Bab 13 - Menjenguk Sabila? (2)

40 1 0
                                    

[Author P.O.V]

Sebelumnya, dibalik harapan Sabila yang diperkirakan akan pupus untuk bisa cepat sembuh dari mata merah yang semakin parah kondisinya, datanglah seorang teman lamanya yang ternyata dia sendiri masuk sekolah pada siang hari. Manta dan Sabila akhirnya saling berbincang-bincang biasa, meskipun pada akhirnya Sabila takut akan kondisinya dan Manta pun mencoba menengani gadis itu dengan sebuah pelukan. Sementara itu di sisi lain, Radian, Rizqi, Hani, dan Syifa berdiskusi mengenai suatu cara yang dapat dilakukan agar mereka berempat dapat pergi ke klinik ibunya Hani secara bersama-sama untuk menjenguk Sabila yang sakit.

Akankah mereka akan tetap kompak bersama Sabila, ataukah semakin berat cobaan yang dihadapi maka semakin luntur kekompakan pertemanan mereka yang dibangun sejak tugas kelompok IPA itu?

***

“Sekarang kamu pulang saja sana, Man. Nanti kamu telat lagi,” ujar Sabila itu kemudian.

Masih saja Manta, lelaki satu-satunya, berada di sekitar gadis itu, padahal waktu sudah hampir menunjukkan pukul setengah dua belas siang alias pukul 11.30 WIB. Sabila khawatir nantinya temannya itu telat masuk sekolah, ditambah lagi jarak antara klinik itu dengan sekolahnya pasti lumayan jauh dan hanya dapat ditempuh selama kurang lebih 20 menit.

Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya Manta pun menjawab, “Tidak apa-apa, Sab. Aku kan menemanimu supaya kamu tak sendirian dan merasa jenuh saat teman-temanmu pada pergi ke sekolah.”

Lantas Sabila menghela napas beratnya, lalu berkata, “Tapi tak begitu juga kali caranya, Man. Kamu boleh menemaniku, tapi lihat situasi dan kondisi. Aku tak ingin kamu dihukum itu gara-gara aku, tau. Sekarang lebih baik kamu pergi saja oke? Allah tak suka orang yang menomorduakan kewajibanmu. Lagipula, sebentar lagi kan adzan Dzuhur. Kamu juga tak boleh meninggalkan kewajibanmu beribadah kepadaNya. Ntar dosa gara-gara aku, lho.”

Meskipun masih kecil, tapi Sabila sudah pandai menasehati teman lamanya itu. Wajar saja, karena gadis itu sudah diajarkan untuk meningkatkan iman kepada Sang Pencipta sejak mereka pergi Umroh ke Tanah Suci. (Ket: baca cerita Sabilillah untuk tahu cerita lengkapnya)

Akhirnya, Manta pun mengikuti apa kata Sabila. Lelaki itu memutuskan untuk pergi meninggalkan Sabila, mesti ini pasti sangat berat. “Aku pergi dulu ya, Sab. Jaga kesehatan, semoga kamu cepat sembuh,” ujar Manta lirih.

“Iya, Man. Hati-hati ya, Insyaa Allah berkah jika kamu mengikuti saranku dengan baik dan bijaksana,” balas Sabila dengan nada datarnya. Tanpa balasan dari Manta, lelaki itu langsung pergi meninggalkan Sabila sendirian di ruangan itu. Lalu gadis itu mengubah posisinya menjadi berbaring di ranjangnya dan memejamkan kedua matanya, mencoba untuk tidur sampai ada yang datang lagi ke ruangannya.

***

Pulang sekolah pun tiba.

“Aku ingin memastikan sesuatu, Han,” ujar Radian membuka pembicaraan. Lantas, Hani bergumam, “Hmm?” Radian kembali bertanya, “Sabila dirawat di klinik ibumu, ‘kan?” Hani pun hanya menganggukkan kepalanya lalu berkata, “Iya, kenapa?”

“Bukan apa-apa,” ujar lelaki itu lagi, “dan aku juga ingin memberitahumu, kalau aku dan Rizqi sudah mendapat tumpangan untuk pergi ke klinik ibumu, Han.” Lantas, Syifa dan Hani merasa lega atas apa yang diberitahukan teman laki-laki mereka itu.

Satu di antara Syifa dan Hani berkata, “Alhamdulillah, syukurlah, Rad. Kalian jadi bisa ikutan pergi ke klinik itu. Sekarang kami ikut menunggu motor itu datang, ya. Kita akan pergi sama-sama, dan jangan ada yang saling mendahului satu sama lain.”

“Siap, Bos!” seru kedua lelaki itu bersamaan—maksudnya Rizqi dan Radian.

***

Tak membutuhkan waktu lama untuk menunggu, akhirnya Rizqi dan Radian berhasil mendapat sebuah motor yang dapat ditumpangi oleh tiga orang termasuk si pengemudinya. Kali ini, motor yang dipakai adalah motor milik ayahnya si Rizqi. Memang benar, Rizqi berhasil melobi ayahnya untuk menumpangi dirinya dan juga Radian ke klinik ibunya Hani.

Sabilillah: HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang