TWENTY TWO ||

938 55 0
                                    

Bagian dua puluh dua

"Nduk, kamu yakin mau masuk sekolah hari ini?" tanya Ibuk khawatir karena mengingat anaknya itu baru sembuh dari sakit.

Dhania mengangguk mantap, "Yakin dong buk." kedua tangannya mengeratkan kuncirannya.

"Tapi kamu kan masih belum sembuh total, kamu ijin dulu ya hari ini aja, lusa baru kamu boleh masuk. Ibuk takut kamu lemas di sekolah,"

"Ih, ibuk lebay deh, aku nggak selemah itu Buk. Aku kuat kok!"

"Tapi..."

Dhania menggeleng, "Buk, ibuk nggak percaya sama aku?"

"Percaya, tapi ibuk itu masih nggak tega kamu masuk sekolah hari ini. Libur aja ya,"

"Enggak mau buk, pokoknya aku mau masuk hari ini. Plis, ijinin ya. Ya ya ya?"

Ibuk menjadi lebih tak tega untuk tidak mengiyakan kalau anaknya sudah begini.

"Baiklah, tapi kamu bareng Haidar ke sekolahnya."

Alis Dhania mengernyit, "Haidar siapa? Jangan-jangan Bapak nyari supir buat antar-jemput aku, plis deh aku tuh udah gede buk."

"Kalau gitu, ibuk nggak kasih masuk!"

"Iya deh iya deh, ibuk kok jadi nyebelin gini sih." omel Dhania seraya bersiap-siap untuk sarapan.


__________


Di sepanjang perjalanan Dhania duduk dengan canggung, kedua tangannya saling bertaut.

"Nih," Dhania mengulurkan helm pada laki-laki asing yang disuruh Bapak mengantarnya ke sekolah.

"Kamu pegawai magang di pengadilan ya?" lanjutnya, penasaran.

Entah, bapak kemasukan setan hutan rimba mana, sampai-sampai mengijinkan orang asing untuk membawanya ke sekolah. Ia sangat tahu, kalau bapak tidak akan mengijinkan siapapun mengantar anaknya, kecuali saudara dekat atau tangan kanannya. Meskipun, saat ini Dhania dan bapak masih berperang dingin, sikap over protektifnya tidak berkurang, malah bertambah.

Bukannya menjawab pertanyaan Dhania, laki-laki berparas.. um, tampan itu malah tertawa.

"Tampang gue emang kayak pegawai magang ya?" katanya seraya melepas helmnya. Narsis.

"Iya, staff magang satpamnya pengadilan." balas Dhania jutek, setelah itu ia buru-buru jalan menuju kelasnya.

"Dhania!" panggil Kirana senang saat dirinya baru saja memasuki kelas. Begitupun dengan Gemma dan Fathiyah.

"Hei," balas Dhania ceria, seperti biasanya.

"Maaf ya aku nggak bisa ikut ke RS pas kamu sakit, soalnya pas peringatan kematian ibuku. Maaf bangeet!" kata Kirana,

"Iya, aku juga, maaf nggak bisa ikut bareng manteman ke RS jenguk kamu. Emakku nggak ngasih ijin ke kota, soalnya katanya lagi musim begal." imbuh Gemma,

"Gapapa, lagian aku udah sembuh sekarang. Ada tugas nggak buat aku, selama nggak masuk." angguk Dhania senang.

Gemma dan Kirana saling bertatapan, lantas menoleh bersamaan kearah Fathiyah.

"Ini list tugas selama kamu nggak masuk!" Fathiyah mengangkat selembar kertas yang membuat senyum ceria Dhania luntur seketika. Rupanya kekacauan yang dibuatnya malam minggu itu berakibat sangat fatal, dan rasanya Dhania akan jadi kutu buku di perpustakaan selama satu minggu ke depan.

Dear Ketua RohisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang