Test

6.3K 842 153
                                    

Pagi itu entah kenapa agensi terlihat sangat sepi. Tak ada orang selain Ranpo yang duduk manis sembari menikmati permennya. "Ranpo-san dimana yang lain?" kamu bertanya dengan sopan. "Tidak tahu," jawabnya tanpa pikir. Kamu tahu terkadang bertanya kepada Ranpo saat seperti ini sama aja bertanya kepada batu.

Kamu duduk disofa tamu agensi sambil membaca beberapa majalah disana hingga suara telefon berdering. Ranpo mengangkatnya-- dia terlihat terkejut lalu langsung mematikannya. "(First Name)-chan, kita punya masalah," ucapnya serius.

~~~~~~~

Kamu berlari sekencang mungkin bersama Ranpo menuju TKP. Sebelumnya Atsushi menelfon Ranpo dan mengatakan bahwa terjadi penculikan didekat Hotel Litch dan sang penculik siap membunuh korbannya jika tidak ada yang membayarnya.

Kamu dengan paniknya berlari kearah tujuan. Tempat itu sepi tetapi sudah dilingkari garis polisi. Tanpa pikir ulang kamu langsung melesat masuk-- menaiki tangga hingga sampai dilantai 6. Kamu melihat sekelilingmu dan betapa terkejutnya kamu ketika melihat Atsushi, Dazai dan Kunikida yang terkapar tak berdaya.

Ranpo berjalan menghampiri Kunikida dan kamu menghampiri Dazai. "Dazai-san, kau tidak apa ?" tanyamu khawatir. "Uh-- (First Name), untung kau d-datang," katanya lemas. Kamu mengangkat badannya sedikit lalu menyenderkan badannya ketembok. "Aku akan menyelesaikan hal ini," ucapmu serius.

Dazai menyeringai, "Aku meragukanmu bisa melakukan hal ini." Kamu menghela nafas panjang dan berkata, "Aku juga meragukan diriku sendiri untuk tidak membunuh seseorang disini."

Kamu berjalan meninggalkan Dazai disana dan kamu masuk keruangan lain. Ranpo menyusulmu dan kalian bisa melihat seorang anak perepuan yang tangan dan kakinya terikat. Saat kamu ingin menolongnya tiba-tiba saja ada yang menembakkan pistol kearahmu.

"Jangan pegang korban pentingku," ucapnya mengancam. Kamu dan Ranpo tidak bisa berkutik karena jika kamu melakukan sebuah kesalahan maka nyawa perempuan itulah yang menjadi taruhannya. "Ranpo-san, apa yang harus kita lakukan?" tanyamu dengan nada pelan.

"Jangan lakukan tindakan gegabah dan mendadak," jawabnya. Kamu berusaha mencari kesempatan untuk menyerangnya tetapi laki-laki didepanmu tidak lengah sama sekali. "Apa maumu?" kamu mulai bertanya walau sedikit ragu.

"Aku hanya ingin mendapatkan bayaran."

"Bayaran? Haruskah sampai kau melakukan tindakan seperti ini?"

"Ya, selagi uang bisa kudapatkan maka aku akan menyabut nyawa siapapun yang berani menganggu."

"Apa kau pikir uang lebih berharga daripada nyawa?"

"Heh, bukankah seharusnya aku yang menanyakan hal itu padamu? Kau berasal dari Agensi bersenjata rahasia bukan? Bagaimana jika kau yang menggantikan nyawanya?"

"Apa maksudmu?"

"Aku memberikanmu keringanan. Aku memang mencintai uang tetapi melihat seseorang mati dimataku adalah hal terindah."

"Dasar pembunuh!"

"Hahaha, kau membuatku malu. Itu pujian bagiku."

Kamu menahan amarahmu ketika kamu mendengar pernyataannya. Kamu benar-benar terdesak disituasi itu, perempuan yang ditahan bisa saja mati kapan saja dan kamu juga tidak bisa langsung menyerang laki-laki itu. Bahkan Ranpo hanya terdiam disana.

"Baiklah kulakukan apa maumu," kamu akhirnya memberanikan diri menerima permintaannya. Dia tertawa puas lalu melempar pistol yang dia pegang kepadamu. Dengan sigap dia langsung menyondongkan pisau disamping leher perempuan itu. Kamu mendecihkan lidah dan dengan geram kamu mengambil pistol tersebut.

"Bunuh dirimu didepanku sebagai ganti perempuan ini. Kau bilang kau adalah anggota dari agensi itu kan? Tugas kalian adalah menyelamatkan nyawa seseorang. Lakukan sekarang!" bentaknya.

Kamu melihat pistol yang kamu pegang. Dengan tatapan serius kamu menaruh pistol itu disamping kepalamu. Ranpo dengan sigap menahan tanganmu, "Jangan lakukan hal bodoh (First Name) ! Apa kau gila mengikuti perintahnya!" Kamu tersenyum pahit kearahnya-- melepaskan genggamannya dari tanganmu.

"Ranpo-san, aku mungkin masih belum bisa dibilang sebagai anggota resmi tetapi jika aku bisa menyelamatkan satu nyawa maka aku akan diterima bukan? Setidaknya satu nyawaku bisa untuk menggantikan banyaknya orang-orang yang sudah mati ditangan ini," jelas perkataanmu membuat Ranpo sontak kaget.

"Berhenti!" Ranpo berusaha mencegahmu saat kamu menarik pelatuk pistolnya. 'Akhirnya aku bisa mengakhirinya disini. Sampai jumpa, Onii-san, Dazai-san,' batinmu.












DOR !







Kamu membuka matamu perlahan, tetapi kamu tidak merasakan rasa sakit sedikitpun. Kamu memegang kepalamu untuk memastikannya dan kepalamu tidak terluka sama sekali. Beberapa suara tepuk tangan terdengar dari belakangmu. Secepatnya kamu menoleh. Dazai, Atsushii dan Kunikida berdiri diambang pintu sambil menepuk-nepukan tangannya.

"Kerja bagus, (Last Name)-san," ucap Atsushi dengan senyum manisnya. Kunikida juga tersenyum kearahmu. "Selamat ya kau bisa melewati ujian jni dengan baik," ujar Kunikida. Semua ini membuatmu semakin bingung. Kamu melihat kearah Ranpo dan dia malah memalingkan wajahnya tak bersalah.

"A-apa maksudnya ini?"

Tiba-tiba Dazai menepuk kepalamu agak kencang, "Artinya kau lulus, bodoh. Kau menjadi anggota resmi. Selamat atas kelulusanmu," ucapnya sambil memalingkan wajahnya.

"Tapi penculikannya?" tanyamu panik. Kunikida tertawa lalu menjelaskan bahwa itu semua hanyalah sandiwara. Orang yang menjadi penculik adalah teman Kunikida dan korbannya adalah asisten Sacchou.

Dazai mengambil pistol yang kamu gunakan tadi, "Dan juga saat teman Kunikida-kun menembak pelurunya itu sebenarnya adalah peluru terakhir. Jadi pistol ini sudah tidak berisi saat kau menembaknya ke kepalamu." Kamu mulai mengerti kejadiannya sedikit demi sedikit.

"Jadi aku sudah menjadi anggota resmi ?"

"Ya, selamat ya."

Tanpa sadar kamu tersenyum, baru kali ini rasanya kamu merasakan hal seperti ini.

"Baiklah kita akan berpesta sampai malam!" ucap Dazai dengan penuh semangat. Kunikida langsung memukulnya kencang, "Pestanya besok. Hari ini kerjaan ini banyak!"

Dazai meringis kesakitan. Kunikida membawanya sepert sedang mengangkat kucing liar. "Dazai, kau ingin mengatakan sesuatu kepadanya kan?" Dazai sedikit gugup mengatakannya, tetapi akhirnya dia memberanikan diri.

"Kupikir tadi kau tidak akan lulus ujian ini dan bahkan lebih buruknya kau akan membunuh seseoang, tetapi pemikiranku salah. Kerja bagus," ucapnya.

Kamu tersenyum tipis, "Arigatou, Dazai-san."

Muka Dazai memerah. Rona merah tipis muncul diwajahnya. "Ekspresi apa itu? Dasar aneh!" ejeknya membuatmu hanya terdiam bingung.

'Memangnya ekspresi apa yang ku buat tadi?' pikirmu.

My Name (Dazai X Reader )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang