Chapter 15 - Bukan double date.

1.5K 46 0
                                    

"Lo kenapa peluk gue?"

Gerakan tanganku yang sedang membersihkan luka di wajahnya terhenti. Dari jarak yang sangat dekat aku menatap mata Garel lamat-lamat. Aku harus menjawab apa?

Aku berdehem pelan. "Refleks." jawabku asal

"Oh refleks.." Garel tersenyum manis. "Sering-sering peluk gue ya."

"Hah?"

Garel terkekeh pelan sambil mengusap puncak kepalaku.

Aku mengalihkan pandanganku ke sekeliling. Kenapa udara menjadi panas? Apa maksudnya berkata demikian? Kenapa dia selalu bisa buat aku merasa deg-degan dan salah tingkah? Kenapa aku tidak bisa menyembunyikan perasaan ini?

Aku lantas menjauhkan wajahku dari wajahnya dan membenarkan posisi dudukku.

"Gu-gue.. mau nanya sesuatu." ucapku terbata-bata seraya mengalihkan pembicaraan

"Apa?"

"Lo kenal sama pria tadi?"

Garel yang tadinya menatapku jail berubah menjadi serius. Wajahnya datar, namun sorot matanya yang tajam menatapku seakan ingin menusuk mataku. Aku tidak tau apa yang sedang ada di pikirannya. Apa barusan aku salah ngomong?

"Garel?" panggilku hati-hati

"Dia Evarado."

"Hah?" Aku menatapnya terkejut

Evarado? Jadi yang semalam memelukku adalah ayahnya?!

"Tunggu, tunggu, lo lagi nggak bercanda kan?" Aku menatapnya tidak percaya

"Untuk apa gue bercanda."

"Tapi kok.. kenapa jadi kebetulan gini?" Aku menelan salivaku susah payah. "Dan apa alasan lo pukul dia?"

"Karena lo."

Aku mengernyit bingung. "Gue?"

"Dia semalam peluk lo kan?" tanyanya

Aku menatapnya terkejut. "Kok lo bisa tau?"

"Gue nggak suka lo di sentuh dia."

Aku mengerjap. "Tapi.. tau darimana?"

Ah, aku ingat. Apa dia tau dari Nako? Cowok itu kan temannya, dan cowok itu sedang ada di TKP. Ah iya, kemungkinan besar Garel tau dari Nako.

"Apa dari Nako?" tebakku

Kali ini Garel yang menatapku terkejut. "Lo tau namanya?"

"Gue kenalan sama dia."

"Kenalan?"

Aku mengangguk, "Kenapa?"

Garel menggeleng, "Nggak, nggak apa-apa."

"Sekarang balik lagi ke permasalahan awal." Aku menyipitkan mataku. "Jadi, lo marah karena gue di peluk dia?"

Garel terlihat salah tingkah. "Gue cuma nggak suka. Anggap aja gue membalaskan dendam lo ke dia."

Aku menatapnya lamat-lamat. Hanya dengan dua kalimat dia bisa membuatku tersentuh. Dua kalimat itu membuat darahku berdesir hingga perutku serasa dikelitiki, perkataannya juga membuat hatiku hangat. Dan aku tidak mau munafik kalau aku senang dia berkata demikian.

Aku tidak bisa menyembunyikan senyum yang terukir di bibirku. "Makasih yaaa.."

Kini Garel yang menatapku lamat-lamat. Detik berikutnya Garel tersenyum lalu mengangguk, tangannya juga mengusap puncak kepalaku.

Tidak ada pembicaraan lagi di antara kami. Aku sibuk memperhatikan jalanan yang ada di depanku, menetralkan detak jantungku yang tiba-tiba tidak bisa di ajak berkompromi, sesekali mencari topik pembicaraan supaya suasana tidak canggung.

AZURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang