Kali ini Mei tidak akan main peluk macam kukang seperti waktu itu, saat ia diselamatkan oleh Januari. Dia hanya berani menggenggam erat ujung jaket yang dikenakan Januari ketika cowok itu menyalip satu dua buah kendaraan yang lewat.
Memikirkannya saja membuat pipi Mei bersemu merah. Mengingat dirinya sedang syok kala itu, sehingga tanpa sadar dan tak tahu malu, ia tanpa berpikir panjang langsung saja memeluk pinggang Januari. Sekarang situasinya jelas berbeda, harga dirinya akan jatuh terkapar jika sampai ia melakukan hal itu kedua kalinya. Bisa-bisa Januari akan mencapnya sebagai cewek kegatelan atau cewek keganjenan yang sok cari perhatian. Iuh! Memikirkannya saja membuat perut Mei mual.
Gerimis tiba-tiba jatuh mengenai kaca helm. Menghela napas sebentar, Januari memutuskan untuk menepi karena gerimis berganti menjadi hujan deras. Halte bus sebagai tempat pilihan mereka untuk berteduh.
Sepi menjadi sekat penghubung di antara keduanya dan Januari enggan untuk memulai percakapan karena dia bingung harus mengangkat topik apa. Memilih untuk memperhatikan kendaraan lewat, terlebih lagi mobil. Dia merutuki Agus dalam hati karena dia tidak diijinkan untuk menggunakan mobil sebelum umurnya menginjak 20 tahun. Kata Agus, Januari pasti akan menggunakan mobil hanya untuk balapan liar dan sok jadi jagoan di jalanan. Hell! Abangnya tahu benar apa yang ingin Januari lakukan. Padahal dalam situasi hujan seperti ini, dia tak perlu repot berteduh ria di pinggir jalan kalau dia mengendarai mobil.
Mei berdiri canggung di samping Januari. Gadis itu sesekali mencuri pandang ke arahnya. Berharap sedikit obrolan ringan mampu menghilangkan kegugupannya dan Mei tidak memiliki kepercayaan diri untuk memulai percakapan. Dia berharap Januarilah yang memulai duluan. Sayangnya, cowok itu sedang menatap hujan dengan pandangan datar.
Menarik napas kecewa, Mei memilih untuk menampung hujan dengan kedua telapak tangannya. Dingin langsung menyentuh kulit. Mei selalu terpesona dengan indahnya siklus hujan. Bagi Mei hujan seolah membawa kerinduan, mengobati luka hati dan memberikan kedamaian. Biasanya Mei akan mendengarkan lantunan musik BTS sembari memandang hujan. Feel-nya akan menyentuh sekali.
Dia mengusap tangannya yang basah pada roknya lantas mengeluarkan ponselnya, menyumpal telinga dengan earphone dan segera memutar lagu 2! 3!.
Gwaenchanha ja hana dul set hamyeon ijeo
Seulpeun gieok modu jiwo
Nae soneul japgo useo
Gwaenchanha ja hana dul set hamyeon ijeo
Seulpeun gieok modu jiwo
Seoro soneul japgo useoJanuari melirik Mei yang tengah tersenyum hingga memamerkan gigi-giginya yang putih. Seolah memiliki dunianya sendiri. Mengabaikan apapun yang ada di sekitarnya, kecuali tetesan hujan. Bukannya kesal karena diabaikan, justru Januari terpesona dalam waktu sepersekian detik saja.
Ada banyak gadis yang pernah Januari temui, dan di antaranya memiliki senyum yang dari biasa-biasa saja sampai paling manis dan cantik sekali, tetapi tidak ada satupun yang berkesan. Kecuali Mei. Bagi Januari, ia menemukan ketulusan pada senyum gadis itu dan hal itu membuat hatinya dialiri rasa hangat.
Januari mererebut earphone di kuping kiri Mei lalu memasangkannya pada telinganya. Dia berdecak keras mendengar lagu K-pop terputar.
"Cowok plastik."
Mata Mei menyipit tak terima mendengar bias-nya dikatai cowok plastik. "Jangan pernah menghina biasku! Kamu gak tahu apa-apa tentang mereka!"
Januari menyeringai. "Mana ada cowok pakai make up." Semakin berulah memperolok.
Mei langsung memercikan air hujan pada muka Januari. Mei tersenyum remeh melihat muka Januari tampak kesal. "Rasakan itu!" Mei kian intens mengerjai Januari sampai jaketnya basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Januari VS Mei 🔚
FantasiaHana mati dua tahun lalu. Arwahnya bergentayangan, mengusik si anak Indigo bernama Mei. Saat itulah Mei tahu, bahwa urusan Hana di dunia belum selesai. Dan itu menyangkut si ketua geng Lucifer, Januari yang amat sangat Mei benci.