TWENTY ||

905 65 0
                                    


Bagian Dua Puluh

"Stop! Stop!" seru Nuril heboh, sembari tangannya menepuk-nepuk bahu sang pengemudi secara brutal.

Ciiitt..

Karena kehebohan yang dibuat oleh Nuril, akhirnya Leo --sang pengemudi-- menginjak rem secara mendadak, dan membanting stir ke pinggir jalan. Hingga, membuat kedua temannya yang duduk di belakangpun terpental ke depan, terantuk punggung kursi.

"Shit! Jidat gue!" umpat Kevlar, yang langsung ditatap intens oleh teman di sebelahnya.

Kevlar meringis, "So..soriii!" ucapnya, dengan menggigit bibir bawahnya, sekaligus menahan rasa sakit di jidat kebangaannya.

Meninggalkan kecanggungan di kursi belakang, kedua orang yang duduk di depan justru tengah berdebat.

"Ada apa sih, Ril! Kebiasaan deh. Nggak usah ngagetin, bisa kan. Aku lagi nyetir, ada tiga nyawa yang aku bawa! Dan, salah satunya kamu. Emang kamu mau mati muda, huh?" kesal Leo, sembari melototi si laki-laki yang biasanya berkacamata, namun kebetulan saat ini dia sedang tidak memakainya. Si pendiam Leo, kini terlihat garang seperti namanya.

"Itu, lihat! Bukannya itu si Dhania, ya?" bukannya membalas ocehan kesal Leo, Nuril malah dengan santai menunjuk ke arah luar kaca mobil.

Leo yang penasaran, memilih mengikuti arah jari telunjuk Nuril. Meskipun hatinya dongkol, ingin menjitak kepala Nuril.

"Mana sih?"

"Itu, Yo. Yang pakai syal tipis. Eh, eh, mereka masuk deh. Woah, bukannya itu diskotik?"

"Hmm, salah lihat kali kamu!"

"Yaelah, meskipun aku lagi nggak pakai kacamata, tapi mataku ini masih jelas kalau jarak segitu aja."

"Halah, udah ah! Gara-gara kamu nih, kita bisa telat ke rumah pak Mansur. Dasar,"

Madani yang pertama kali menyadari ada perdebatan di depan, langsung membuang muka ke arah Nuril dan Leo. Mengabaikan Kevlar sementara.

"Ada apa, rek?" tanya Madani, memastikan.

"Ini nih, si Nuril ngelihat Dhania di depan diskotik, katanya." jawab Leo, tanpa menoleh ia mulai menginjak gas mobil kembali.

Tanpa merespon Leo lagi, Madani segera memutar kepalanya ke belakang, lantas celingukan mencari-cari sosok yang dilihat oleh Nuril. Namun, nihil. Dia tak melihat siapapun di sana.


__________flashback ; off.


Nggak mungkin juga, dia ke tempat seperti itu.... nggak mungkin. Batin Madani menenangkan diri, saat bu Arni mengabarkan kalau Dhania tidak masuk sekolah.

"Kalau boleh tau, Adek-- eh, Dhania maksudnya, sakit apa ya bu?" tanya Gemma, kayaknya hari jum'at dia sehat-sehat aja. Malahan sempat ngehabisin krupuk Palembang gue, Lanjutnya dalam hati.

Dear Ketua RohisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang