TWELFTH ||

1K 66 3
                                    

Bagian Dua Belas

"Selamat datang di Kafe DAMAY." Sapa Madani saat mendengar suara derit pintu kaca kafe dibuka. Sambil menyapa pelanggan, ia menutup buku catatan biologinya dan beralih ke tempat kasir. Maya menyuruh suaminya agar menaruh adiknya itu di kasir, karena selain dia jago dalam hitung-menghitung, tampang naif seperti dia tidak cocok juga untuk berada di dapur.

Iris matanya tak sengaja menangkap figur perempuan, yang membuat Madani sedikit kaget. Karena wajahnya tidak begitu asing dimatanya, ia bisa mengenalinya meskipun sudah lama tidak bersua, dan banyak perubahan dari dirinya.

Madani beranjak dari duduknya, dan mulai mengantar buku menu pada satu pelanggannya yang baru datang.

"Selamat siang, mau pesan apa?"

Madani menyodorkan buku menu pada figur perempuan yang ia amati tadi.

"Masih suka bantu mas Adam ya?" ujarnya.

Madani menarik sudut bibirnya dengan mengangguk kaku, "Iya. Mau pesan apa?" tanyanya, lagi.

Dia menyebutkan beberapa menu yang ingin ia pesan seraya membolak-balik buku menu, lalu mengembalikannya pada Madani.

Madani mencatat pesanan pelanggan itu di tablet yang dipegangnya.

"Vanilla latte-nya panas atau dingin?" tanya Madani.

Figur perempuan berambut sebahu tersebut mendongak, "Dingin."

"Ada lagi?"

Dia mencondongkan tubuh ke arah Madani lantas membisikan sesuatu, yang membuat Madani sedikit terkejut. Namun, ia mencoba bersikap biasa saja.

"Baiklah, pesanan Anda akan segera diantar." ucap Madani sambil menyodorkan nomor dan selanjutnya ia kembali menyambut pelanggan yang akan memesan.

Madani menebar senyum, saat satu persatu pelanggannya membayar pesanannya.

"Mas, boleh minta tisu?" ujar perempuan berseragam sekolah.

"Boleh," jawab Madani, tanpa menoleh. "Ini struk dan kembaliannya, terima kasih." lanjutnya, seraya memberikan kertas putih kecil dan beberapa lembar uang.

"Sama-sama. Ini buat mas!"

Madani mengernyitkan kening saat menerima uluran tisu dari pelanggannya, lalu tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala ketika melihat tulisan tangan dari perempuan tadi.

"Halo, cogan. Ini Pin BB aku 2ADC--"

Madani menoleh, mendapati mas Adam tengah berdiri tepat di belakangnya.

"Mas Adam?"

"Suruh PING tuh, sama dedek emeshh." ledeknya, yang membuat adik iparnya mendengus.

"Muffin kamu, rasa banana." lanjutnya seraya memberikan roti kilat mini pada Madani.

"Makasih, mas."

Adam tersenyum, "Jangan lupa di PING, dedek emeshnya ya Cogan. Hehehe," godanya, sebelum naik ke lantai dua untuk mengantar pesanan.

"Maaas!!"

Selesainya mengerjakan tugasnya sebagai kasir sekaligus waiter, Madani kembali berkutat dengan buku biologinya. Namun, kali ini ia mencoba mengerjakan bank soal yang ada dibuku paket yang ia beli bersama Nuril itu. Seperti biasa ia selalu ceria mengerjakan soal-soal ilmu alam tersebut.

Suara pintu kafe dibuka, membuat Madani menaruh bukunya, lantas ia mendongak melihat pelanggan yang datang. Ternyata mereka ....

"Halo, Mad." sapa lelaki seumurannya yang mempunyai penampilan mencolok. Jaket parasit biru elektrik, dengan kaus berwarna hitam sebagai dalamannya.

"Salam dulu!" salah satu temannya, yang datang bersamaan dengannya mengingatkan.

Dengan malu-malu ia mengucap salam pada Madani, yang saat itu memakai celemek.

Madani tersenyum dengan membalas salam dari temannya, Kevlar. Yah .... mereka yang dimaksud tadi adalah sahabatnya, Kevlar, Leo dan, Nuril.

"Kalian dari mana nih? Tumben rame-rame, silahkan duduk, aku mau ke mas Adam dulu," tanya Madani senang.

"Dari rumah Leo nih, terus kesini deh." jawab Nuril, telunjuknya menunjuk laki-laki yang kala itu memakai jaket denim.

Madani mengangguk paham, lantas menanyai apa yang ingin mereka pesan, sebelum dirinya menghampiri mas Adam.

"Kamu gabung sama mereka aja, bentar lagi mas Oka dateng kok." ucap mas Adam.

"Oke, mas."

"Eh, Mad. Yang di lantai dua itu Pat, mm--"

"Iya mas, yaudah aku gabung sama temen-temen dulu," pamit Madani.

Empat sekawan itu tengah duduk dengan mengobrol ria tentang acara kajian di masjid Al-Qalam. Madani mengingat kembali ucapan mas Adam sebelum dirinya bergabung dengan kawan-kawannya.

"Mad, kamu hari sabtu ikut ke Al-Qalam kan?" tanya Nuril, yang sekaligus membuat Madani kembali fokus dengan teman-temannya.

"Huh! Insyaa Allah, enggak. Soalnya aku udah rencana mau bantuin pak Mansur mindahin buku ke masjid." jawab Madani gelagapan.

"Oh gitu ya, padahal kata Leo bang Elang kesana hari sabtu. Iya kan, Yo?" ucap Nuril kecewa.

Leo yang tadinya asik bermain uno bersama Kevlar, menoleh sesaat sambil mengangguk-angguk.

"Iyaa, kebetulan dia lagi ambil cuti. Tapi kalau kamu nggak bisa ya nggakpapa kok, santuy aja..." sahut Leo sembari memindahkan balok uno.


__________


"Fat!"

"Hem," sahut Fathiyah singkat, pandangannya mendongak melihat temannya.

"Ini enak banget, sumpah!" sanjung Dhania saat satu sendok banana cake masuk ke dalam mulutnya.

Fathiyah tersenyum, "Siapa dulu dong yang milih restoran?"

Dhania memutar bola matanya malas, "Iya deh, Fathiyaah."

"Hehe," tawa Fathiyah.
"Btw, ini tempat favorit aku sama pacar aku dulu lho."

"Beneran? Pantes aja kamu tau menu-menu yang enak disini."

"Hmm..." kata Fathiyah sembari throwback pada dua tahun lalu.


__________flashback ; on.


"Mas, kesukaan dia apasih?" tanyanya pada mas-mas pelayan kafe.

"Emang kalian gak pernah makan bareng? Selain kesini."

"Pernah, tapi tiap kali aku nanya mau makan apa bilangnya terserah dan setelah pesenan dateng, aku nanya 'ini makanan favorit kamu?' selalu dijawab, 'bukan.' nyebelin kan, mas?"

Sang pelayan tertawa seraya memberikan banana cake padanya.


__________flashback ; off.


"Pasti dia cowok yang rame kayak kamu, iya kan?" tanya Dhania.

Fathiyah melihat ke arah jauh, "Enggak juga, kalem malah. Dia tuh, yes man."

"Hmm, gitu yaa... Kapan-kapan kenalin dong," angguk-angguk Dhania.

Sembari menatap layar laptop, Fathiyah mengangguk samar. Entah kenapa dirinya tiba-tiba menjadi tak tenang.


Bersambung

Dear Ketua RohisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang