Tidak mengherankan mereka terlihat berantakan dan basah di mata Mei seusai membereskan kardus-kardus di depan pintu. Pasti mereka bertengkar cukup seru sampai Mei tidak ingin tahu siapa yang kalah dan siapa yang jadi juara.
Yang membuat Mei heran, jarang ada dua kubu yang berseberangan dalam waktu singkat saling melempar senyum serta tepukan hangat. Bisa dikatakan sangat langka, dan Mei beruntung melihat fenomena itu terjadi pada dua namja tampan ini.
Niko pamit beralasan bajunya basah dan ia perlu mandi di hotel tempatnya menginap malam ini. Tinggal Mei dan Januari di depan pintu masing-masing, saling tatap dan anehnya tanpa berkata-kata pun rasanya tetap menyenangkan. Mei ingin berlama-lama rasanya.
"Ngeliatin gue segitunya, naksir?"
Mei menunduk, menghela napas. Sudah kebal menghadapi kenarsisan Januari selama ini, anehnya kali ini tidak.
"Apa alasan kamu pindah?" tanya Mei tidak ingin terjebak ucapan Januari sebelumnya.
Januari melipat tangan di dada. Memperhitungkan jawaban yang tepat untuk ia kemukakan. "Karena lo."
Singkat namun mengejutkan. Tidak ada tanggapan dari Mei, gadis itu benar-benar sudah terjebak ke dalam arus yang dinamakan kegombalan.
"Makanlah yang banyak. Lo terlalu ringan saat gue gendong."
Merah padam sudah pipi Mei dan gadis itu sulit untuk keluar dari arus deras yang diciptakan Januari. "Kenapa tidak membangunkanku saja? Kenapa menggendongku seenaknya tanpa meminta izin, kamu tahu benar kalau tindakanmu itu sangat kurang ajar."
Januari terkekeh pelan. "Gue udah bangunin lo, tapi lonya aja yang kebo."
Masa? Mei sangat mengenal dirinya. Dia bukan tipe yang susah dibangunkan. Januari pasti sedang mengarang bebas.
"Mulai sekarang lo harus membiasakan diri punya tetangga macam gue. Gue gak menjamin hidup lo akan tenang, mungkin." Januari mengedikkan bahu lalu masuk ke apartemen barunya. Sebelum itu, Mei yakin barusan Januari memberikan sebuah winks dan kuduk Mei merinding seketika.
🌟🌟🌟
Niko datang keesokan harinya. Heran melihat Mei yang tampak lesu.
"Kurang tidur? Karena mengerjakan tugas?" Berondong Niko dengan banyak pertanyaan.
Mei kurang tidur memang, tapi bukan karena tugas, melainkan teror semalam berupa kegaduhan yang diciptakan Januari. Cowok itu berteriak random, entah umpatan dan kata-kata lainnya yang biasa digunakan bibir cowok tanpa filter ketika sedang bermain game.
"Sudah ayo kita pergi sekarang saja." Mei mendorong punggung Niko keluar apartemen. Hari ini mereka berkencan dan Mei tidak ingin merusak hari baik itu dengan membicarakan Januari.
Di luar mereka berpapasan dengan sosok kusut Januari, yang sama-sama keluar nyaris bersamaan. "Mau ke mana kalian?"
Tampang tidak sedap dipandang milik Januari, memunculkan gurat senyum di bibir Niko. "Kencan," jawabnya enteng.
Januari melemparkan delikan pada kedua insan itu, tapi yang ditatap melengos sambil menarik lengan Niko cepat. Mei kesal tentu saja jam istirahatnya diganggu semalam. Anggap sikap abainya adalah bentuk balas dendam.
"Jadi, kita mau ke mana hari ini?" tanya Niko berjalan sejajar dengan Mei menuju halte.
"Ke tempat mana pun asalkan sama kamu." Mei nyengir dan Niko mendengus geli. Astaga! Masa cowok digombalin cewek, kebalik, lah. Harusnya cowok gombalin cewek.
Niko mengacak rambut Mei. "Belajar gombal dari mana itu?"
"Kamulah."
Sosok Januari tanpa mereka sadari, berjalan menguntit di belakang. Nyaris saja ia terpeleset karena licinnya trotoar, tapi itu terjadi dampak dari gombalan Mei yang mengejutkan. Dulu saat mereka berpacaran, yang sering melontarkan gombalan adalah dirinya. Mei sama sekali tak pernah melakukannya. Kupret Niko! Sudah mengubah calon istrinya jadi agresif begitu. Januari memikirkan untuk memberi Niko pelajaran khusus nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Januari VS Mei 🔚
FantasyHana mati dua tahun lalu. Arwahnya bergentayangan, mengusik si anak Indigo bernama Mei. Saat itulah Mei tahu, bahwa urusan Hana di dunia belum selesai. Dan itu menyangkut si ketua geng Lucifer, Januari yang amat sangat Mei benci.