Garel tidak mengeluarkan satu katapun. Kecepatan motor yang dia laju juga berada di atas angka yang sudah diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas, dan hal itu membuatku harus memeluk pinggangnya lebih erat lagi. Udara malam yang dingin ditambah sikapnya yang menakutkan, membuatku semakin tidak nyaman menghadapi situasi ini. Kutenggelamkan wajahku diantara leher dan bahunya, menggumamkan kata maaf berpuluh kali.
Garel memberhentikan motornya. Tidak ada suara disekeliling kami, dia tetap tidak berbicara, hanya terdengar deru napasnya dan napasku. Kudongakkan kepalaku, ah ternyata aku sudah sampai di depan rumah.
Aku melepaskan tanganku dari pinggangnya lalu turun. Setelah menyerahkan helm kepadanya dan menggumamkan kata terima kasih, aku berniat masuk karena tidak mau berlama-lama merasa canggung. Tapi sayangnya Garel mencengkram pergelangan tanganku, matanya yang menatapku sangat kentara sekali ada gurat kesedihan, kemarahan, dan kekecewaan yang bercampur menjadi satu.
Ugh, perutku jadi mulas.
“Maaf..” lirihku
“Kenapa lo ngelakuin itu?” Akhirnya dia angkat bicara
Aku meremas ujung kausku dengan tangan yang satunya.
“Gue mengizinkan lo untuk bantu menyelesaikan masalah keluarga gue, tapi bukan berarti lo harus masuk ke dalam sana.”
“Rel..”
“Lo tau nggak, sekali lo salah melangkah, hidup lo bakal hancur di dalam sana. Nggak ada yang bisa nyelamatin lo.”
“Gue cuma pengen tante Ava dan tante Rania bebas.”
“Dan apa lo pikir gue akan berterima kasih?” Garel menggeleng kecil. “Gue justru kecewa atas sikap lo yang udah kelewat batas.”
“Tapi kan sekarang mereka udah bebas, seharusnya lo nggak usah permasalahin itu lagi.” ucapku
“Mereka emang udah bebas, tapi nggak dengan lo dan si brengsek Nako.” ucap Garel
Aku mengernyit. “Maksudnya?”
“Cukup gue yang berurusan sama pria tua itu. Cukup hidup gue yang berantakan karena si bajingan itu. Cukup gue aja yang ngerasain, gue nggak mau ada orang lain yang merasakan hal yang serupa kayak gue.” jelas Garel
Dahiku semakin mengerut dalam. Aku tidak mengerti arah pembicaraannya. Apa maksudnya?
Garel mengusap wajahnya frustrasi. “Kenapa lo mau aja di bego-in sama Nako?”
Huh?
“Maksud lo?” tanyaku tidak paham
“Dia sengaja nyuruh lo masuk ke dalam sana, dia mau menjebak lo.”
“Menjebak gimana? Lo jangan asal nuduh.”
“Dia nggak suka gue bahagia. Dia mau membuat hidup lo rusak di sana.”
“Selama gue kenal Nako, dia nggak pernah sejahat itu.” Aku menyilangkan kedua tangan di depan dada. “Nako orang yang baik, dia juga mau membantu lo untuk mengeluarkan tante Ava.”
“Dia mau bantu gue karena dia sekalian mau ngeluarin nyokapnya! Kalau nyokapnya nggak ada di dalam, mana mau dia menghabiskan tenaganya masuk ke sana?” ucap Garel. “Lo nggak liat tadi? Orang yang baik akan bisa berbuat lebih jahat. Lo kenal Nako nggak selama gue kenal dia. Penilaian lo terhadap dia selama ini salah, dia cuma menjaga citra baiknya di depan lo, tapi dia justru mengkhianati lo.”
Aku diam menatap matanya, mencari kebohongan sekecil apapun. Nako sangat baik kepadaku, tidak mungkin dia mengkhianatiku. Bahkan tidak ada tanda-tanda dia melakukan kejahatan kepadaku. Dia membakar perusahaan Evarado semata-mata hanya ingin melampiaskan kekesalan, kekecewaan, dan kebencian dia kepada Evarado.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZURA
Teen Fiction[Untuk pembaca usia 15 tahun ke atas] "Apa yang kamu lakukan, baik atau buruk, pasti akan mendapat balasan. Mungkin tidak sekarang, tapi suatu saat nanti. Percayalah." Kalimat itu harus dipegang baik-baik oleh setiap manusia. Setiap perbuatan yang d...