THREE ||

2.1K 103 0
                                    

Bagian Tiga

"Woah, lihat teman kita, si murid akselerasi. Bagaimana rasanya Anda masuk di kelas dua belas ESC, Akhi Madani? Adakah perubahan?" sambut temannya dengan ceria. Mereka adalah sahabat Madani dari awal masuk SMAN 7, sekaligus teman kajian bersama.

"B aja." Jawab Madani dengan nada tegas dengan tersenyum jenaka.

"Huhh.." seru teman-temannya serempak.

"Eh, Dhania Firdaus masuk ESC ya, Mad?" celetuk salah satu temannya yang berpostur tubuh tinggi, sama seperti Madani. Dia ini, murid kelas XII SSC (Superior Sosial Class) kelas unggulan jurusan IPS.

"Nggak tau, belum kenal." Balas Madani dengan mengendikkan bahu tak acuh.

"Kamu salah orang, kalau nanya perempuan sama Mad, Yo. Dia tahu apa soal perempuan, palingan juga Emak dan mbak Maya doang yang dia tahu. Ya nggak? Hahaha..." Sela temannya yang berkacamata, pada laki-laki yang bertanya pada Madani. Kalau yang berkacamata ini, murid kelas XII ELC (Eccell Language Class), kelas unggulannya Bahasa, dan karena wajahnya mirip Afgan, jadi banyak yang memanggilnya 'mas Afgan.' hehe...

Madani menonjok pelan bahu temannya yang barusan mengejeknya, "Sialan kamu, mas."

"Hehe, emang iya kan? Tanya tuh sama si Kevlar nih, playboy-nya kelas duabelas IPA tiga. Yang mantannya segudang garam, eh, kurang banyak kayaknya ding." Oceh laki-laki bertag name Nuril dengan sesekali membenarkan kacamata silindernya.

"Hoi, gue-- maksudnya, aku nggak playboy. Gue-- aku itu cuma berteman saja. Berteman, you understand? Dan, ya.. mantan g-- aku cuma ada sekitar, dua puluhan lah.." Bela laki-laki bernama Kevlar. Nah, yang satu ini teman satu kelas Leo, kelas SSC. Dulu sih, masuk kelas SSC ini juga karena ngikut Leo.

"Hahaha.. playboy ya playboy aja kali!" ujar Nuril.

Kevlar mendengus kesal.

Madani hanya tersenyum melihat kedua temannya bertikai, namun bukan itu sebenarnya yang membuatnya tersenyum, melainkan gaya bicara Kevlar yang masih kaku saat menyebut kata, 'Aku'. Semenjak bertemu dan berteman dengan Madani, Kevlar mengalami banyak sekali perubahan, mulai dari penampilan yang dulunya seperti preman sekolahan kini lebih rapi dan displin. Setidaknya begitu, meskipun kadang masih kelupaan pakai dasi dan ikat pinggang.

"Sudah sudah. Oh iya, gimana kajian di masjid Al-Qalam. Pada dateng kan?" ucap Madani dengan penuh harap, sedangkan temannya masih melanjutkan tertawanya.

"Tentu saja," sahut Nuril dengan mengangguk mantap.

"Hadir?" Yakin Madani.

"Tiiidaak," geleng Nuril dengan nada datar.

"Ah, kamu mas. Udah yuk, berangkat." Ajak Madani pada ketiga temannya itu sebelum mereka bertambah kambuh gilanya.

Madani berbocengan dengan Leo, sedangkan Nuril bersama Kevlar. Mereka berempat bukan seperti sahabat saja melainkan seperti saudara. Meskipun mereka beda kelas dan jurusan, mereka sering menyempatkan diri berkumpul bersama. Baik itu di Masjid sekolah ataupun di kantin.


__________


"Eh, Mad. Jangan lupa, minggu depan bawa mushaf," ucap Leo saat memasuki tempat wudhu pria.

"Untuk apa?" heran Madani, yang berusaha menyamakan langkah lebar Leo.

Leo menoleh, lantas menarik napas, "Minggu depan kan udah rutin baca literasi di interkom, dan kamu kan tukar jadwal sama Kevlar. Lupa?"

Dear Ketua RohisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang