[Author P.O.V]
Meskipun perlombaan sudah berakhir, Sabila teringat pada Ridho yang dulu menjadi temannya pada waktu umroh. Menurut gadis itu, dialah yang menjadi penyebab awalnya untuk melakukan hijrah, meski pada akhirnya Sabila berhijrah karena Allah.
Tiba-tiba gadis itu bermimpi bahwa Sabila bertemu dengan Ridho di suatu tanah lapang yang tak dapat diprediksikan. Apalagi tanah lapang itu kosong saja, tak ada apa-apanya melainkan hanya panas matahari yang menyengat, menyelimuti keduanya tanpa ada satu pun orang-orang lainnya.
“Assalamu’alaikum, Sab,” sapa Ridho dengan ramahnya kepada gadis di hadapannya.
“Wa’alaikumussalam, Ridho,” balas Sabila dengan suara datarnya, “ada apa kamu ke sini?”
Ini pertemuan yang jarang terjadi di antara mereka, sejak keduanya berpisah di sekolah masing-masing. Bukan hanya saat SMP, melainkan sejak TK, mereka tak pernah berada dalam sekolah yang sama. Pertemuan di antara mereka hanya terbilang gaib, karena mereka hanya bisa bertemu di dalam mimpi, entahlah apakah Sabila dan Ridho bisa berada dalam satu sekolah yang sama, mungkin pada saat SMA kali?
“Bagaimana kabarmu, Sab? Aku kangen padamu lho,” ucap Ridho secara spontan, yang tentu saja membuat Sabila terkejut bukan main. Gadis yang kini berpakaian serba putih itu hanya bisa menjawab singkat, “Alhamdulillah baik.”
“Syukurlah kalau begitu. Pasalnya kuharap kita bisa bertemu lagi,” kata Ridho dengan penuh pengharapan. Ya, harapannya hanya satu, yaitu bisa bertemu dengan Sabila kembali, entahlah kapan waktu yang tepat untuk itu.
Sebenarnya Sabila juga berharap itu, namun tak tersampaikan dengan obrolan yang sama.
“Itu saja sih, Sab. Aku hanya ingin melihatmu sebentar saja kok. Kuharap kau takkan terganggu karena aku masih terbayang-bayang di hidupmu. Aku akan pergi, Sab. Semoga sukses di hidupmu yang sekarang. Wassalamu’alaikum.”
Setelah berucap demikian, bayangan Ridho langsung menghilang dari pandangan gadis tersebut. Apalagi, Sabila belum sempat membalas salam penutup dari lelaki tinggi itu. Ya, kini Ridho sudah semakin tinggi, mengalahkan tinggi badan Sabila. Namun, wajahnya tak berubah sama sekali.
“Aaa!” Tiba-tiba saja Sabila berteriak. Dia langsung terbangun dari tempat tidurnya. Untung saja ini tak lewat dari waktu Maghrib. Gadis itu benar-benar kecapekan sepanjang hari, karena perlombaan yang cukup melelahkan itu.
“Sabila, ayo sholat! Jangan sampai kamu bermasalah dengan ayahmu hanya gara-gara terlambat sholat!” seru ibunya dari luar rumah. Maka, gadis itu langsung menyahut, “iya, Bun! Sabila akan sholat kok.”
Ingin rasanya gadis itu turun dari tempat tidurnya, namun alangkah kagetnya ketika dia mendapati bahwa ponsel kesayangannya sudah dikembalikan. Ponsel itu terletak di atas nakas samping ranjangnya. Lantas, dia langsung berucap, “Alhamdulillah, akhirnya aku masih dapat memakai ponsel milikku sendiri.”
Dia mengucap syukur kepada Allah SWT. Setelah itu, gadis tersebut langsung berlari ke toilet untuk menunaikan shalat Isya. Hijrah? Iya dong. Gadis itu masih berniat hijrah lillahi ta’ala.
***
The End
Nb.
Hola readers. Kalian mau sekuel ketiga dari Sabilillah? Kalau mau, tunggu sejenak, karena Author baru akan ngepost di akhir-akhir tahun ya. Maaf banget :’) Tetapi jika mau kritik dan saran mengenai Sabilillah yang dulu dengan yang sekarang, bisa komen atau kirim pesan ke Author-nya langsung, kok. Kapanpun Author siap mendengarkan krisar kalian. Oke, nantikan cerita selanjutnya ya, atau bisa saja, Author lanjutin cerita yang lama, hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabilillah: Hijrah
SpiritualIni adalah sekuel dari Sabilillah Dimana pada saat itu seorang gadis tidak bertemu lagi dengan teman barunya di masa lalu. Dia benar-benar berubah. Dia sudah mulai berhijrah, tetapi selalu mendapat banyak tantangan. Akankah dia tetap istiqomah, atau...