THIRTEEN ||

1K 67 0
                                    

Bagian Tiga Belas


"Sekarang kalian buka e-mail kelas, saya sudah mengirim materi yang akan kita kupas habis hari ini. Silakan dipelajari dulu, kalau ada yang kurang paham tentang materi disana kalian bisa bertanya pada saya ya," suara dari guru sejarah, membuat Dhania tersadar dari lamunannya.


Jam pertama, pelajaran di kelas XII ESC adalah sejarah, yang guru pengajarnya adalah pak Sumarno. Salah satu spesies guru berinisial 'S' satu ini lebih lanjut usianya daripada spesies guru yang berinisial 'S' lainnya.

"Kalau tidak ada yang perlu ditanyakan, saya akan membagi kelompok untuk tugas makalah, beserta presentasi untuk minggu depan." ucapan dari pak Sumarno sukses membuat rahang satu kelas jatuh.

Meskipun begitu, tidak ada yang berani menyahuti perintah dari guru berkumis tebal itu. Mereka memilih mendesah pasrah secara serempak.

"Baiklah, kelompok pertama ; Halwatuzahra, Haikal, Rayhan, Nadine. Kelompok dua ...."


Sebagian murid terdengar mengeluh, saat baru dibagikan kelompok. Termasuk Dhania yang menoleh ke belakang dengan memutar bola matanya, sedangkan orang yang di pandangnya hanya cengengesan tidak jelas.

Setelah pak Sumarno selesai membagi kelompok, barulah murid kelas XII ESC berpindah tempat sesuai dengan kelompok masing-masing.


"Yah.. pisah deh." keluh Gemma pada Kirana.

"Iya, aku bakalan kangen banget sama kamu Gem." sahut Kirana seraya merapikan buku-bukunya.

"Jangan kangen, Na. Berat, biar berat badanku aja yang berat." ujar Gemma melas.

Kirana mengangguk, "Iyaa, biar kamu aja yang gendut. Aku enggak mau,"

Gemma menjitak kepala Kirana dengan keras, "Dasarrrr!"


__________


Suasana kantin siang ini begitu ramai. Beberapa murid laki-laki berseragam olahraga berlarian menuju stand penjual minuman kaleng. Lapangan futsal yang berada tak jauh dari kantin memantulkan sinar matahari yang bersinar terik hari ini. Menjadikan udara di kantin outdoor itu menjadi panas. Namun, untung saja di kantin ini ada kipas angin tornado yang menempel di tiap sudut kantin, jadi tidak terlalu panas.

"Hal, mau pesen es apa?" tawar Fathiyah.

"Kayak biasanya," sahutnya.

Dhania tanpa berkedip tengah menatap ceria ke arah layar ponselnya membuat beberapa temannya penasaran.

"Weh, Dhan!" ucap Gemma.

"Apaan?" sahut Dhania, masih asik dengan ponselnya.

Kirana tersenyum, lalu menggeser posisi duduknya mendekati Dhania.

"Tanda-tanda jatuh cinta...hmm." ejanya dengan menyipitkan matanya.

"Heii!" seru Dhania kesal saat Kirana mengintip layar ponselnya.

Gemma yang mempunyai rasa penasaran yang tinggi pun melirik Kirana dengan tatapan tanda tanya.

"Hayo lho, sedang jatuh cinta sama siapa?" goda Kirana dengan menyenggol bahu Dhania.

"Ih, apaan sih, orang iseng doang kok." bela Dhania.

Kirana dan Gemma bertatapan, kemudian berujar secara bersamaan. "Bohong!"

"Apa aku ketinggalan sesuatu, guys?" tanya Fathiyah dengan membawa nampan berisi empat gelas jus.

"Dhania lagi jatuh cinta nih!" seru Gemma.

Dhania mendelik jengkel, "Gemm! Nyebelin kamu ih!"

"Akhirnya cinta Yoga nggak bertepuk sebelah tangan lagi," seru Gemma lagi tanpa rasa sungkan sekalipun.

"Gem, mulutmu!" tunjuk Dhania kesal.

Disela-sela Dhania dibully oleh teman-temannya, ada segerombol murid perempuan yang berjalan melewati meja mereka dengan bercanda ria. Mereka adalah murid jurusan Bahasa, unggulan. Kantin kedua ini memang menjadi kantin favorit murid kelas XII IPA, IPS, dan Bahasa. Karena, selain tidak ada adik kelas yang berkeliaran juga di sini jarang ada guru yang mampir kesini.

"Eh, tahu nggak sama yang baca literasi waktu itu. Pembaca An-Naba' waktu itu?"

"Iya, kenapa?"

"Itu si Madani yang baca,"

"Benaran? Btw, Madani siapa sih?"

"Astaga, dia itu si ketua rohis SMAN 7. Masa gatau sih, anak XII ESC, satu kelas sama princess."

"Princess siapa lagi dah,"

"Astaga, si Dhania Firdaus."

"Oh, dia. Hmm.. Selain pinter baca Al-Qur'an dia keren juga ya? Ketua Rohis itu."

"Lah, kok tau? Bukannya kamu baru tau barusan?"

"Itu bukan orangnya, yang duduk disebelah sana!"

"Shit! Kenapa nggak bilang dari tadi gobl*k!"

"Hahaha!"


"Idola emang sih."

"Calon idaman mah, bukan idola aja."

"Calon apaan?"

"Calon imamku lah."

"In your dream, baby! Hahah,"


Rumor tentang Madani adalah pembaca literasi beberapa hari lalu sudah menjamur di SMAN 7. Bahkan, Madani juga sudah mendengar. Namun, ia cuek saja.

Saat ini, di kantin utama pada jam istirahat terakhir masih banyak yang membicarakannya. Tanpa segan mereka berbicara di dekat Madani.

"Eh, Yo. Sahabat kita ini akan jadi idola baru lho di SMAN 7, karena suara emasnya." ucap Nuril di tengah ia menyantap mie ayam.

"Hm, Iya." angguk Leo, si cowok cool di kelas XII SSC. Ketua Osis yang akan segera lengser jabatannya tahun ini.

Madani hanya melengkungkan bibirnya. Dirinya mungkin dikantin, namun jiwanya berada di kelas, tepat saat dirinya memberikan buku paket bahasa Indonesia pada Dhania.


__________


"Na, ada nomor Yoga nggak?" tanya Gemma.

Kirana mengangguk seraya memasukkan salah satunya tangan ke dalam saku, namun dengan cepat Dhania menahannya.
"Gem, kamu apaan sih!" sergahnya galak.

"Duh duh, yang sedang berbunga-bunga. Aku cuma mau mengucapkan selamat sama Yoga, karena penantiannya nggak sia-sia."

Dhania mendelik sambil mengomeli Gemma, sedangkan Fathiyah hanya tersenyum. Hatinya sedikit lega, karena Dhania menyukai Yoga.

"Udah Dhan, kurang apalagi sih Yoga. Udah ganteng, baik, populer, meski nggak pinter-pinter amat tapi dia tuh Setia lho nunggu kamu," nasihat Kirana yang diangguki oleh Gemma.

"Iya, kalian cocok kok." tambah Fathiyah.

Meskipun kesal, hati Dhania merasa lega karena teman-temannya tidak tau bahwa yang ia sukai itu bukan Yoga. Jujur saja, sedikit pun ia tak menaruh rasa suka yang lebih dari sekedar teman, meski kerap kali diperlakukan romantis oleh Yoga. Baginya, Yoga dan dia adalah dua orang yang berbeda sisi yang mencolok.

Bersambung

Dear Ketua RohisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang