36. Make It Right

186 27 5
                                    


Buru-buru Mei menutup apartemennya dari luar. Menguncinya dua kali putaran. Lalu menyimpan kuncinya ke tas. Akibat bangun terlambat, Mei terpaksa harus dikejar-kejar waktu seolah ia buronan. Jika tidak cepat sampai ke kampus ditakutkan dosen yang mengisi kelas paginya akan menyemprotnya dengan kalimat pedas dan ia akan berakhir di luar kelas sambil meratapi nasib. Jelas Mei tidak ingin hal buruk menimpa dirinya pagi ini.

Apartemen yang sudah ia tinggali hanyalah sebuah gedung tua yang beberapa kali telah direnovasi. Memiliki tiga lantai dan tidak kurang 20 kamar. Meski sederhana dan tua, tempat itu mengingatkannya akan rumah. Selain dekat dengan kampus, alasan itulah yang membuat Mei memilih tempat itu. Meski butuh perjuangan untuk meyakinkan Vi yang tidak menyutujui adiknya tinggal di tempat yang menurutnya tidak layak huni.

Di ujung tangga menuju ke bawah, tetangga apartemennya menyapa dengan membawa kantong plastik di tangannya.

"Kenapa kau terlihat buru-buru?"

"Aku ada kelas pagi."

"Begitu."

"Maaf aku harus segera berangkat."

Si gadis membuka jalan dan tersenyum, tapi kembali bersuara teringat akan sesuatu.

"Mei-ah!"

Mei mendesah dan berbalik. "Ada apa, Ensoo?" Mei tidak mengharapkan berbincang dengan siapapun maupun Ensoo di waktu ia sangat-sangat terlambat. Bahkan dalam mimpi sekalipun Mei tidak berkeinginan membangun konversasi dengan gadis yang terkenal dengan mulut besarnya ini.

"Semalam apa dia pacarmu?"

Muncul dua kerutan di dahi Mei. Ia sama sekali tidak mengerti yang dikatakan gadis berambut sebahu itu. "Pacar? Siapa?"

"Kau pasti lupa. Semalam saat aku keluar untuk membeli makanan, aku tanpa sengaja berpapasan dengan pacarmu di tangga, sedang menggendongmu yang tengah tertidur. Kau beruntung sekali memiliki pacar yang begitu sangat perhatian padamu. Rela naik tangga sementara membawa berat beban tubuhmu. Pasti sangat melelahkan. Aku iri, pacarku saja tidak seromantis itu. Makan belepotan saja, aku dimarahi alih-alih membantuku membersihkan mulutku seperti di drama. Kau beruntung sekali. Aku yakin kebanyakan gadis termasuk aku menginginkan posisimu itu. Kau sangat beruntung sekali."

Ajaibnya, Mei mendengarkan dengan tekun tanpa interupsi. Waktu yang begitu berharga setiap sekon dan kemarahan dosen yang awalnya sangat Mei khawatirkan hilang begitu saja. Ia bahkan heran bagaimana bisa Mei tahan mendengar mulut Ensoo tanpa merasa kesal sedikitpun.

💞

Keberuntungan masih berpihak pada Mei hari ini. Si dosen bertemperamen galak tidak datang, digantikan asisten dosen yang baik hati dan ia mendapatkan keringanan bisa masuk kelas meski terlambat.

Kafetaria ramai, bagusnya Mei kebagian meja. Ia membawa nampan ke sana dan mulai makan. Ia melewatkan sarapan pagi, tapi baru merasakan lapar beberapa menit lalu. Mei butuh asupan banyak nutrisi untuk mengembalikan tenaganya yang hilang banyak.

"Boleh duduk di sini?"

Mei mendongak dan mendapati entitas Go Ara bersama nampan bagiannya. Langsung saja ia mengangguk. Keduanya makan untuk beberapa saat tanpa obrolan. Sebelum akhirnya Go Ara tergelitik untuk menyelipkan obrolan di saat kebisuan begitu mengganggu bagi Ara.

"Jadi, Januari mengantarkanmu pulang?"

Mei tak tahu pasti. Ingatannya begitu buruk. Mereka semalam memang satu mobil, dan Januari tidak mengatakan apa pun soal mengantarnya pulang. Tahu-tahu pagi harinya ia sudah di kamar. Bangun terlambat dan menyebabkan dirinya kacau. Kalau memang Enso bilang begitu, Mei percaya-percaya saja. Semburat merah muncul di pipi tanpa permisi membayangkan Januari menggendongnya.

Januari VS Mei 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang