First Issues

53 9 5
                                    

Aku berdiri di antara banyaknya kaum dokter, suster, beserta staf bagian apoteker maupun keuangan---di dalam ruangan khusus---kalian bisa menyebutnya 'aula'. Di rumah sakit ini memang memiliki beberapa ruangan kosong yang bukan merupakan tempat untuk pasien, salah satunya tempat yang sedang kutempati saat ini.

Setelah melewati berbagai ujian kemarin, aku dinyatakan lulus sebagai dokter magang 'termuda'. Walaupun Ny. Forrest sebenarnya sangat ragu akan kelulusanku, mungkin karena ia mengenal ibuku di masa lalu....

Mungkin?

Mera memberitahuku bahwa hari ini aku akan mengucapkan pidato, ucapan rasa syukur, dan sumpah sebagai seorang dokter. Tubuhku dibaluti jubah berwarna merah hati, dan baju wisuda berwarna hitam beledru, beserta topi wisuda hitam. Aku juga disuruh memegang salah satu buku yang berisikan 'ikrar dokter'---berbentuk persegi panjang dan berwarna merah.

Bagiku, ini adalah salah satu hal yang berlebihan untuk seorang dokter magang. Namun, Ny. Forrest yang membuat semua peraturan ini, janji-janji, lokasi, pengawasan, karena opiniku yah...

Dia takut kalau suatu saat aku mengingkar poin-poin yang ada di buku ikrar, dan kalian bisa tebak sendiri alasannya.

Aku sudah berdiri di atas stage. Semua mata memandang ke arahku, kondisi ruangan ini berubah 100% hening. Mera ada di kursi paling depan bersama ibunya, ia mengacungkan kepalan tangan sebagai tanda memberiku semangat.

Aku menarik napas pelan. Ny. Forrest menatapku datar.

"Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak Charité Universitätsmedizin Berlin yang telah menerima saya, Serrena Sloan sebagai dokter magang disini, terutama Mrs. Forrest telah meluluskan saya dan saya akan melaksanakan tugas seorang dokter dengan serius. Saya mohon bantuan kalian semua agar dapat membantu saya dalam kegiatan praktik,"

Aku membuka buku ikrar dokter, kemudian membacakannya di depan umum.

"Saya akan mengucapkan ikrar saya," aku menarik napas. "Janji pertama, saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. Janji kedua, saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Jerman. Janji ketiga, saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan kemanusiaan. Janji keempat, saya akan menjalankan tugas dengan cara yang terhormat sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter. Janji kelima, saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena profesi saya. Janji keenam, saya tidak akan menggunakan pengetahuan saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan kemanusiaan, sekalipun diancam."

Semua orang berdiri, bertepuk tangan. Terlebih lagi ketika ada seseorang yang memberiku sertifikat seraya menjabat tanganku. Ketika aku turun dari stage, banyak orang yang mengerubungiku---mengucapkan congratulations---memuji---bertanya hal-hal ringan---bahkan ada yang menempelkan pipinya ke pipi kanan dan kiriku sebagai tanda salam. Senyumku terukir, ini adalah kebanggaanku yang pertama kali seumur hidup.

Mera memelukku, dan ternyata ia sudah mulai berani mencubit-cubit pipiku. "Serrenaaaaa! Congratulation for you dear, you are belong to be a doctor!"

Aku membalas pelukannya, pipiku terasa sakit karena dicubitnya. "Hey, stop what you did! Anyway, i'm very glad while you've greatful to me, hahaha,"

45 menit, waktu mereka menghabiskan ucapan congratulation untukku. Walau hampir semua orang berduyun-duyun mendatangiku, hanya ada satu orang yang memperhatikanku dari jauh. Kulirik sekilas, Ny. Forrest---masih dengan tatapan datarnya---menatapku bak patung yang diletakkan di sembarang tempat. Aku mengacuhkannya, untuk apa aku mengurus wanita itu? Toh sekarang aku tidak perlu berurusan dengannya lagi!

Sky Will EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang