8. N.O

554 57 3
                                    

"Aku gak nyangka Bu Endang kasih kita A pas presentasi tadi."

Rere menyeruput es teh seraya mengangguk, membenarkan ucapan Niken.

"Berkat Mei bahan presentasi kita sangat lengkap dan dapat pujian dari Bu Endang." Niko ikut menimpali.

Mei yang mendengarnya langsung bersemu merah pipinya. Mendapat pujian untuk pertama kalinya dari orang lain sedikit banyak membuatnya berbungah-bungah. Ia tak mengira bahwa dia bisa juga bermanfaat bagi teman-temannya. Terlepas dari sikap mereka yang awalnya memandang dirinya sebelah mata.

"Aku hanya membantu sebisa mungkin."

"Jangan merendah gitu. Kita bahkan sangat berterima kasih sama kamu." Niken merangkul bahu Mei dengan hangat. Aksinya kontan makin membuat Mei salah tingkah.

"Mie ayamnya jangan dilihatin aja. Ayo dimakan jangan malu-malu," suruh Rere.

Mei mengangguk kikuk. Belum habis rasa gugupnya sejak ketiga teman barunya menyeretnya ke kantin di jam istirahat, setelah pelajaran Bu Endang. Mereka memaksa Mei makan bersama sementara mereka yang memesan menu makanan ke ibu kantin.

Bukan pertama kalinya ia menginjakkan kaki ke tempat itu. Beberapa kali ia pernah ke sana waktu ia kelas satu. Sejak saat itu hampir tak pernah lagi ia makan di kantin lantaran pandangan buruk anak-anak dari kelas lain. Tak jarang kata-kata kasar ia dapatkan dan berimbas pada nasib hatinya.

Sekarang pun ia mengkhawatirkan pandangan anak-anak lain yang terang-terangan menatapnya tak suka. Duduk saja rasanya sungguh tak nyaman.

"Jangan diambil hati. Biarkan saja mereka berpikiran apa tentangmu. Yang penting sekarang ada kita-kita, ya gak guys," ucap Rere menghibur.

Niko mengangguk setelah menelan sebentar makanan di mulut. "Yang dikatakan Rere benar. Kamu jangan khawatir. Sebagai teman, kita menerimamu apa adanya. Terlepas dari apa yang pernah kami lakukan padamu dulu, kami sungguh meminta maaf. Sekarang yang terpenting kita semua adalah teman."

Niken mengusap punggung Mei saat ia melihat mata Mei berkaca-kaca. "Makasih sudah mau berteman denganku."

Menanggapi ucapan Mei, Rere, Niken dan Niko mengagguk seraya tersenyum hangat.

"Udahan dramanya. Mending sekarang habisin nih makanan keburu masuk." Niken tak sabar mengisi perutnya yang keroncongan. Begitu juga dengan yang lainnya.

Sekarang Mei benar-benar lega. Ternyata masih ada manusia selain hantu yang mau berteman dengannya. Dia berharap ke depannya bersama teman-teman barunya hidupnya akan semakin berwarna.

Kedatangan Januari ke kantin mengundang banyak perhatian. Terutama di kalangan siswi-siswi yang notabene adalah penggemarnya. Bersama Andrew, dia duduk di bangku dekat dengan penjual bakso. Memesan bakso dan soda dingin. Gerak-gerik mereka tak ayal diamati intens. Menjadi objek pengamatan tak lantas membuat mereka jumawa, melainkan tak acuh seperti biasa.

Niken menyikut lengan Mei. Mei yang tengah makan, tidak merasa terganggu. "Ada apa?"

"Itu Kak Januari."

Mei melirik sekilas lalu kembali melanjutkan makan.

"Kok diam aja!?"

Alis Mei berkerut bingung. "Memang apa yang harus kulakukan?" tanya Mei polos.

Niken berdecak. "Seenggaknya kamu samperin dia."

"Kenapa aku harus samperin dia?"

"Bukannya kamu ada hubungan spesial dengan dia?"

Januari VS Mei 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang