Seragam baju biru tua dengan dua kancing diatasnya beserta rok kotak biru tua merah selutut telah melekat sempurna pada tubuhku. Aku menyisir rambutku yang sedikit bergelombang, membiarkannya terurai seraya merapikan sisi-sisinya. Aku membawa laptop beserta flashdisk, kusimpan dalam silver ball dengan aman. Kata Reyynard, sekolah di zaman ini menetapkan siswanya mencatat pelajaran menggunakan flashdisk. Keuntungannya populasi kertas tidak perlu dikuras sebanyak mungkin, terkecuali untuk ekskul sastra. Ekskul ini masih ada, dan mempertahankan kreativitas nya dengan menggunakan kertas.
Selesai sarapan, aku menyusul Reyynard yang sudah membukakan pintu mobil untukku. Aku sudah bilang kepadanya agar aku saja yang membuka sendiri pintu tersebut, namun dia menolak. Yah, apa boleh buat?
Aku bersekolah di Lambert Croydon Ahigh (Senior High School) yang berada di kawasan Berlin. Sekolah favorit dan bisa dibilang biaya sekolah nya mahal. Orang-orang sering menyebut sekolah ini dengan singkatan LCA.
Sesampai di sekolah, tidak lupa Reyynard mempertahankan kebiasaannya yang terkadang membuatku jengkel dan kikuk dalam satu waktu. Keningku sedikit berkerut, karena tidak melihat ada penjaga sekolah disini.
"Reyy, kok gak ada satpam?"
"Keamanan diganti dengan sistem teknologi,"
Aku menatap lurus ke depan. Benar, aku melihat ada sebuah kubus berwarna putih bercahaya mengambang di atas gerbang sekolah. Jumlahnya mencapai tiga.
Pfft, harusnya aku senang.
Kemudian kami menyusuri koridor sekolah yang dipenuhi oleh berbagai macam ekspresi murid-murid. Bahkan, ada yang tidak segan-segan seorang siswi melingkarkan lengannya dengan lengan Reyynard.
"Sombong banget sekarang ya, semenjak jadi mahasiswa."
Kami tidak perlu menaiki tangga untuk mencapai lantai dua. Lift dengan bentuk tabung transparan yang lokasinya strategis dengan taman sekolah berada di depan mataku, namun aku tidak tertarik sama sekali.
"Nard, dia siapa sih? Sepupu mu ya?"
Reyynard tidak menjawab.
Langkah kami berbelok ke kiri, berjalan lurus sekitar 100 meter, melihat pemandangan lapangan sekolah yang berada di sebelah kiri aku. Lenganku ditarik halus oleh Reyynard, ia menuntun jalanku agar kami berbelok ke kanan. Kulihat cewek di sebelahnya mencebikkan bibir.
Di hadapanku, sebuah pintu berwarna putih polos dibuka oleh Reyynard. Semua murid-murid yang ada di dalamnya menoleh ke arah kami, sontak berteriak dan berhamburan memeluk Reyynard. Kulihat tulisan yang diukir berwarna cokelat muda.
XI-Science III.
Reyynard berdeham, semua murid yang tadi memeluknya perlahan berjalan mundur. Reyynard masuk ke dalam kelas, lenganku masih ditarik olehnya, sedangkan si cewek pengekor tadi hanya berdiri mematung di depan kelas sembari tak henti-hentinya mencibir.
Reyynard menatap manik mataku dalam. "Kamu tunggu disini ya, sebentar lagi guru akan datang."
Ia memberi instruksi pada salah seorang siswa bertubuh kurus dan tingginya sekitar 178 cm. "Rixton, bilang ke guru ada murid baru!"
Rixton mengangguk paham.
Hampir semua orang berlarian keluar mengikuti langkah Reyynard yang berjalan gontai. Aku menghela nafas pelan. Hanya tinggal diriku, Rixton, dua siswi dan satu siswa yang ada di kelas.
Rixton berdeham memperkenalkan dirinya. "Hai, aku Rixton!"
Di lubuk hati aku tertawa melihat tingkahnya. "Serrena."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Will End
Novela Juvenil"Jangan memaksakan aku menjadi kalian, karena aku, bukan kalian," Ketika kendaraan menyemaraki tanah Klakson-klakson berdengung dibawa haluan udara Lampu-lampu kota menjadi bintang Disitulah aku berdiri Menatap langit dengan tatapan kosong Indahnya...