[Author P.O.V]
Sebelumnya, Sabila mengangkat telepon dan ternyata bu Fiani-lah yang menelepon gadis itu dan menganjurkan dirinya dan Rizqi untuk pergi ke rumah guru tersebut. Setelah itu, dia juga menerima pesan yang isinya cukup panjang namun tertulis alamat rumah yang perlu mereka kunjungi demi membicarakan nasib mereka atas kompetisi yang sudah ada di depan mata. Setelah Rizqi melihat isi pesan itu, barulah mereka berdua melangkahkan kaki masing-masing menuju rumah bu Fiani, dan di situlah semua hal yang berkaitan dengan kompetisi itu dibicarakan di rumah itu. Alhasil, keputusannya adalah, Sabila dan Rizqi harus absen dari kegiatan belajar mengajar.
Akankah mereka dapat melakukannya, dan bisakah mereka berusaha keras demi menampilkan yang terbaik dalam kompetisi Tilawah? Ini dia kelanjutan dari cerita Sabilillah: Hijrah. Selamat! Beberapa chapter lagi, cerita ini akan selesai!
***
Keesokan harinya, Rizqi dan Sabila tak berada di kelas. Mereka tetap datang awal, dan tak pernah terlambat, namun tak masuk kelas karena harus berlatih demi perlombaan yang ada di depan mata. Maka, di kelas tersebut tersisalah Radian, Syifa, dan Hani.
Lagi-lagi, Syifa duduk sendiri di kelas. Inilah yang membuat dirinya merasa bete karena tak ada teman sebangku yang bisa diajak berbicara.
“Ih aku bosan sekali! Sabila itu ke mana sih, kenapa dia jarang sekali untuk masuk kelas? Apakah dia tak tahu kalau aku bakal duduk sendirian dan berbicara dengan sebuah diary? Lucu sekali! Tch,” gerutu Syifa pada dirinya sendiri.
Lantas, dia tak menyadari ketika Hani mendengar apapun yang dikesalkan oleh Syifa. Seketika itulah, Hani berkata, “Tak baik kalau pagi-pagi menggerutu seperti itu, Syif.”
Mendengar kata-kata Hani itu, Syifa langsung menolehkan pandangannya ke samping kanan, dan benar saja, Hani berada di samping bangkunya. “Oh jadi kamu, Han.”
Tanpa merespon kata-kata dari Syifa, Hani yang masih memakai tas sekolah itu duduk di samping Syifa, dan obrolan singkat pun terjadi.
“Aku mau bertanya, Sabila hari ini memang lagi tak masuk sekolah atau gimana?” tanya Hani itu kemudian, mengharapkan jawaban yang pasti dari Syifa, namun niatnya itu kandas seketika ketika Syifa malah menjawab, “Heh, dengar ya, Han! Kalau aku tahu, pasti aku sudah memberitahumu, bahkan sebelum kau datang dan duduk di sampingku! Cih.”
Hani yang mendengarnya hanya bisa berujar lirih, “Oh begitu ... ya sudahlah.”
Tiba-tiba, kedua mata gadis itu ditutup oleh seseorang dan lantas, mereka berdua berteriak secara bersamaan, “Eh tidaaak! Siapa ini? Siapa yang telah menutup mataku? Tolonggg! Aku ada di kegelapan ini!”
Tak lama kemudian, mata mereka berdua pun terbuka. Syifa dan Hani langsung melihat ke belakang, ternyata memang ada dua orang yang berniat untuk bermain-main dengan kedua gadis itu. “Oh ternyata Radian dan seorang putih gendut,” ucap Syifa secara spontan—mengejek lelaki di samping Radian sesuai ciri-ciri fisiknya.
Lantas, lelaki yang sedari tadi bersama Radian itu langsung berseru, “Heh, kok aku dikatakan seperti itu? Apa yang mendasari kalian untuk mengejekku seperti itu? Kalian berdua benar-benar tega padaku!”
“Yang mengatakan itu barusan kan aku, bukan kami!” seru Syifa lalu meledek lelaki itu.
Tak ingin ada pertengkaran di antara mereka, Hani melerai Syifa dan lelaki putih itu. “Hei, sudah berhenti!” seru Hani yang menyebabkan mereka berdua yang bertengkar itu menutup mulut masing-masing.
Lantas, Hani merasa lega, lalu berniat untuk menanyakan nama lelaki itu. “Hmm ... permisi. Bolehkah aku tahu namamu?” tanya Hani dengan lirihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabilillah: Hijrah
SpiritualIni adalah sekuel dari Sabilillah Dimana pada saat itu seorang gadis tidak bertemu lagi dengan teman barunya di masa lalu. Dia benar-benar berubah. Dia sudah mulai berhijrah, tetapi selalu mendapat banyak tantangan. Akankah dia tetap istiqomah, atau...