Hal yang membuatku bahagia adalah kembalinya ponsel dan laptopku, meskipun aku harus membuat 10 perjanjian di atas materai. Aku segera menghubungi Kate untuk menanyai kepastian tempat untuk bertemu sebelum pergi menjenguk Nako dan Garel.
Aku mengetahui nomornya karena dia pernah memberi nomornya sewaktu di perusahaan Evarado kepadaku.
Namun empat kali aku menghubunginya namun tidak diangkat juga. Dia kemana?
Aku keluar dari lift dan berjalan menuju halte transjakarta dekat kampus. Sesekali aku menyapa orang-orang yang wajahnya kukenali tapi aku lupa namanya saat tidak sengaja berpapasan.
Tiba di halte, aku duduk sembari terus menelpon Kate. Bahkan ketika transjakarta yang kutunggu datang, Kate tetap tidak mengangkat teleponku. Aku mencoba untuk mengirimkannya beberapa pesan, tapi tetap saja tidak di balas. Di baca pun tidak.
Perasaanku tiba-tiba tidak enak, tidak biasanya Kate sangat lama mengangkat telepon atau membalas pesanku.
Aku menggeleng cepat, tidak, aku harus berpikir positif.
Lantunan lagu Way Back Home milik Shaun yang menjadi dering ponselku berbunyi. Ketika kulihat nama Kate tertera di layar ponselku, aku langsung mengangkatnya.
“Lo kemana aja njir?” semprotku
“Ra..”
Aku mengernyit mendengar suaranya yang terisak.
“Lo kenapa?”
“Gue tunggu lo.. di tempat janji kita.”
Dia memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. Aku menatap layar ponselku yang hitam dengan segala pertanyaan yang berkecamuk dipikiranku. Aku menoleh ke jendela di sebelah kananku, melihat jalanan Ibu Kota yang tidak pernah tidak macet. Aku terus berdoa supaya tidak ada hal yang terjadi dengan Kate.
Ketika tiba di halte pemberhentianku, aku langsung turun dari transjakarta dan berlari ke tempat janji kami. Aku tidak peduli dengan orang-orang yang melihatku aneh. Aku terus berlari, melewati orang-orang yang berjalanan berlawanan arah denganku.
Saat sampai, aku langsung berhenti berlari dan dahiku mengerut dalam melihat Kate duduk di salah satu kursi yang ada di sepanjang trotoar dengan tatapan kosong ke depan. Dengan perlahan aku mendekatinya dan duduk disebelahnya, tapi sayangnya dia tetap tidak menyadari keberadaanku.
Kusentuh pelan bahunya, tapi Kate malah mengeluarkan air matanya.
“Lo kenapa?” tanyaku dengan suara pelan
Kate tidak menjawab. Dia malah menenggelamkan wajahnya ke kedua tangannya. Aku menggaruk rambutku yang tidak gatal, apa yang harus kulakukan sekarang?
“Lo kenapa nangis, Kate?” tanyaku
Dia tetap tidak bersuara, namun bahunya bergetar hebat. Aku lantas memeluknya dari samping, mencoba menenangkannya.
“Nako Ra..” lirihnya
Aku berhenti mengusap punggungnya. “Nako kenapa?”
“Nako Ra Nako..”
Aku melepaskan pelukanku dan menurunkan tangannya dari wajahnya. “Nako kenapa?”
“Nako nggak ada..”
Dahiku semakin mengerut dalam. “Maksudnya?”
“Nako nggak ada Ra.. Nako nggak ada. Nako.. Nako..”
Kate kembali menangis. Aku memeluknya dengan erat sambil mengusap punggungnya. Tangisnya sangat memilukan. Aku tau pasti ada sesuatu yang terjadi kepada Nako hingga membuat Kate menangis seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZURA
Ficção Adolescente[Untuk pembaca usia 15 tahun ke atas] "Apa yang kamu lakukan, baik atau buruk, pasti akan mendapat balasan. Mungkin tidak sekarang, tapi suatu saat nanti. Percayalah." Kalimat itu harus dipegang baik-baik oleh setiap manusia. Setiap perbuatan yang d...