Seperti biasa, Jinni sedang makan camilan di ruang tengah sambil menonton drama di TV setelah merampungkan kegiatannya beberes-beres rumah. Vi kebetulan pulang siang itu demi mengambil berkas penting untuk bahan meeting nanti siang.
Tepat ketika Vi hendak balik ke kantor, Mei pulang diantar Januari yang ikutan masuk ke dalam rumah. Ia mencium tangan Jinni dengan kesopanan yang luar biasa. Jinni kaget sekaligus senang dengan kedatangan Januari yang tanpa direncanakan sebelumnya, tapi bagi Vi lain hal. Dia asli muak melihat tampang Januari yang tampan di luar, tapi menyimpan kelicikan di dalam.
"Kak, bolah gak Mei jalan keluar sama Januari?"
"Gak boleh," ucap Vi cepat membuat Mei meniup poninya kesal.
Beralih ia menatap mamanya dengan mata berbinar penuh pengharapan. "Ma, boleh ya?"
"Boleh," Jinni mengatakannya tanpa keraguan sedikitpun.
"Ma!" Vi protes, tapi Jinni pura-pura tak mendengar dan asyik dengan drama yang ia tonton. Ia tidak ingin melewatkan sedetik pun drama favoritnya.
Mei terlonjak senang. Gegas ia menuju ke kamar untuk bersiap-siap. Vi beralih melayangkan sorot mata penuh permusuhan pada Januari, tetapi pemuda itu berdiri santai seraya menyeringai penuh kemenangan. Vi yang berang langsung menyeret Januari ke serambi rumah.
"Gue gak akan biarin lo dekat-dekat sama adik gue!" katanya sambil menunjuk-nunjuk muka Januari.
Januari mendesah. "Bang, mungkin ini terlalu cepat, tapi gue yakin sama perasaan gue terhadap Mei. Sebagai laki-laki, gue akan memperjuangkan perasaan gue dengan atau tanpa seizin lo."
Rahang Vi mengeras. Murka. "Dengar, akhiri perasaan lo sekarang. Sebelum semuanya terlambat dan Mei semakin tersakiti!"
"Apa seburuk itu gue di mata lo, Bang? Sehingga lo gak percaya sama kemampuan gue untuk menjaga Mei?"
"Lo gak tahu situasi yang sebenarnya! Kalian..."
"Berbeda?" potong Januari cepat. "Kalau perbedaan yang buat lo mencemaskan Mei, gue ngerti. Semua kakak pasti akan khawatir adiknya dekat-dekat dengan orang pembawa masalah kayak gue. Tapi kalau lo larang gue dekat dengan Mei, maaf gue gak bisa. Sekuat apapun gue menghentikan perasaan ini, gue tetap gak bisa."
"Gue minta maaf atas kelakuan buruk gue terhadap Mei selama ini dan gue dapat karma karena itu. Sekarang gue gak bisa berpaling dari Mei. Gue emang cowok brengsek, pembawa onar dan segala titel buruk yang melekat dalam diri gue. Gue gak bisa menjanjikan apa-apa buat Mei, tapi gue akan berusaha membuat hari-harinya gak kesepian lagi. Berusaha menjadi alasan dia tetap tersenyum dan tertawa. Dan menjadi seorang superhero untuk melindunginya setiap hari."
Selama mengenal Januari, baru kali ini Vi menemukan keseriusan di bola mata cowok itu. Membuatnya terpana beberapa detik sebelum buyar karena kemunculan Mei dengan pakaian yang lebih santai. Rambutnya yang panjang tergerai dengan kepala dimahkotai bandana, kian menambah kadar keimutannya. Januari tidak memungkiri kalau dia terpesona sampai tidak berkedip barang sedetikpun.
"Ma, Mei pergi dulu, ya," pamit Mei pada Jinni yang berjalan mendekat ke arah pintu.
"Hati-hati. Januari titip anak Tante ya. Pulangnya jangan kemalaman."
"Siap Tente."
Keduanya mencium tangan Jinni lantas Januari menggandeng tangan Mei untuk bergegas pergi. Vi yang melihatnya, berdecak gusar. Ingin sekali ia mematahkan tangan Januari yang seenaknya menyentuh kulit Mei.
Jinni bersedekap, mengawasi keduanya sampai menghilang dari pandangan. "Mereka sangat serasi, ya."Vi melihat ibunya yang berbinar-binar senang. Ia yakin Jinni tengah menyusun skenario drama romantis di dalam pikirannya. Membayangkan Mei dan Januari sebagai tokoh utama melakukan adegan opera sabun ala Jinni yang menurutnya sangat memuakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Januari VS Mei 🔚
FantasíaHana mati dua tahun lalu. Arwahnya bergentayangan, mengusik si anak Indigo bernama Mei. Saat itulah Mei tahu, bahwa urusan Hana di dunia belum selesai. Dan itu menyangkut si ketua geng Lucifer, Januari yang amat sangat Mei benci.