Aku menaiki tangga dengan lesu menuju kelas. Sesuai keputusan yang sudah bulat, aku kena skors selama tiga hari, di mulai dari hari ini.
Waktu itu aku memang berharap suatu saat nanti aku kena skors jadi aku tidak perlu repot-repot untuk membolos. Tapi sekarang ketika aku beneran kena skors, aku merasa menyesal dan tidak mau kena skors.
Aku berhenti melangkah di depan pintu kelasku yang tertutup rapat. Di tempat aku berdiri, aku mendengar suara berisik dari teman-teman sekelas. Pasti sedang tidak ada guru. Aku lantas membuka pintu dan seketika semua temanku yang tadinya sedang bercanda langsung diam dan menatapku. Mereka pasti tau kalau aku membawa rokok.
Aku tidak peduli, aku berjalan menuju kursiku untuk mengambil tas.
"Permisi, Al." ucapku pada Alodie ketika sampai di samping meja Alodie
Tanpa berkata apapun bahkan melihatku, Alodie berdiri dan langsung keluar kelas. Dia kenapa?
Aku mengedikkan bahu. Kubereskan peralatan sekolahku ke dalam tas dan setelah dirasa tidak ada yang tertinggal aku menyampirkan tasku di bahu lalu berjalan keluar.
"Lo di skors?" tanya Marsel yang tiba-tiba di hadapanku
"Lo bikin gue kaget tau nggak!" kesalku
Marsel mengibaskan tangannya di depan wajahku, "Lo beneran kena skors?"
Aku cemberut lalu mengangguk lesu.
Marsel tiba-tiba menjabat tanganku, "Selamat deh."
Aku menatapnya sebal. "Kok lo malah kasih gue selamat sih?"
"Keinginan lo selama ini untuk kena skors akhirnya dikabulkan."
"Sialan!" Aku langsung menarik tanganku. "Udah ah gue cabut."
"Manfaatkan waktu skorsmu dengan baik ya." ucap Marsel sambil menepuk pelan puncak kepalaku
Aku hanya memberinya jari tengah dan setelah itu berjalan keluar kelas untuk menemui papa yang masih di ruang kepsek. Namun saat tiba di ambang pintu, langkahku berhenti ketika melihat Alodie sedang menyenderkan punggungnya di dinding dekat pintu seraya menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Aku mengernyit bingung melihat wajahnya yang tertunduk. Dia kenapa sih?
Aku berjalan pelan ke arahnya, berharap Alodie akan memanggilku. Dan harapanku terkabul, Alodie memanggilku.
Aku kembali berhenti melangkah dan memutar tubuhku menghadapnya.
"Lo kenapa ngelakuin itu sih?" tanya Alodie tanpa basa-basi. "Kalau lo ada masalah, lo bisa cerita sama gue. Bukan melampiaskan kemarahan lo dengan merokok. Lo masih punya sahabat yang siap mendengarkan dan membantu menyelesaikan masalah yang lo hadapi."
Alodie menatapku dengan tatapan kecewa. Ah, ternyata gara-garaku.
Aku menghela napas berat, bukannya aku tidak mau menceritakan masalahku kepadanya, hanya saja aku bingung bagaimana aku mengatakannya.
"Al.."
"Kenapa lo nggak mau menceritakan masalah lo ke gue? Lo anggap gue apa?"
"Al, bukan gitu."
"Terus apa?" Alodie menurunkan kedua tangannya dan menegapkan tubuhnya. Dia melangkah sedikit lebih maju. "Percuma kita sahabatan dari kelas 10 kalau nyatanya masih ada yang di tutupi! Bukannya kita udah janji untuk menceritakan hal apapun? Lo lupa sama janji kita?"
"ALODIE!!" bentakku yang membuat Alodie langsung bungkam. "Lo, Marsel, Hasta, Zio, Aldan, bahkan Syua, adalah sahabat gue. Selamanya kalian sahabat gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
AZURA
Teen Fiction[Untuk pembaca usia 15 tahun ke atas] "Apa yang kamu lakukan, baik atau buruk, pasti akan mendapat balasan. Mungkin tidak sekarang, tapi suatu saat nanti. Percayalah." Kalimat itu harus dipegang baik-baik oleh setiap manusia. Setiap perbuatan yang d...