Lilly mengerjap-ngerjapkan matanya, badannya sedikit gemetar. "Kau serius? Aku bahkan tak tahu bagaimana caranya?"
Aku menggeleng-gelengkan kepala. "Entahlah, aku juga tak yakin. Tapi kau mungkin bisa sedikit membantuku."
"Tidak, aku tak dapat membantumu." Lilly bangkit, sontak membuat kami terkejut dengan perubahan sikapnya.
"Hei? Tujuanmu membawa kami kesini untuk membantuku kan?" Aku masih tak habis pikir, apa sih yang diragukannya?
Cannon mulai bergerak gelisah, dia berbisik sangat pelan ketika Lilly melangkah, meninggalkan kami. "Perasaan gue ga enak, Serr. Apa perlu kita kejar ke dalam?"
"Tidak sopan," aku menggeleng lemah.
"Terus, apalagi yang kita lakukan disini? Urusan kita dengannya udah selesai kan? Gue mau kita meninggalkan tempat ini secepatnya. Ayo." Cannon sudah beranjak bangkit, aku menyetujuinya. Memang benar, apalagi yang akan kami lakukan disini setelah kami ditinggalkan begitu saja? Kusambar buku itu dengan tangkas, mulai bergerak mengikuti Cannon untuk keluar dari tempat ini.
Tapi, satu hal yang kusadari. Reyynard masih duduk disana.
"Ssst," kusenggol siku Cannon, dia segera menoleh. Aku memberi kode, jari telunjukku mengarah tepat ke arah wajah Reyynard yang sedang terbengong, seakan sedang melihat hantu berkepala tiga.
"Lah, ngapain tuh bocah," gerutu Cannon.
"KAK NAAARD! AYO KITA PERGI!" teriakan Cannon otomatis berhasil membuat sepasang mata melirik ke arah kami. Tapi Reyynard masih dalam posisi sama; melamun, mulut sedikit menganga, seperti tingkah orang sebelum kesurupan.
Dua hal yang kusadari, Reyynard tengah menatap dapur cafe, seakan ada seseorang yang memengaruhi pikirannya disana.
Aku melangkah masuk lagi, Cannon semakin menggerutu sekaligus bergidik, ngeri melihat Reyynard menatap kosong seperti itu. Apa sih yang dilihatnya? Apa dia melihat seseorang dengan sosok menyeramkan? Apakah dia melihat perompak yang diam-diam memasuki dapur? Atau, melihat Lilly yang sedang melakukan---entah apa itu, tapi membuat kegelisahan dalam hatinya?
Saat Cannon menyejajari langkahnya denganku, ia berbisik gemetaran. "Serr, lo yakin tetap mau nyamperin dia?"
Aish, langsung kugetok kepalanya tanpa ampun. "Yaiyalah! Masa gue tinggalin dia gitu aja? Lo pikir gue kayak lo apa? Ninggalin orang seenak upil!"
Wah, bola mata Cannon langsung membulat. Aku pun tak percaya apa yang barusan kuucapkan. Pasalnya, baru kali ini aku menggunakan kamus bahasa "lo-gue".
Ok, tak penting lagi berdebat dengan Cannon! Aku menyentuh kedua pundak Reyynard, sesekali mencuri pandangan ke arah dapur, tapi aku tak menemukan gerakan ganjil disana.
Reyynard langsung terlonjak, ia sepertinya baru sadar. Bibirnya bergerak gugup, aku sangat yakin ia ingin mengucapkan sesuatu yang terlalu sulit dilontarkan. Cannon menautkan kedua alisnya, bingung.
"Lo ngapa dah? Ada genderuwo disini?"
Ingin sekali lagi kujitak kepala Cannon, bisa-bisanya dia melontarkan candaan garing seperti itu, dalam keadaan canggung begini?
Sekali lagi Reyynard hanya bisa menggerakkan bibirnya dengan gugup. Aku yang gemas melihat tingkahnya itu segera duduk disampingnya, menenangkannya sedikit dengan memberinya botol mineral kecil yang tersedia secara gratis di atas meja.
"Kenapa lo?"
"Bisa diam dulu gak sih?!" Aku melotot marah. Cannon mengedikkan bahu.
Reyynard meneguk air mineral yang kusuguhkan perlahan-lahan. Mataku salah fokus---ternyata keringat membasahi pelipisnya dalam suhu udara adem seperti ini?
![](https://img.wattpad.com/cover/141022134-288-k300747.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Will End
Ficção Adolescente"Jangan memaksakan aku menjadi kalian, karena aku, bukan kalian," Ketika kendaraan menyemaraki tanah Klakson-klakson berdengung dibawa haluan udara Lampu-lampu kota menjadi bintang Disitulah aku berdiri Menatap langit dengan tatapan kosong Indahnya...