Aku membaringkan wajahku di atas meja depan minimarket dengan lesu. Tidak kusangka, sebuah rekor baru untuk jam bangun tidurku. Biasanya paling cepat bangun pukul tiga pagi, tapi sekarang aku bangun satu jam lebih awal gara-gara penyebab yang sama. Iya, mimpi sialan itu kembali hadir.
Mimpi itu.. aku benar-benar tidak mengerti mengapa aku memimpikan itu. Dan juga, setiap kali aku bermimpi pasti wajah Garel dan Nako yang selalu muncul, padahal aku sangat berharap Niall Horan yang datang ke mimpiku. Jika di ingat-ingat lagi, mimpi-mimpi yang pernah hadir seperti cerita bersambung dan belum menemukan endingnya, dan tentu saja itu sama sekali tidak ada hubungannya denganku.
Tapi kenapa harus aku yang memimpikan mereka? Apa ini sebuah pertanda? Bah, pertanda apaan coba, yang ada malah aku jadi berpikiran negatif ke mereka.
"Ngapain lo pagi-pagi di sini?"
Aku terkejut ketika wajah Nako tepat di depan wajahku. Aku langsung menegapkan tubuhku dan menatapnya sebal.
"Lo sendiri ngapain di sini?"
"Ini tempat umum, jadi gue bebas ke sini." jawabnya
Aku memutar bola mata. "Tapi ini masih jam 6 pagi dan lo udah nangkring di sini." Aku menatap penampilannya dari atas hingga bawah. "Apa jangan-jangan lo kerja di sini?"
Nako duduk disebelahku lalu menyeruput secup kopi yang dia pegang. Dan setelah itu dia kembali menatapku sambil meletakkan kopinya di atas meja.
"Apa penampilan gue mirip sama mas-mas di minimarket ini?" tanyanya
"Mengingat intensitas lo yang ke sini hampir setiap hari, bukan salah gue kalau gue beranggapan lo salah satu di antara mas-mas itu." ucapkku sambil mengedikkan bahu. "Lagian kalau lo bukan pekerja di minimarket ini, kenapa selalu datang ke sini? Apa ada pacar lo di sini?"
Bukannya menjawab dia malah terkekeh geli. Aku cemberut.
"Perasaan nggak ada ucapan gue yang lucu deh." sindirku
Nako berdehem pelan. "Sorry, sorry, abisan ucapan lo tuh aneh."
Aku menaikkan sebelah alis. "Aneh dari segi mana?"
"Cuma lo yang berpikiran kalau gue selalu ke sini karena pekerja apalagi mau ketemu pacar gue."
Aku memutar bola mata.
"Gue ke sini untuk beli ini." jawabnya sambil mengangkat secup kopi
"Tapi kenapa lo selalu datang ke sini?" tanyaku penasaran
"Emang nggak boleh? Kan udah di bilang, ini tempat umum, jadi gue bebas mau kapan aja ke sini."
Iya, iya.
Aku mengalihkan pandanganku ke jalan yang masih sepi. Aku baru ingat hari ini adalah hari Minggu, pantas sepi. Kepalaku lalu mendongak ke atas, ternyata matahari sudah tersenyum manis menyapa orang-orang, dan daripada dicuekin karena tidak ada yang membalas senyumannya, maka akupun tersenyum pada matahari.
"Selamat pagi matahari." gumamku
"Pagi."
Aku menoleh cepat ke arah Nako yang ternyata sedang menatapku. "Gue nggak ngomong sama lo." protesku
"Karena matahari nggak bisa bicara, jadi gue mewakilinya."
Aku memutar bola mata.
Aku lalu kembali membaringkan kepalaku di atas meja dan menutup kedua mataku, menikmati udara pagi yang masih segar. Tapi alih-alih menikmati, justru ada hal yang membuatku tidak enak dan merasa risih. Ada sesuatu---tidak, lebih tepatnya seseorang yang sedang melihatku. Aku bisa merasakan tatapannya seperti ingin menembus punggungku dan setelah berhasil dia akan mengambil jantungku lalu memakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZURA
Ficção Adolescente[Untuk pembaca usia 15 tahun ke atas] "Apa yang kamu lakukan, baik atau buruk, pasti akan mendapat balasan. Mungkin tidak sekarang, tapi suatu saat nanti. Percayalah." Kalimat itu harus dipegang baik-baik oleh setiap manusia. Setiap perbuatan yang d...