24. Kenangan

970 82 2
                                    

~Happy Reading~

"Demi masa depan, aku harus berkorban meninggalkan kenangan indah disini"

__________

Satu tahun kemudian.


MAUDY sedang di sekolah menunggu pembagian rapor dan dokumen penting lainnya. Berkat kerja keras Maudy selama ini, akhirnya ia mendapatkan kembali posisi juara umum di sekolahnya. Hal itu semakin memudahkan ia untuk mendapatkan Universitas ternama.

Ia berencana melanjutkan study-nya ke luar negeri atas permintaan sang Papa. Adelio sudah menyiapkan semua keperluan Maudy, dari mulai paspor dan dokumen lainnya. Oleh karena itu, Maudy hanya tinggal menunggu jadwal keberangkatannya yang akan direncanakan minggu depan. Maudy berencana kuliah di negara Australia, sedangkan Nabila dan Rey tetap di Jakarta. Bukan tanpa alasan ia melanjutkan gelar sarjananya di sana, itu semua karena dirinya mendapatkan beasiswa di sebuah kampus di negara kanguru tersebut.

"Lo nanti kuliah di kampus mana Rey?" Maudy duduk di sebelah Rey.

"Gue udah daftar sih ke Universitas Indonesia tinggal nunggu ujian seleksi, semoga aja nanti gue keterima." Rey berharap.

"Amin," ucap mereka bersamaan.

"Lo keren Yang, bisa dapat beasiswa di Australia pula." Rey mengungkapkan kebanggaannya pada gadis itu.

"Ya gue bersyukur Rey, setidaknya bisa meringankan beban orangtua gue. Makanya belajar yang rajin Rey." Maudy memberi saran. "Lo nanti ambil jurusan apa Rey?" Maudy kembali bertanya.

"Gue mau ambil arsitek Yang, biar nanti bisa bantu nyokap ngurusin bisnisnya." Rey menjawab penuh percaya diri

"Lho, orangtua lo kan bisnis property Rey. Seharusnya lo ambil bisnis aja," saran Maudy.

"Gue mau yang desain property-nya langsung Yang, bukan bagian pemasaran dan sebagainya. Gue mau di belakang layar aja," jawab Rey penug dengan keyakinan. Mendengar kedua temannya berdialog membuat Nabila sedih.

"Kalau ada uang sih kuliah di mana aja tinggal milih ya Ody, nah gue harus ngumpulin uang dulu buat biaya kuliah." Nabila mengeluh akan nasibnya. Ia juga belum tahu mau kuliah di kampus mana karena tabungannya masih belum cukup untuk masuk kuliah.

"Nggak gitu juga Bil, gue juga nggak punya uang. Gue karena dapat beasiswa aja bisa kuliah di luar, selebihnya biaya dari orang tua. Lagipula gue tetep salut sama lo Bil, kalau gue jadi lo belum tentu bisa survive kayak gini." Maudy benar-benar memuji sahabatnya dari lubuk hatinya. "Kalau gue boleh milih, gue mau tetap kuliah di sini toh kampusnya nggak kalah sama luar." Maudy menarik napas sebentar lalu melanjutkan kembali kalimatnya. "Gue kuliah di sana selain dapat beasiswa, ya karena dorongan bokap gue yang mengharuskan gue nerusin perusahaannya nanti. Berhubung kuliah di sana juga lebih cepat jadi itu pilihan," lanjut Maudy.

"Bener kata Maudy, lo jangan patah semangat juga Bil. Gue juga benar-benar salut sama lo." Rey menambahkan sementara Nabila hanya mengangguk. "Nanti gue bakal kangen sama lo, Yang." Rey merentangkan tangannya siap-siap memeluk tubuh Maudy yang berada dekat dengannya.

"Ish Rey lepasin, ini di sekolah." Maudy melepaskan pelukan Rey dengan paksa.

"Berarti kalau di luar sekolah boleh ya." Rey menaik turunkan alisya, lalu gadis itu menjewer telinga Rey membuatnya meringis.

"Ampun Yang, lu sukanya KDRT deh." Rey mendengus kesal sembari mengelus telinganya yang sedikit memerah.

"Makanya jangan ganjen!" MAudy memperingatkan. "Oh iya Rey, nanti kuliah yang bener lo. Jangan tebar pesona mulu kerjaannya!"

I LOVE YOU, MY PRIVATE TEACHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang