernah memungkiri jika Aku pernah mengeluh. sebagai seorang wanita dan manusia biasa itu adalah hal yang wajar bukan, namun Aku tak pernah terlalu berlarut-larut dalam kesedihan karena Aku yakin Allah akan selalu bersama dengan hambaNYA yang sabar.

"Rabb... Aku percaya, semua pasti akan indah diwaktu yang tepat"

Satu butiran bening berhasil keluar dari pelupuk mataku

Mengingat kembali kata-kata yang pernah menyepelekan bahkan mencemooh keluargaku

"Mengapa! Padahal ini hubunganku tetapi keluargaku yang harus menerima cemoohan dari orang-orang sekitar bahkan saudara dekatku sendiri.

Apakah serendah itu, memiliki anak dengan status pertunangan yang tidak jelas! Padahal hubunganku dengan Mas Ahmad juga tak pernah merugikan siapapun."

"Serba salah."

Masih jomblo nggak punya pacar salah, masih gadis belum menikah salah, sudah punya tunangan belum menikah salah, menikah belum punya anak lebih salah lagi

Ya... Ini adalah kisah hidup yang mungkin hampir semua orang pernah merasakannya namun beruntung dan bersyukurlah kepada mereka yang Allah beri kemudahan serta keindahan dalam kisah hidup mereka. Bukan hanya dalam segi jodoh tetapi juga materi serta kasih sayang dari orang-orang sekitar.

Dadaku bergemuruh, menahan tangisan ini pecah, namun sepertinya air mata ini sudah tak mampu lagi terbendung, berkali-kali butiran bening ini lolos membasahi kedua pipiku.

Sebuah kisah panjang dari seorang Ratna, kisah yang hanya Aku dan Allah yang tahu bagaimana rasanya memiliki hubungan yang menggantung cukup lama, dengan umur yang semakin menua hingga dicap sebagai perawan tua sudah menjadi hal biasa bagiku dan kuanggap itu hanyalah angin lewat yang sedikit memberi rasa nylekit dihati namun tak kuanggap dan kubiarkan berlalu begitu saja. Toh, hal seperti ini sudah sering Aku alami, entah sudah berapa banyak julukan orang-orang kepadaku. Mengapa harus pusing, yang terpenting Aku tetap bekerja, bisa memberikan sebagian gajiku untuk keluargaku dikampung itu sudah Alhamdulillah sekali dan satu lagi Aku tak merugikan siapapun disini. 

Setelah mengusap air mata, Aku bergegas bangkit dari tempat tidurku, menuju kearea kamar mandi untuk membasuh sekaligus mengambil air wudhu. Kebetulan kamar mandi diare mes berada diluar sehingga ketika hendak ambil air wudhu maupun mandi Aku harus keluar dari kamar.

Hening tiada siapapun dimes sekelilingku, wajar saja karena sekarang sudah tengah malam, tepatnya jam 01.00 wib. Sebagian orang-orang mungkin sudah tidur dan sebagian lagi pasti sedang melaksanakan pekerjaan mereka dishift malam.

Dengan khusyuk Aku menunaikkan ibadah shalat tahajud yang dilanjutkan dengan witir

"Assalamu'alaikum Warahmatullah"

"Assalamu'alaikum Warahmatullah"

Salam penanda sholatku telah berakhir

Sembari menengadahkan tangan air mataku kembali terjatuh,

"Rabbi... Apalah Aku hanya sebagai hambaMU yang lemah, betapa panjang kisah perjalananku dengan calon imamku Ya Rabb...

Engkau tahu, jika Ratna ini hanyalah wanita yang lemah, yang hanya mampu berkeluh kesah kepadaMu

Tiadalah pernah Engkau meninggalkanku dan tiadalah pernah Aku menduakanMU Ya Rabb

Betapa sabar itu pahit

Betapa sabar itu sakit

Betapa sabar itu menguras emosi

Namun Aku percaya sabar itu akan berbuah manis " Kembali air mata ini jatuh membanjiri mukenahku

Dan Masya Allah Allahu Akbar, Aku bersyukur setelah sekian lama menanti dengan sabar telah Engkau beri balasan sabar itu dengan kepastian

Rabbku... Aku bersyukur telah Kau gerakkan hati Mas Ahmad untuk memberikan kepastian akan hubungan ini, hubungan yang pernah terkatung-katung, hubungan yang pernah tiada kepastian dan hubungan yang kukira tak berujung tapi kini terjawab sudah

Engkau mantapkan hati Mas Ahmad untuk menjadi imamku 

Terima kasih Ya Rabb...

Aku bersyukur, Aku bersyukur akan nikmatMu Ya Rabb

Rabbana atina fiddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah wa qina 'adzabannar.

Aku menutup doaku disepertiga malamku.

Menata kembali mukenah dan sajadah ketempatnya semula lalu bergegas untuk tidur karena besok pagi Aku sudah harus kembali bekerja melakukan rutinitas harianku sebagai karyawan.

*

**

***

Hari Raya

Dimana Mas Ahmad waktu itu berkunjung kerumah

Selain untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua serta keluargaku 

Ternyata Mas Ahmad memberikan sebuah keputusan dan kepastian akan hubungan pertunangan ini

Dia berucap kepada Bapak beserta Ibu untuk tidak perlu khawatir akan masalah hubungan antara Mas Ahmad denganku

Pertunangan tetap berlanjut dan Insya Allah beliau sedang mengumpulkan dana untuk bisa memberikan mahar dan seserahan kepadaku.

Mas Ahmad berpesan agar Aku dapat lebih bersabar lagi untuk menunggunya menghalalkanku.

Terus terang saja, tanpa penjelasan darinya kehadiran Mas Ahmad saja sudah mampu membuktikan kepada saudara, kerabat bahkan tetangga bahwa hubunganku bukanlah semu, hubunganku bukanlah maen-maen. Biarpun Mas Ahmad tak pernah datang kerumah bukan berarti Dia melupakanku serta melupakan pertunanganku.

Apa yang orang lain lihat dan anggap tidaklah seperti kenyataannya

Dan anggapan miring itu kini terpatahkan sudah.

"Alhamdulillah"

Masya Allah Allahu Akbar Allahu Akbar

Itu adalah hari terbahagia dalam hidupku, meski hanya sebatas  omongan kepastian seperti ini tapi sudah mampu membuat hatiku berbunga.

Bukan hanya Aku namun juga Mamak, Bapak serta Ayuk dan adik-adikku.

"Rabbi... Terima kasih" Ucapku pelan dengan mata berkaca-kaca sembari menggenggam kedua tangan Mamak dan Yuk Lusi yang kala itu menjadi saksi atas ucapan Mas Ahmad.


8 Tahun...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang