BAB 4-Bertemu Teman Egois

57 17 1
                                    

Kringg...kriing...kriing... 

Terdengar sebuah jam waker berdering dengan sangat nyaring. Suara itu berasal dari sebuah rumah berlantai dua dan berpagar coklat, tepatnya dari sebuah kamar seorang gadis muda dengan background awan berwarna biru di dindingnya. Gadis itu Meiry, terlihat ia sedang bergelung nyaman di balik selimut pinknya yang hangat.

Setelah kurang lebih lima menit jam waker itu berdering tanpa henti, barulah Meiry berhasil membuka matanya. Tak langsung bangun, terdiam sejenak mengumpulkan seluruh nyawanya yang masih terpencar di alam mimpi.

Setelah dirasa kesadarannya telah kembali sepenuhnya, ia kemudian bangkit, lalu duduk di pinggir ranjang. Ia melirik detak jarum jam dinding yang menggantung tepat di hadapannya. Terpampang waktu baru menunjukan pukul setengah enam pagi. Waktu yang cukup baik untuk berolah raga.

Hari ini ia dapat shift malam dan tugas jaga, kemudian dilanjutkan dengan shift pagi untuk keesokan harinya. Hah memang melelahkan. Ini artinya ia tak akan mendapat waktu tidur yang cukup.

Dengan langkah gontai, ia berjalan ke toilet. Setelah rampung cuci muka dan gosok gigi, ia kemudian mengikat rambutnya menjadi satu seperti ekor kuda. Lalu ia pergi keluar rumah dengan mengenakan setelan jaket parasut putih, celana pendek dan sepatu. Tak luput, sebuah earphone tampak memeluk lehernya.

Sudah 10 kali putaran lebih ia lakukan. Tak terasa itu sudah cukup untuk memeras sarang keringat tubuhnya. Tak perlu jauh-jauh dan tak perlu peralatan mahal atau ke tempat gym, ia hanya lari keliling kompleks rumah saja. Olahraga yang hemat, tanpa mengeluarkan uang tapi membawa manfaat.

Lari pagi memang menjadi kegiatan rutinnya barang sekali seminggu dengan harapan tubuhnya semakin sehat dan bugar, kalau langsing itu hanya bonusnya. Apalagi dalam pekerjaannya ia dituntut untuk begadang setiap malam, jadi dengan olah raga badannya terasa lebih fit.

"Pagi Rara, mau ke sekolah yaa?" sapa Meiry pada anak kecil yang dipangginya Rara itu sambil tetap berlari kecil.

"Pagi kak Meiry, iya mau ke sekolah," jawab bocah manis itu sambil melambai pada Meiry yang berlari semakin menjauh.

"Pagi Pak Sayur," sapa Meiry pada tukang sayur yang dipanggilnya Pak Sayur karena ia memang tak mengetahui nama asli si tukang sayur.

"Pagi neng," jawab Pak Sayur pada Meiry yang masih tetap berlari kecil.

"Pagi bu Vero, mau berangkat kerja bu?," sapa Meiry pada bu Vero.

Dan begitu seterusnya, setiap orang yang ia temui di jalan ia sapa, kecuali orang yang tidak ia kenal tentunya. Meiry sudah seperti tukang sensus yang mengabsen setiap orang yang lewat.

Tak terasa kini sudah 20 kali lebih ia mengelilingi kompleks rumahnya. Ia rasa olah raga paginya hari ini sudah cukup. Untuk menghilangkan lelah sejenak, ia mampir di sebuah taman kecil yang ada di dekat kompleks rumahnya. Taman ini memang sering digunakan orang-orang kompleks untuk berolahraga, selain itu ada taman bemain mini untuk anak-anak juga.

Ia rebahkan punggungnya pada kursi kayu di taman itu.Ia menyeka bulir-bulir keringat yang di wajahnya. Kemudian ia luruskan kedua kakinya. Sebotol air putih telah habis meluncur dalam satu kali tegukan di kerongkongannya.

Sedang sibuk mengatur napas, tanpa sengaja pandangannya melihat sebuah objek yang sangat tidak ia inginkan. Objek itu adalah seorang laki-laki seumuran Meiry dengan rambut belah tengah dan mengenakan setelan olah raga, dia Bayu. Seorang dokter muda seangkatannya yang dulu pernah menjadi biang kerok permasalahannya di RS tempat koasnya dulu. Mungkin kini Bayu bukan dokter koas lagi, dia pasti sudah lulus UKDI.

"Oh my god, kenapa dia bisa ada disini? Gw harus kabur sekarang," pikir Meiry. Ia kemudian bergegas mengendap-endap pergi. Tapi_

"Meiry!!" panggil seorang laki-laki yang tak lain dan tak bukan itu Bayu.

Sanggraha [A World Behind The Clouds]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang