Chapter 17 - Mereka marah.

1.2K 46 0
                                    

Aku yakin dia adalah Evarado. Aku sangat ingat wajahnya. Tapi untuk apa dia di sini? Terlebih dengan seorang wanita yang memakai pakaian yang cukup mengundang perhatian orang-orang. Seingatku, wajah dari Ibunya Garel bukan seperti itu.

Apa jangan-jangan wanita itu adalah selingkuhannya?

Buru-buru aku langsung pergi mengikuti mereka dengan jarak yang tidak terlalu dekat, persis seperti seorang detektif yang sedang mengikuti targetnya. Masa bodo dengan empat kurcaci yang masih di toilet, paling mereka nanti mencariku.

Selama mengikuti mereka, kecurigaanku semakin besar. Apalagi saat wanita itu dengan manjanya meminta makan di salah satu restoran cepat saji ataupun meminta dibelikan barang-barang branded, dan pria itu---Evarado dengan senang hati menuruti permintaan wanita itu.

Cih, pria brengsek dan wanita penggoda, sangat cocok mereka mendapat gelar itu.

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana wajah Garel saat melihat kelakuan Evarado, dan aku menduga-duga apa yang akan dilakukan Garel kepada om cabul itu. Aku jadi gemas sendiri, rasanya aku ingin mencabik-cabik wajah Evarado.

Aku menyenderkan punggungku ke dinding seraya menunggu Evarado dan wanita itu selesai membeli aksesoris. Mumpung aku bertemu dengannya, sepertinya aku harus menjelaskan kepadanya apa yang Garel dan Ibunya rasakan semenjak sikapnya berubah, juga apa yang diinginkan Garel kepada Evarado.

Ah, tapi sepertinya aku akan sedikit kesusahan.

"Ada apa kamu ikutin saya?"

Aku terlonjak kaget mendapati Evarado tiba-tiba berdiri di hadapanku dengan matanya yang tajam, persis seperti Garel.

Aku mengerjap, "Sa-saya..."

Evarado tiba-tiba mencekik leherku. "Bicara yang jelas! Jangan buat saya semakin marah dan ingin membunuhmu."

Napasku tercekat. Ternyata saat tidak mabuk dia semenyeramkan ini. Aku memegang tangannya yang mencekik leherku, memintanya untuk melepaskan tangannya, tapi dia malah justru semakin kencang mencekikku. Brengsek, bagaimana bisa aku menjelaskan kepadanya sedangkan bernapas sajapun susah.

Pantesan saja Garel benci kepada Evarado, bahkan sama perempuanpun dia main tangan. Cabul pula.

"Sa-saya... saya ma-mau jel-jelasin." ucapku terbata-bata

Dia melepaskan tangannya dari leherku. Aku langsung terbatuk-batuk dan mengambil napas sebanyak-banyaknya.

"Silahkan jelaskan, saya nggak punya banyak waktu." ucapnya seraya melipat kedua tangan di depan dada

Aku tidak mau kalah. Dengan tangan yang terlipat di depan dada, aku menatapnya kesal.

"Saya mau minta pertanggung jawaban sama om."

Dia hanya menaikkan sebelah alisnya.

"Waktu itu om udah cabulin saya, maka om harus bertanggung jawab." ucapku lagi

"Cabul? Hah, yang benar aja." Evarado menatapku dari atas hingga bawah, lalu kembali menatap mataku. "Saya aja nggak tau siapa kamu dan kapan saya cabulin kamu?"

"Pas malam hari di depan minimarket. Om nggak ingat karena waktu itu om lagi mabuk!" jawabku

"Oh ya?" Evarado menyeringai kecil. "Abis itu saya ngapain kamu? Apa saya pegang kamu? Pegang di sebelah mananya?"

Aku melotot dan langsung menyilangkan tanganku menutupi dadaku, memasang kuda-kuda jikalau dia ingin memelukku lagi.

"Jangan kurang ajar sama saya!" bentakku

Dia malah tertawa. "Apa yang harus saya pertanggungjawabin? Ingin di nikahin sama saya?"

Apa? Nikah?!

AZURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang