Bagian sembilan
"Dhania?"
Dhania menoleh singkat ke arah kursi sebelahnya tanpa minat, "Siapa ya?" batinnya dalam hati. Enggan mau mengeluarkan suara secara langsung.
Perempuan berambut warna galaxi tersebut tertawa sinis setelah menepuk-nepuk kursi bus di depannya, hingga membuat risih Dhania.
"Lo beneran lupa sama gue, nih Dhania Firdaus?" katanya lagi sambil menekankan dibagian Dhania Firdaus.
Daripada menanggapi orang asing disebelahnya. Dhania memilih memasang kembali earphone-nya, yang tergerai di lehernya.
"Gue, Rhea Ardiaz si alis putus-putus. Lupaa?" ucapnya lebih tenang.
Dhania nampak diam saja, tak menggubris. Menikmati setiap murottal yang tersalur dari salah stu channel radio di smartphone butut milik teman lamanya. Matanya melihat keluar jendela.
Plug. Ditariknya earphone yang menyumpal telinga kiri Dhania, lantas sontak membuat sang pemilik langsung naik pitam.
"Woi, kamu tuh...., Ria?" suara Dhania mendadak merendah saat ia ingin menyemprot si pembuat usil itu, matanya menyipit beberapa saat untuk memastikan kalau perempuan berambut mejikuhibiniu itu adalah....
"Yeah, gue Ria." angguknya duluan.
"Beneran ini Ria?" masih belum percaya, Dhania menanyainya lagi sambil mengamati penampilan temannya itu dengan seksama.
Rhea mengangguk singkat. Sejurus kemudian, ia mengeluarkan smartphone-nya lantas dengan cepat layar lebar enam inchi itu menampilkan wajah polos Dhania yang tengah memegang piala juara satu olimpiade Sains.
"Astaga? Kamu masih nyimpen foto aku jalay itu, Ri? Duh, jadi kangen smp aku tuuh." ujar Dhania heboh, hingga lupa kalau dirinya tengah di dalam bus umum yang kebetulan lagi penuh penumpang. Namun, persetan dengan itu semua. Ia terlanjur senang karena bertemu dengan Rhea, setelah sekian lama tak jumpa.
"Iya dong, rasanya nggak afdol kalau nggak nyimpen aib temen pas sekolah, apalagi pas jaman-jamannya alay, hahaha. Lo apa kabar? Lama nggak ada kabar! Mentang-mentang lulus duluan." suara tawa Rhea berderai.
"Hehe, maaf. Kabar aku baik. Kamu sendiri gimana?"
Rhea tersenyum, "Masih aja romantis, pake aku-kamu." cibirnya, "Kabar gue, fifty-fifty sih. Antara baik dan buruk, tapi lebih dominan baiknya kok."
Dhania terkekeh mendengar cibiran dari teman sekaligus sahabatnya di boarding school itu sambil mencubit pinggangnya gemas.
"Nyebelin tahu nggak!""Hahaha, emang tuh ya, lo itu terlalu lembut Dhan kalau ngomong apalagi lo sekarang kelas... Kelas berapa lo sekarang?" decak Rhea.
"Duabelas!" jawab Dhania.
"Tuh, lo udah kelas duabelas sekarang! Adek kelas kita aja udah nggak ada yang pake aku-kamu,"
Dhania mencebikkan bibirnya, tanpa membalas ejekan dari Rhea, percuma dia nggak akan menang kalau debat sama dia.
"SMAN 7, SMAN 7!!" Seruan dari kondektur bus membuat Dhania segera beranjak dari kursinya.
"Kamu mau kemana Ri?" tanya Dhania heran saat Rhea juga beranjak dari tempatnya.
"Mau turun juga dong," jawab Rhea enteng.
"Yoook!" seru kondektur ketika dua penumpangnya turun.
"Lo sekolah sini Dhan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Ketua Rohis
Roman pour Adolescents(DO)AKAN TERBIT♡♡ 📍 Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Indonesia. 12 maret 2018 - 14 juli 2020 -- Dhania, dihukum oleh ayahnya untuk ikut suatu kegiatan yang diselenggarakan ekstrakulikuler Rohis karena telah berbuat dosa kepada Allah. Nadine sebagai...