24. The Truth Untold

451 50 3
                                    

"Ty... Tyo."

"Hallo cantik, siapa sangka kita bisa bertemu di rumah gue."

Dalam hati Mei terus menyebut nama Januari. Berharap Januari segera datang untuk menyelamatkannya.

Dia bilang apa tadi? Rumah!?

Melihat paras cantik itu memucat, Tyo menyeringai jahat. Ia memperpendek jarak. Membuat Mei refleks bergerak mundur hingga bahunya membentur pagar besi.

"Bagaimana lo bisa tahu rumah gue, hem?" Tyo memerangkap tubuh Mei di antara kedua lengannya. Tiada lagi berjarak. Membuat Mei semakin ketakutan merasakan napas Tyo yang memburu menampar wajahnya.

"Jawab!"

Mendengar bentakan Tyo, bahu Mei terguncang.

Tak kunjung mendapat tanggapan, cowok itu menjilat bibir bawahnya sekilas lalu berkata sabar, "atau lo tahu sesuatu? Januari. Iya dia pasti menyuruh lo datang ke sini."

Mei kontan menggeleng kencang. "Dia gak ada hubungannya dengan ini."

Tyo menjentikkan jarinya. "Ah! Gue tahu. Lo pasti ingin mencari tahu sendiri tentang masa lalu Januari, bukan?"

"Biar gue kasih tahu. Dia..." Otot lehernya menyembul dan rahangnya mengeras. "Adalah seorang pembunuh!"

Nada suara Tyo yang naik beberapa oktaf membuat Mei berkaca-kaca dan tercekat.

"Lepaskan Mei!"

Seseorang menarik tangan Mei, membawanya ke balik punggung tegap. Gadis itu memperhatikan punggung itu dengan rasa syukur. Bukan seseorang yang dia harapkan, tetapi seseorang yang tak terdugalah yang telah menolongnya. Niko.

"Woah! Penyelamat lo datang juga. Sayangnya bukan Januari." Tyo mengedip. Sebelum memakai helm dan kembali naik ke motornya, ia berkata, "sebaiknya jauhi dia segera, sebelum lo mengetahui rahasia masa lalunya dan berakhir dengan penyesalan. Gue cuma khawatir lo akan kecewa berat dan membenci Januari sampai mendarah daging seperti yang gue rasakan."

Tawanya mengiringi laju motor yang berjalan melewati pintu gerbang. Mei memperhatikannya dengan pikiran berkecamuk. Kebimbangan mulai mengambil alih.

O_o

Iseng Niko menempelkan sekaleng soda dingin ke pipi Mei yang ia beli barusan di kedai pinggir jalan. Alhasil, dalam duduknya Mei terlonjak. Ia menyipitkan mata kesal.

Niko terkekeh pelan melihat reaksi Mei lantas mengambil tempat duduk di samping gadis itu. "Nih, minum dulu." Niko menyodorkan kalengnya kepada Mei.

Gadis itu menerimanya dan hanya ia putar-putar saja dalam genggamannya. Pikirannya sudah terdistraksi ke mana-mana. Niko berdecak. Tak sabar ia mengambil kaleng dari Mei dan membuka tutup kalengnya kemudian menyerahkannya kembali pada Mei. "Minuman itu untuk diminum, bukan untuk dilihatin doang."

Senyum tipisnya terukir. Terima kasih." Lantas Mei meneguknya pelan.

Lama mereka terdiam. Membiarkan Mei tenang dulu. Setelah dirasa tenang, baru Niko berani membuka suara. "Kenapa kamu berbohong tadi di kafe? Katanya pulang, tapi malah pergi ke rumah Tyo."

Januari VS Mei 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang