Maaf yah, emak-emak, tante-tante, mas-mas, om-om, dan adek-adek tercintah. Maaf.
Aku upayakan halus yah, KASev masih amatieur bikin yang terselubung-selubung.
Maunya nggak pakai yang ini, tapi momennya nggak dapat kalau bukan lagi nganu ini. Maaf.
Happy reading deh ya.
🍁
🍁
🍁
🍁
🍁
🍁
🍁18+ Yang belum punya KTP, minggir!
happy reading...
Kuhapus cairan yang terbit dari mata. Sejak tadi ia menghalangi pandanganku kepadanya. Gigitan pada bibir kulakukan agar tidak mengeluarkan suara aneh. Sesekali aku memejam, melawan perih di hati. Bukan. Bukan pada hal yang tengah dia lakukan terhadapku. Dia tidak menyakitiku secara fisik. Justru karena dia terlalu lembutlah yang membuatku menangis.
Tanganku yang lain mencengkeram punggungnya kuat-kuat seperti juga yang sedang dilakukan 'diriku' yang lain terhadapnya. Kurasakan kukuku menancap di kulitnya. Dia tidak menyadari. Dia membuatku berteriak. Setelah itu aku menggeleng untuk menjernihkan pikiran.
Ini semua harus kuhentikan.
Kini tangannya yang mengusap air mataku. Kemudian dia menyentuh mataku dengan bibirnya membuat mataku dengan refleks menutup. Dia menciumnya bergantian. Setelah itu, dia kembali menjadi penontonku atas apa yang tengah dia lakukan terhadapku. Sesekali tangannya mengusap rambutku hanya untuk membuatku merasa rileks.
Aku menelan saliva dengan susah payah. Mataku kini menatap jelas ke dalam bola matanya yang berkabut. Hingga saat ini aku tidak tahu apa yang dia pikirkan atas diriku. Mungkinkah hanya ini yang dia inginkan?
"Apa kamu ingin membuatku hamil?" tanyaku dengan sedikit lancar.
Dia terdiam. Berhenti sambil memandangku. Mengistirahatkan dirinya di dalamku.
"Atau ingin mencelakaiku?" tuduhku. Bagaimana jika nanti kandunganku cedera?
Dia tidak menjawab lantas melanjutkannya. Dia membuatku harus berpegangan kepadanya agar tetap kokoh. Aku benci diriku. Dia membuatku dahaga akan hal yang tidak dapat kumengerti. Bahkan aku tidak pernah tahu ternyata aku bisa merasakannya. Keinginan yang asing.
Dalam kesemrawutan pikiran yang banjir oleh oksitosin aku mulai berbicara. Aku menampar pipinya untuk meminta perhatian. Tapi harus terkejut karena dia mengartikan berbeda. Reaksinya pun berkebalikan. Kedua tanganku terpaksa mencari-cari pinggiran sofa untuk kujadikan pegangan saat dia mencari semakin dalam.
Dia membawaku jatuh ke jurang terdalam, gelap, bergema, hingga dia memaksa menyeruak ke dasar. Aku berusaha menggapai tepian hingga tanah yang kucengkeram bergetar membuatku mengejang lalu jatuh dan pecah menjadi buliran. Tiada bertenaga.
Aku menolak dadanya hingga dia membebaskanku dari kungkungan tangannya. Dia segera mamakai celananya lagi. Ketika itu, aku tidak berani melihat kepadanya. Aku menunduk dengan memainkan kesepuluh kukuku. Melihat-lihat kuku yang sedikit panjang. Sesekali mengintip bagian punggungnya yang merekam jejak kukuku.
Setelah dia selesai dengan dirinya sendiri, dia menurunkan rok gamisku menutupi kaki. Aku terkejut dan menyesal karena tidak ingat dengan kondisiku sendiri. Dia membantu memasukkan tanganku ke lengan baju. Dia tarik resleting bagian depan bajuku hingga aku rapi kembali. Semua itu dia lakukan dengan sangat cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Luka (Dihapus Sebagian)
Romance𝙰𝚍𝚊𝚔𝚊𝚑 𝚜𝚎𝚋𝚞𝚊𝚑 𝚔𝚎𝚋𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊𝚊𝚗 𝚋𝚒𝚕𝚊 𝚕𝚎𝚕𝚊𝚔𝚒 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚗𝚓𝚊𝚍𝚒 𝚜𝚞𝚊𝚖𝚒𝚖𝚞 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚔𝚎𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚜𝚊𝚑𝚊𝚋𝚊𝚝𝚖𝚞? 𝚂𝚒𝚠𝚒 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚊𝚖𝚋𝚒𝚕 𝚔𝚎𝚙𝚞𝚝𝚞𝚜𝚊𝚗 𝚋𝚘𝚍𝚘𝚑 𝚜𝚊𝚊𝚝 𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚜𝚊𝚑𝚊𝚋𝚊𝚝...