[Author P.O.V]
Sebelumnya, Sabila mengalami cobaan yang tidak mengenakkan, ketika ponselnya harus disita oleh ayahnya sendiri, gara-gara tak bangun di waktu Ashar dan menyebabkan waktu Ashar menjadi terlewat di awal, padahal saat itu, waktu Ashar masih berlaku alias Sabila masih dapat mengejarnya. Ponsel milik Sabila itu disita hingga waktu yang tak dapat ditentukan, dan hal itulah yang dapat menyebabkan Sabila sendiri merasa frustrasi, tak tahu harus berbuat apa. Apalagi dia tak tahu bahwa Rizqi saat ini sedang menelepon Sabila, namun ponselnya tak tahu ke mana sehingga dia tak tahu apapun. Setelah beberapa menit atau bahkan hampir satu jam kemudian, Rizqi datang ke rumah Sabila dan menanyakan apa yang terjadi pada gadis itu. Setelah beralih ke rumah Rizqi dan menceritakan semuanya, lelaki itu langsung membawa satu kotak berisi ponsel yang diberikannya kepada gadis itu, bukan dipinjamkannya.
Lantas, Sabila sendiri merasa terkejut. Akankah Rizqi ikhlas meminjamkannya kepada Sabila, dan bagaimanakah kisah mereka di keesokan harinya, yaitu satu hari sebelum perlombaan Tilawah dimulai? Yuk simak kelanjutannya!
***
“Aku tidak berbohong, Sab. Ambil saja ponsel itu milikmu, oke?”
Ujaran dari Rizqi barusan telah membuat Sabila merasa terharu. Bagaimana mungkin ketika Rizqi ikhlas memberikan ponsel itu kepada dirinya? Namun, dari raut mukanya Rizqi, Sabila sudah mengetahui bahwa temannya itu ikhlas dalam memberikan ponsel itu kepadanya.
“Ah ... Rizqi. Syukron katsira, ya. Semoga Allah melimpahkan kebaikan yang bertubi-tubi padamu. Nanti aku akan membalik—“
“Tidak perlu kau balikkan ponsel itu. Ambil saja untukmu, oke? Jaga baik-baik, ya,” ujar Rizqi, memotong pembicaraan Sabila dengan ujaran yang cukup sopan.
“Siap, Bos!” seru Sabila sambil menggerakkan tangan kanannya untuk hormat kepada teman lelakinya itu. Setelah itu, gadis itu berniat untuk pulang ke rumahnya, namun kali ini dia tak meminta Rizqi untuk mengantarkannya ke rumah, karena tak ingin merepotkan temannya sendiri.
Maka, dia pulang sendiri dengan menaiki ojek yang tersedia di depan gang rumah Rizqi.
***
Keesokan harinya, Sabila membawa ponsel baru yang diberikan Rizqi ke sekolah. Seperti biasa, dia beralih menuju mushola di tengah lapangan untuk berlatih Tilawah, untuk hari terakhir menuju perlombaan, alias satu hari sebelum perlombaan. Di sana, sudah tersedia bang Rahman dan Rizqi yang sudah datang terlebih dahulu dari Sabila.
“Assalamu’alaikum, Bang, Riz,” sapa Sabila.
“Wa’alaikumussalam, Sab. Apa kabar anta?” tanya Rizqi dan bang Rahman itu secara bersamaan. Sabila hanya berujar singkat, “Baik, kok.” Lantas, mereka berdua itupun lega ketika mendengar jawaban dari Sabila tersebut.
Syukurlah kalau Sabila baik-baik saja. Ternyata, dia benar-benar lega setelah kuberikan ponsel baru padanya, gumam Rizqi dalam hati.
“Kalau begitu, ini adalah hari terakhir kita latihan, benar ‘kan? Saya harap kalian berdua serius dalam latihan, karena besoknya kalian akan berperang habis-habisan,” ujar bang Rahman, berharap yang terbaik untuk Sabila dan Rizqi.
Lantas, kedua orang yang dimaksud itu saling berpandangan satu sama lain. Setelah itu, secara serempak mereka berkata, “Oke, Bang Rahman. Semoga kami bisa melewati hari terakhir ini dan juga hari esok!”
“Aamiin, sudahlah, ayo kita latihan. Abang mau ngetes bacaan kalian dari Surah Al-Hujurat dari awal sampai habis, mulai!”
Lantas, Sabila dan Rizqi sama-sama memulai bacaan mereka dengan ucapan ta’awudz, lalu bismillah, dan terakhir, surah itulah yang dibaca, bergantian di tiap ayatnya dari awal sampai akhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabilillah: Hijrah
SpiritualIni adalah sekuel dari Sabilillah Dimana pada saat itu seorang gadis tidak bertemu lagi dengan teman barunya di masa lalu. Dia benar-benar berubah. Dia sudah mulai berhijrah, tetapi selalu mendapat banyak tantangan. Akankah dia tetap istiqomah, atau...